BAB 3

10.9K 1K 30
                                    

Mampus. Beta kesiangan!

Dia sudah lari ke sana kemari dengan roti yang membungkam mulutnya. Mengisi botol minumnya, memasukkan bekal dan ponselnya ke dalam tas, lalu berlari menaiki tangga menuju kamar Alfa.

"Bang Alfa, Beta kesiangan!" Beta panik, dia ingin sekali buang air kecil.

"Beta, Mama pusing liat kamu lari-lari gitu!" Mamanya berteriak dari ruang makan.

"Ma, Beta kesiangan!"

Catat, seumur hidupnya bersekolah, dari SD sampai SMA, Beta tidak pernah bangun kesiangan. Ini yang pertama. Dan, dia benar-benar panik. Tapi sepertinya, Mamanya biasa saja. Tidak terlihat takut anak bungsunya mendapat hukuman atau apa. Bahkan, Mama Beta masih sempat-sempatnya menyantap sarapan dengan tenang.

"Mama tau. Suruh siapa kamu nonton drama korea sampe tengah malem!" Mamanya berteriak lagi.

Masa bodo. Beta tidak peduli omelan Mamanya. Yang terpenting, dia harus ke sekolah. Sekarang!

"Bang Alfa," Beta belum menyerah. Seharusnya, Alfa keluar dari kamar jika sudah berisik seperti ini. Tapi, kenapa dari tadi tidak keluar, ya?

"Bang Alfa udah berangkat kuliah dari tadi subuh."

Seperti ada bunyi petir di kepalanya, wajah Beta memucat. Dia tidak mau mengotori buku point-nya dengan point negatif. Sama sekali tidak mau.

Ini memang salahnya karena menonton drama korea hingga tengah malam. Biasanya, Beta tidak pernah seperti itu. Ini khilaf, sungguh. Manusia bisa khilaf, kan?

"Mamaaaaaaa," Beta berlari menuju Mamanya yang masih menyantap sarapan dengan tenang.

"Mama, Beta terlambat. Anterin Beta dong," rengeknya.

Julia, Mama Beta melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Pukul 06.55. Itu artinya, lima menit lagi bel masuk akan berbunyi. Sementara kalau Beta pergi sekarang naik mobil, berarti sampainya lima belas menit kemudian. Lama!

Julia menggeleng. "Nggak bisa. Nggak keburu, Sayang."

"Ah, Mama," desahnya. Beta meluruh ke lantai, bahunya lemas. Dia ingin menangis.

"Kamu naik ojek. Tapi, lari dulu sampe depan komplek. Cepetan," titah Mamanya.

Mungkin karena sudah kelewat panik, Beta langsung berlari menuju pintu utama. Dia berlari, seolah di belakangnya ada anjing galak yang ingin menggigitnya. Beta tidak peduli. Yang terpenting, dia bisa sampai ke sekolah. Bahkan, Beta melupakan uang jajannya.

Beta berhenti berlari saat melihat motor Gamma di belakang. Cepat-cepat dia berdiri di tengah jalan sambil merentangkan kedua tangannya. Beta sudah tidak sanggup berlari, kakinya lemas.

Gamma menghentikan motornya. Cowok itu mengangkat kaca helm full face-nya.

"Gamma, numpang, ya? Beta terlambat. Tadi Bang Alfa udah pergi, Papa belom pulang karena harus tugas malem. Tadi Beta mau dianterin Mama, tapi bakal telat kalo pake mobil. Jadi, Beta mutusin buat naik ojek di depan komplek nanti. Beta lari, tapi capek. Jadi-"

Gamma mendengus. "Kelamaan, Beta. Nanti aja jelasinnya. Gamma juga telat, cepetan naik!"

Beta mengangguk. Dengan terburu-buru, dia naik ke atas motor Gamma. Kelakuannya itu membuat Gamma hilang keseimbangan hingga hampir jatuh. "Pelan-pelan."

"Sori," Beta meringis.

Cowok itu kembali menutup kaca helmnya, lalu melajukan motornya dengan kecepatan tinggi, hingga membuat Beta mengucapkan istighfar berkali-kali. Dia tidak ingin mati sekarang.

BETA & GAMMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang