"Mau kemana, Sa?" tanya Gisha langsung pada Angkasa ketika lelaki itu mengambil kunci motornya dari atas nakas padahal langit sudah benar-benar gelap.
"Ke lapangan kompleks." Jawabnya tanpa menoleh.
"Malem-malem gini? Ngapain?" tanya Gisha memutar tubuhnya yang tadinya sedang menonton televisi menghadap Angkasa.
"Main basket."
"Ikut, ikut, ikut." Gisha berdiri dengan semangat sambil setengah berlari menghampiri Angkasa.
"Ih, riweuh." Kata Angkasa dalam bahasa sunda membuat alis Gisha terangkat. "Tidur aja sana."
"Ikut, ah. Please, bete nih gue. Lagian kan, besok hari minggu." Gisha memohon, menunjukkan wajah memelasnya yang paling ampuh.
Tapi, rupanya wajah itu tidak berefek pada seorang Angkasa. "Gue sama Dewa. Nanti lo diem doang di pinggiran, mau?"
Gisha cemberut, "Ya udah nggak apa-apa deh."
Angkasa mengangkat bahunya dan akhirnya membiarkan Gisha mengikutinya dari belakang.
Perumahan Green-Town tempat Angkasa tinggal sekarang memang salah satu yang fasilitasnya paling lengkap. Dari mulai lapangan olah raga sampai toserba atau toko serba ada, semuanya ada di sana. Dan hal itu pasti membuat siapa pun nyaman berlama-lama tinggal di sana.
Letak lapangan basket itu tidak jauh dari taman yang tadi pagi Gisha kunjungi, hanya terhalang oleh dua blok ruko dua tingkat yang salah satunya digunakan untuk tempat foto copy dan tempat menjual berbagai jenis alat tulis kantor dan sebagainya. Dan yang satunya lagi adalah tempat laundry dan sebuah salon potong rambut.
Angkasa memarkir motornya di pinggir jalan, di belakang mobil sport milik Dewa. Menandakan kalau lelaki itu sampai lebih dulu.
Gisha mengikuti Angkasa menuruni anak tangga menuju lapangan itu. Sepertinya anak tangga itu biasanya digunakan untuk tempat duduk jika sedang ada permainan basket yang agak serius di sana.
Menyadari datangnya orang lain, Dewa yang tadinya sedang mendribble bola di tengah lapangan berhenti dan berbalik.
"Gisha?" tanyanya melihat yang datang ternyata bukan hanya Angkasa.
"Maksa pengen ikut. Kayak bocah." Jawab Angkasa diiringi decakan.
Dewa tertawa dan berjalan mendekat. "Nggak apa-apa. Biar gue jadi semangat maennya." Kata Dewa mengedipkan sebelah matanya pada Gisha.
Gisha mengerjap. "Hah?" tanyanya bingung.
"Enggak." Kata Dewa. "Ayo, Sa." Katanya kembali ke tengah lapangan.
Angkasa menatap Gisha lalu menyerahkan kunci motornya. "Titip." Katanya.
Gisha meraih benda itu dan berjalan untuk duduk di tangga ketika Angkasa menghampiri Dewa.
Perhatian Gisha dari dua orang tampan itu teralihkan ketika ponselnya berbunyi. Melihat notifikasi apa yang masuk, dia dengan semangat membukanya.
Kaila Cendana
Astajim di foto aja ganteng parah ya
Dd juga mau selpi sama captain:( huhu
Gue baru balik, capek af
Dan liat mz captain senyum gitu
Kok capeknya ilang yaGishara Aluna
HAHAHA
Norak lu kunyukKaila Cendana
Seriusan gi, gak boong
Jangan jangan mz captain jodoh gue
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung di Kota Bandung
Teen FictionPEMBERITAHUAN: Cerita ini sedang di republish dan dalam upaya penulisan sekuel. [Seri Kota Kenangan: 1] Karena tidak lulus SMA, Gishara Aluna yang nakalnya keterlaluan dikirim Papinya untuk kembali mengulang satu tahun SMAnya, di Bandung. Di rumah k...