"GISHA!"
Suara yang sangat Gisha kenal itu menyeruak ke dalam telinganya begitu dia masuk ke dalam rumah Om Krisna. Tak lama, Maminya terlihat sedang setengah berlari menghampirinya. Perempuan itu langsung memeluknya dan mengecup puncak kepalanya. "Mami bangga sama kamu, serius."
Papinya yang juga ikut menghampiri mengusap kepala Gisha dan mengecup puncak kepalanya. "Ini baru anak Mami sama Papi. Jangan kayak dulu lagi." Katanya membuat Gisha terkekeh.
"Tapi, kamu nggak nyontek jawabannya Angkasa, kan?" tanya Maminya lagi dengan curiga.
Gisha memutar kedua bola matanya. "Ya enggak, lah, Mi. Lupa anaknya emang pinter dulu?"
Maminya mengangguk mengerti sambil tersenyum senang. "Oh iya, Angkasa, makasih banyak ya, sayang. Tante utang banyak sama kamu." Mami Gisha memeluk Angkasa sekilas dan menatapnya penuh terima kasih.
"Kamu kalau butuh apa-apa, bilang juga sama kita, ya. Jangan sama Mama Papa kamu aja." Papi Gisha menambahkan.
"Nggak salah ya, Pi, kita simpen Gisha di sini."
"Simpen?" Gisha menyela tidak setuju. "Emangnya Gisha barang?"
Angkasa tertawa di tempatnya berdiri. Dia menjawab ucapan Mami Gisha. "Gisha emang udah dari sananya pinter, Om. Cuma kayaknya anaknya males aja. Angkasa juga cuma bantu ngasih materi. Serius, Angkasa juga nggak nyangka Gisha bisa dapet nilai sebagus itu."
Tak jauh dari mereka, Papa dan Mama Angkasa juga sedang berdiri dengan wajah sumringah.
"Gisha, selamat ya." Tante Anggi berjalan mendekat. "Kalau Angkasa, nggak usah diselamatin lagi ya. Udah bosen." Lanjutnya sambil menatap anaknya dan dibalas tawa oleh yang lainnya.
Acara pemberian selamat itu berakhir di ruang keluarga rumah Om Krisna. Ditemani cemilan berbagai rasa dan minuman dingin.
"Papi sama Mami kapan ke sini? Gisha, kan baru nelpon."
"Kita emang kebetulan lagi di Bandung, niatnya juga mau mampir." Kata Maminya sambil mengusap-usap kepala Gisha, seolah tak ingin jauh dari anaknya itu. "Terus kamu nelpon, ya udah langsung ke sini."
"Oh, kirain sengaja ke sini dari Jakarta." Kata Gisha pura-pura kecewa.
Papinya tertawa. "Harus nih, kita pulang dulu ke Jakarta terus balik lagi ke sini?"
Mereka semua tertawa.
"Becanda, Pi." Ucap Gisha.
Selama dua jam penuh, dua keluarga itu hanya bercengkerama dengan sangat akrab di ruang keluarga. Dan tentu saja, dalam obrolan hari ini, Gisha lah pemeran utamanya.
"Wah, kok rame? Siapa yang ulang taun, Ma?"
Suara perempuan datang dari arah tangga, membuat yang lainnya menoleh, mereka lalu mendapati Bintang datang dengan rambut berantakan dan masih menggunakan baju tidurnya.
"Bintang, astagfirullah." Tante Anggi berdiri geram. "Mandi sana!" katanya membuat Bintang langsung berlari ke arah kamar mandi.
Tak lama setelahnya, kedua orang tua Gisha pamit pulang. Karena sebentar lagi akan liburan semester, Gisha juga mungkin akan segera menyusul nanti. Tapi yang pasti, bukan hari ini. Karena dia akan terlebih dahulu menagih janji yang tentu saja harus ditepati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung di Kota Bandung
Teen FictionPEMBERITAHUAN: Cerita ini sedang di republish dan dalam upaya penulisan sekuel. [Seri Kota Kenangan: 1] Karena tidak lulus SMA, Gishara Aluna yang nakalnya keterlaluan dikirim Papinya untuk kembali mengulang satu tahun SMAnya, di Bandung. Di rumah k...