Ariana's POV
Pukul dua pagi.
Akhirnya, pesawatku lepas landas di Heathrow. Dengan setengah tertidur, aku menyeret koperku keluar dari pesawat. Aku bersama orang tuaku memutuskan untuk langsung pulang, karena, seseorang sudah berdiri sejak tadi menunggu kedatangan kami di depan pagar penjemput.
"Hey, Raine!" sapaku ketika melihatnya mencari-cari kami. Dengan pakaian compang-campingnya yang seperti biasa, ia bersandar di pilar sambil menunggu kami.
Yang kusapa hanya melambaikan tangannya sebagai balasan. Setelah aku dan orang tuaku berhasil keluar, Raine membantu mendorong koperku.
"Kau seharusnya ke Jerman," ucapku sambil berjalan di sebelahnya untuk menuju mobilnya. Ia yang akan mengantar kami pulang. "Aku bertaruh seluruh harta keluargaku, kau pasti membuat masalah selama kami di Jerman."
"Kalau iya, kau keberatan?" balasnya tak acuh sambil terus menyeret sebuah koper.
"Be good, Raine," balasku sambil menggedikan bahu. "Kau tahu aku sudah ketinggalan banyak pelajaran. Kau harus mengajariku semua hal, ya?"
"You wish."
"Pukul 9 nanti aku sudah harus masuk kelas, Raine," kataku lagi. "Kurang dari tujuh jam lagi."
"Kau tahu kau bisa bolos kapanpun kau mau, Ar," balas Raine. "Kalau aku jadi kau, aku akan ke Oxford besok, atau lusa, atau minggu depan, atau tahun depan."
"Yah, tapi kau bukan aku," balasku.
---
Kondisi jalanan yang tidak tersendat sama sekali pagi ini membuat mood-ku membaik. Hanya membutuhkan kurang dari satu jam untuk sampai di sana, untungnya.
Semua persiapanku sudah selesai sebelum aku ke Jerman. Namun, aku baru akan memulai kehidupan perguruan tinggiku hari ini.
Tujuanku hari ini untuk ke kampus tampak jelas sekali. Sebenarnya, aku tidak ke sini untuk belajar hari ini. Dari awal aku melangkahkan kaki di sana, benar-benar akan mencoba untuk mencari Kylie Schlamer sampai aku menemukannya, berfoto dengannya, memberitahunya bahwa aku sangat menyukainya, juga memberitahunya bahwa ia sangat cocok jika berpasangan dengan Zayn Malik.
Itu agendaku hari ini. Ditambah kelas seni.
Pertama kali aku mengetahui keberadaan Kylie di dunia ini adalah karena temanku. Ia memberitahuku bahwa idola ayahnya, Kate Maxewell, mempunyai seorang anak yang cantik sekali. Dan suaminya, Jonny Schlamer, adalah pemilik dari hotel termewah di dunia yang terletak di Jerman.
Aku jelas sangat kaget ketika melihat foto hasil jepretan paparazi ketika Kylie ada di dalam foto yang sama dengan idola-idolaku, One Direction. Di situlah aku tahu, Kylie adalah teman dekat Zayn, juga the boys.
Dari foto-fotonya di internet, ia terlihat sangat cantik, baik, dan ramah. Aku tidak tahu bagaimana ia dalam kehidupan sehari-hari, tapi aku akan senang jika bisa mencari tahu.
Yah, pastinya aku hanya akan membuang waktuku di Oxford untuk hari ini saja. Atau, Ayahku akan memenggal kepalaku karena telah menyia-nyiakan kesempatan beasiswa yang telah kuterima.
Sesampainya aku di kelas seni, aku duduk di bagian paling belakang. Aku tidak mengenal siapapun dan mengetahui apapun, tapi, aku bisa bertanya. Dan itulah bagaimana aku bisa menemukan kelas seni di bangunan yang sungguh luas ini.
Sekitar delapan sampai sembilan orang sudah duduk di kursinya masing-masing. Karena aku tidak mengerti, aku hanya akan duduk di sini sampai waktu habis dan aku bisa mengikuti jadwalku untuk mencari Kylie.
Aku mulai mengambil sebuah kuas dari tas peralatanku. Juga sebuah palet warna dan satu pak cat akrilik. Kupilih warna biru— kesukaanku, sebagai warna dasar pada kanvas.
Tiba-tiba seseorang menepuk bahuku, "Hai, aku Kylie. Boleh aku minta sedikit warna birumu?"
Dan ternyata, aku tidak perlu susah-susah mengelilingi universitas ini. Orang yang akan kucari sudah berada tepat di depan mataku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Annoying Guy
Fiksi PenggemarApakah bertemu dengannya adalah kebetulan? Atau takdir? Benarkah Kylie Schlamer bertemu dengan Zayn Malik karena kebetulan? Tetapi, apakah itu menutup kemungkinan bahwa mereka sebenarnya ditakdirkan? So, a coincidence or a destiny? Is there really...