39. Trans Studio Bandung

16.9K 1.7K 63
                                    

KALAU setiap orang memiliki momen bersejarah dalam hidupnya, maka, momen bersejarah Gisha adalah hari ini. Karena, untuk pertama kalinya, dia melihat seorang Angkasa Dirgantara seperti seseorang yang sedang berada di ambang kematian. Angkasa yang terkenal dengan image cool, dewasa, tidak banyak tingkah, dan tidak takut apa-apa itu baru saja berteriak seperti orang kesurupan ketika mereka bertiga menaiki wahana ekstrem.

            Awalnya, mereka masuk ke dalam wahana Rumah Hantu. Iya, sebagai pemanasan, wahana pertama yang mereka pilih adalah Rumah Hantu. Saat mereka baru memasuki area itu, beberapa orang berpakaian ala-ala hantu yang juga didandani menyeramkan langsung berlarian menghampiri mereka. Dan saat itu, walaupun Angkasa bertingkah biasa saja, dia tetap saja terperanjat dan tidak bisa menyembunyikan kekagetannya ketika diterjang oleh beberapa mahluk aneh. Tapi, hanya itu, Angkasa tetap diam seolah biasa saja. Dan, setelah selesai, dia berdecak melihat Gisha dan Bintang yang pucat karena ketakutan.

            Setelah itu, wahana yang mereka pilih masih biasa-biasa saja. Dari mulai naik perahu layang yang membawa mereka mengelilingi area Trans Studio, naik boat yang membuat mereka basah karena terkena semburan air setelahnya, menonton tayangan superhero Marvel, dan juga naik bombom car.

            Lalu, mereka mulai menaiki wahana-wahana yang terkenal ekstrem di Trans Studio Bandung atau yang terkenal dengan nama TSB. Diawali oleh permainan Jack and The Giant Slayer. Permainan yang mirip dengan Hysteria di Dunia Fantasi itu membawa mereka naik ke atas dalam kecepatan normal dan menjatuhkan mereka ke bawah dengan kecepatan yang membuat jantung mau copot. Dan, di sini, Angkasa mulai menunjukkan gejala-gejala menyerah di mulai dari wajahnya yang mulai pucat.

            Sementara Gisha tertawa melihat lelaki itu, Bintang mengejeknya habis-habisan dengan mengatakan kalau permainan yang itu masih belum ada apa-apanya dibanding dengan permainan-permainan ekstrem yang lainnya.

            Dengan semangat, Gisha dan Bintang menyeret Angkasa menaiki wahana ekstrem yang ke dua, Giant Swing. Permainan ekstrem yang satu itu mirip seperti roda besar yang diisi kursi berpengaman yang mengelilinginya. Dan, arah permainannya seperti kora-kora, ke kanan atas dan ke kiri atas, hanya saja, dalam permainan ini, orang-orang juga dibawa berputar oleh roda raksasa itu. Jadi, sudah jantung terasa mau copot, kepala pusing pula. Karena itu, tidak mengherankan ketika Angkasa terus saja berteriak meminta tolong di antara Gisha dan Bintang. Sebenarnya, dua perempuan itu juga berteriak. Hanya saja, teriakkan mereka jelas berbeda. Sementara Gisha dan Bintang berteriak antusias dan kesenangan, Angkasa berteriak ketakutan seperti orang melihat setan. Dari ekspresi wajah saja mereka sudah terlihat jauh berbeda.

            Dilanjutkan dengan permainan terekstrem selanjutnya. Vertigo. Lebih esktrem dari sebelumnya, kalau dalam giant swing mereka diombang-ambing secara horizontal, di sini setiap orang yang naik akan dibawa berputar-putar dan akan mengalami berdiam di titik paling atas. Dalam permainan yang satu spotnya hanya diisi oleh empat orang itu, Angkasa dipaksa ikut dan duduk di samping Gisha karena Bintang bilang tidak mau naik. Yah, sebenarnya, di permainan-permainan sebelumnya juga Angkasa dipaksa, sih. Karena dia bilang dia sudah membeli tiket masuk untuk mereka, seharusnya dia boleh menolak ketika dia bilang tidak mau naik. Tapi si duo keras kepala Gisha dan Bintang tidak peduli bagaimana pun caranya mereka harus bisa membawa Angkasa duduk di atas wahana bersana mereka. Alhasil, walaupun dengan wajah tolong–Angkasa–Ya–Allah, lelaki itu mau juga naik setiap wahana bersama Gisha dan adiknya.

            Setelah kelelahan naik ini dan itu, Angkasa, Gisha, dan Bintang kini tengah duduk di salah satu bangku besi yang ada di seberang booth penjual minuman.

            Angkasa, dengan wajah super pucat yang kelihatannya bisa mengeluarkan muntahan kapan saja itu menyandarkan punggungnya di sandaran kursi.

Senandung di Kota BandungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang