KATA orang, cerita horror terpendek di dunia adalah: Senin. Dan saat ini, Gisha menyetujui hal itu. Ini hari Senin, dan Gisha takut setengah mati. Bukan, bukan takut karena Bu Mira, guru Bahasa Indonesianya menjanjikan ulangan hari itu, bukan juga karena dia lupa mengerjakan tugas Pak Tian, guru sejarahnya. Tapi karena hari itu, teman-teman sekelasnya pasti akan heboh karena Nancy si mulut ember yang membuat kesimpulan seenak jidatnya.
Kekesalan Gisha selalu sampai di puncaknya ketika mengingat perkataan Nancy tentang dia tidak akan mengatakan apa-apa pada siapa pun. Tapi nyatanya, bahkan belum berselang dua puluh empat jam, dia sudah berkoar-koar saja di grup. Kalau begini ceritanya, setelah dua puluh empat jam, satu sekolah pasti sudah mendengarnya.
Berbeda dengan Gisha yang sejak semalam sudah panik sendiri, Angkasa lebih tenang. Dia bertingkah seolah hari itu tidak akan terjadi apa-apa. Tidak tahu apa yang ada di dalam pikirannya. Tapi, toh Angkasa memang orangnya seperti itu, kan? Dia tidak pernah menggubris tentang apa yang orang lain pikirkan. Apalagi jika hal itu tidak lah benar.
Sebenarnya, Gisha ingin menghampiri Angkasa sebelum berangkat ke sekolah untuk mendiskusikan hal itu. Karena, dia tidak tahu harus bagaimana. Dia tidak tahu tindakan apa yang harus ia ambil. Tapi, dia tidak berani.
Ketika nama Angkasa terlintas di benaknya, dia akan merinding sendiri karena bayangan saat Angkasa memeluknya tiba-tiba saja muncul. Berulang. Seperti kaset kusut saja. Dan saat hal itu terjadi, Gisha selalu salah tingkah. Bukannya kenapa, tapi Gishara Aluna memang tidak pernah dipeluk oleh laki-laki selain Papi dan Kakeknya. Dia benar-benar menjaga jarak.
Jadi, dipeluk Angkasa benar-benar sebuah sejarah dalam hidupnya.
Karena itu lah, bagaimana mungkin dia bisa menghadapi Angkasa dan berlaku seolah tidak terjadi apa-apa sebelumnya?
Akhirnya, karena hal itu, Gisha sengaja bangun jauh lebih pagi dari sebelumnya agar bisa berjalan kaki ke sekolah tanpa harus terlambat. Dia bahkan sudah mengambil dua lembar roti ketika Tante Anggi masih menyiapkan sarapan. Jelas saja, perempuan itu bingung dibuatnya.
"Loh? Gisha? Kok pagi-pagi udah siap?" tanyanya menaikkan kedua alis memandang Gisha yang sedang mengoles selai cokelat di roti tawarnya dengan terburu-buru.
"Ada tugas piket pagi, Tante." Jawab Gisha cepat tanpa menatap perempuan itu. Karena, kalau mata mereka bertemu, Gisha mungkin akan ketahuan kalau dirinya tengah berbohong.
Tapi, rupanya Tante Anggi percaya. Dia mengangguk mengerti seraya mengambil sebuah kotak makan dari lemari. "Tante bikin nasi goreng, makan di sekolah, ya?" tawarnya sambil langsung memasukkan beberapa sendok besar nasi goreng yang masih panas di dalam wajan ke kotak makan.
Gisha tidak pernah membawa bekal sebelumnya, sama sekali. Tapi, melihat Tante Anggi yang sudah menyiapkannya tanpa diminta, Gisha ambil juga kotak itu. Dia lalu berpamitan pada Tante Anggi, karena Om Krisna sepertinya sedang di kamar mandi.
Perempuan itu memakai sepatu vansnya dan menyimpan kotak bekalnya di sampingnya. Karena terburu-buru, si ceroboh Gisha malah meninggalkan nasi goreng hangat buatan Tante Anggi. Dia berjalan dengan cepat keluar pagar dan menerobos udara dingin yang menusuk khas kota Bandung di pagi hari.
Tidak seperti perjalanan menuju sekolah sebelumnya, kali ini Gisha berjalan dengan santai. Mengingat dia memang masih memiliki banyak waktu sebelum bel masuk akan berbunyi nantinya. Semakin perempuan itu dekat dengan sekolah, semakin ramai juga keadaan di sekitarnya. Beberapa orang juga banyak yang berjalan, ada yang membawa sepeda, baru turun dari angkutan umum, atau membawa kendaraan pribadi.
Gisha tahu, sepanjang jalan, tidak hanya satu atau dua kali dia berpapasan dengan teman-teman sekelasnya. Tapi, perempuan itu berusaha sebisa mungkin untuk berpura-pura tidak melihat mereka. Walaupun dia tahu, mereka yang tidak berjalan sendiri berbisik-bisik sambil menatapnya dengan berbagai macam pandangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung di Kota Bandung
Teen FictionPEMBERITAHUAN: Cerita ini sedang di republish dan dalam upaya penulisan sekuel. [Seri Kota Kenangan: 1] Karena tidak lulus SMA, Gishara Aluna yang nakalnya keterlaluan dikirim Papinya untuk kembali mengulang satu tahun SMAnya, di Bandung. Di rumah k...