"SA,"
Angkasa mengerjap ketika panggilan Dewa barusan memasuki gendang telinganya. Lelaki itu kemudian mengangkat kedua alisnya, seolah tengah mengucapkan kenapa tanpa kata-kata.
"Ini lo kenapa tiba-tiba ngajakin gue ke sini, sih?" Dewa berdeham seraya mencondongkan tubuh pada Angkasa yang tengah duduk di sampingnya. "Ada Glory pula." Katanya berbisik sambil memandang seorang perempuan yang juga tengah duduk dengan bingung di sisi lain Angkasa.
"Jangan dulu nanya, sih." Kata Angkasa diikuti oleh putaran pada kedua bola matanya. "Lagian kita masih harus nunggu satu orang, nih."
Dewa baru saja hendak bertanya siapa ketika kedatangan seorang perempuan dari arah atas mengurungkan niat bertanya. Bukan, perempuan itu bukannya datang dari langit, tapi memang dari atas. Dia sedang menuruni tangga karena Angkasa membuat janji temu di lapangan basket Green-Town.
Perempuan itu semakin mendekat, membuat tiga orang yang tadinya tengah duduk di tangga langsung berdiri. Entah untuk menyambut atau karena takut dikira gelandangan karena duduk-duduk di pinggiran lapangan lengkap dengan tetesan peluh di wajah karena tengah berada di bawah naungan teriknya sinar matahari siang itu.
"Hai." Sapa Angkasa begitu perempuan itu sudah berada di hadapannya.
"Hai." Dia menjawab sapaan Angkasa dengan sedikit canggung.
Angkasa berdeham, agak bingung tentang apa yang harus ia lakukan untuk mencairkan suasana. Lalu, kehadiran Dewa dan Glory memberinya ide.
"Eh, iya." Katanya, "Kenalin. Ini Dewa." Angkasa menunjuk Dewa. "Yang ini Glory." Lanjutnya seraya menunjuk Glory.
Perempuan itu mengangguk beberapa kali dan menyalami mereka berdua sambil berkata. "Kaila."
"Oh." Dewa seolah teringat sesuatu. "Sahabatnya Gisha?" dia bertanya.
Kaila mengangguk pasti. "Kok ...tau?" tanyanya hati-hati. Seketika terlihat takut akan adanya kemungkinan kalau Gisha mungkin menceritakan hal-hal buruk atau aneh tentang dirinya pada orang-orang yang Gisha kenal di Bandung.
"Gisha pernah bilang." Jawab Dewa.
Dan, ooh dari Kaila menjadi suara terakhir yang terdengar sebelum suasana kembali menjadi canggung. Angkasa sendiri, orang yang mengundang mereka bertiga jadi bingung harus mulai dari mana. Entah bingung, entah malu bilangnya.
"Ini, ngomong-ngomong, lo kenapa manggil gue ke sini?" tanya Kaila memecah keheningan setelah cukup lama terdiam.
Kali ini, syukurlah, matahari sepertinya cukup bisa diajak bekerja sama karena mau bersembunyi di balik awan dan membuat suasana menjadi sedikit lebih teduh.
"Bukannya Gisha pulang pagi ini?" Kaila melanjutkan ucapannya.
"Eh?" alih-alih Angkasa, malah Dewa yang kedengaran suaranya. "Gisha balik, Sa?"
Angkasa mendengus kesal dan mengangguk. "Dan gue nggak tau harus gimana kalau ketemu dia."
"Maksud lo?" tanya Kaila.
"Jadi, lo belum ketemu sama dia, gitu?" lagi, Dewa bertanya.
Angkasa mengangguk lemah. "Gue kabur dari pagi. Nggak tau harus gimana."
Terdengar decakan dari ketiga orang itu. "Jadi, lo ngumpulin kita buat apa?" kali ini, suara Glory keluar.
Angkasa berdeham pelan seraya mengajak tiga orang itu untuk kembali duduk di tangga agar dia bisa menjelaskan dengan nyaman. Seperti anak buah, mereka bertiga menurut dan langsung duduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung di Kota Bandung
Teen FictionPEMBERITAHUAN: Cerita ini sedang di republish dan dalam upaya penulisan sekuel. [Seri Kota Kenangan: 1] Karena tidak lulus SMA, Gishara Aluna yang nakalnya keterlaluan dikirim Papinya untuk kembali mengulang satu tahun SMAnya, di Bandung. Di rumah k...