GISHA mendesah tak terima ketika Kaila tidak memberikan respons apapun padahal dia sudah bercerita panjang lebar beberapa menit yang lalu. Kaila, yang kini sedang duduk di atas ranjangnya sambil memeluk boneka beruang dengan wajah kesal itu bahkan tidak menatapnya sama sekali.
"Kai, ih. Udah dong ngambeknya. Gue kan udah ceritain semuanya sama lo. Se–mu–a–nya. Bahkan sampe yang nggak penting sekali pun. Jadi, lo jangan ngambek lagi, kenapa sih?" Gisha berkata dengan suara kesal.
Kaila mendengus tak kalah kesal. Perempuan itu kemudian menatap Gisha sengit. "Lo pulang ke Jakarta dua hari yang lalu, dan gue baru tau sekarang. Itu pun bukan karena lo yang bilang sama gue tapi karena gue lihat postingan lo di medsos! Lo nganggep gue sahabat, nggak sih?"
Gisha memijat keningnya frustasi. "Astaga, For God's Sake, Kaila. Kan gue udah bilang tadi, kalau gue bener-bener harus clear–in masalah gue dulu sebelum gue ngasih tau lo."
"Tetep aja, Gishara. Lo jahat tau nggak?"
"Gue atau dia yang lebih jahat?" Gisha mencoba mengalihkan pembicaraan. Malas berdebat terlalu lama dengan Kaila.
Kaila terdiam selama beberapa detik kemudian perempuan itu menghembuskan nafasnya. "Dia, sih." Jawabnya mulai terpancing.
"Bingo."
"Tapi, Gi. Gue kok ngerasa kayak ada yang salah, ya?" Kaila terlihat berpikir.
"Gue yang salah." Kata Gisha kesal pada dirinya sendiri.
"Bukan gitu, aduh, gimana ya?" Kaila terlihat bingung sendiri.
"Gimana apanya, sih, Kai?"
Kaila mengusap dagunya ala-ala detektif yang tengah menganalisa sebuah kasus, perempuan itu kemudian menatap Gisha serius. "Emangnya ...lo nggak ngerasa semuanya terlalu kebetulan?"
Gisha mengerutkan alisnya bingung. "Maksud lo kebetulan?"
"Gini loh," Kaila menegakkan tubuhnya. "Angkasa sahabatan sama Dewa. Dewa—yang kalau dari cerita lo katanya playboy–sekarang serius sama lo, menurut lo, sebagai sohib yang paling deket sama Dewa, Angkasa bakal tau masalah ini nggak?"
"Maybe?"
"Dan, Angkasa dengan segala kebaikannya—ini udah terbukti, lo sendiri yang tau gimana baiknya dia–menurut lo bakal ngapain kalau tau Dewa ternyata suka sama lo?"
Gisha menggaruk kepalanya. "Bentar, bentar. Apaan sih, Kai? Gue nggak ngerti. Lo nggak usah muter-muter, langsung aja ke intinya."
Kaila mendengus keras kemudian menatap Gisha geram. "Intinya, menurut gue, Angkasa sebenernya suka sama lo."
"Ngarang lo." Timpal Gisha cepat.
"Gue serius, Gi."
"Kai, dia jelas-jelas jadian sama Glory. Lo apaan, deh?"
Kaila menggelengkan kepalanya. "Ada yang aneh. Gue nggak tau apa. Tapi rasanya ...aneh aja. Masa lo nggak ngerasain, sih?"
Gisha mendesah kesal. "Dia sendiri bilang kalau tipe orang yang bikin dia suka itu yang kayak Mauren. Kasarnya, dia bilang gue mah apa atuh. Cuma spanduk pecel. Jauh sama Mauren. Dia tuh secara nggak langsung bilang gue nggak bakal suka sama lo, Gisha. Lo mending jauh-jauh deh dari hidup gue. Dan, gue, sakit hati banget karena hal itu. Puas lo?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung di Kota Bandung
Teen FictionPEMBERITAHUAN: Cerita ini sedang di republish dan dalam upaya penulisan sekuel. [Seri Kota Kenangan: 1] Karena tidak lulus SMA, Gishara Aluna yang nakalnya keterlaluan dikirim Papinya untuk kembali mengulang satu tahun SMAnya, di Bandung. Di rumah k...