BAB 4

10.2K 1K 37
                                    

Ada dua tipikal orang saat nonton serial drama. Pertama, orang itu bakal berkomentar dari awal adegan sampai akhir. Bahkan, ada yang saking greget-nya sama si tokoh utama, orang itu bakal berkomentar sambil mainin ekspresi wajah, atau mungkin teriak-teriak. Kedua, orang itu bakal khidmat nonton sampe abis. Diam saja, tapi tetap penasaran dan memendam komentarnya dalam hati. Karena dia suka suasana tenang saat sedang menonton serial drama. Kamu tipikal yang mana? Kalo Beta yang kedua.

Beta sudah fokus di depan laptop sejak selesai salat maghrib. Dia sudah mengganti baju biasanya dengan baju tidur bergambar frozen. Hadiah yang diberikan Alfa di ulang tahunnya yang ke enam belas. Padahal, Beta sudah pernah bilang kalau dia suka baymax. Tapi, Alfa bersikeras menghadiahkannya frozen. Kata Alfa, frozen itu lebih cewek.

Dia tidak suka konsentrasinya diganggu. Makanya, saat Alfa mengetuk pintu kamar Beta, dia menggeram kesal. "Apaan?!" tanyanya.

"Ada Hana di luar. Katanya kalian mau pergi ke pesta ulang tahun Tania, ya?" tanya Abangnya.

Beta lupa memberitahu Hana kalau dia benar-benar tidak pergi. Mungkin tadi sahabatnya itu hanya menganggap Beta sedang bercanda. Beta serius. Dia malas datang kalau ada Sheryl. Beta tidak suka Sheryl. Beta lebih suka Gamma.

Dengan wajah amat sangat terpaksa, Beta mematikan laptopnya. Dia berjalan menuruni tangga dan menemui Hana yang menunggunya di ruang keluarga.

"Kok lo masih pake baju tidur, sih?" marah Hana.

Beta meringis. "Sori, Han, gue nggak dateng. Titip kado aja, ya?" dia memberikan sekotak kado yang diambilnya sebelum menemui Hana.

Hana mendesah. "Gue pikir lo bercanda tadi. Kenapa, sih?"

"Gue lagi nggak enak badan," kilahnya.

"Gue tau, Sheryl sama Gamma, kan? Kenapa sih, Ta? Katanya udah move on," Hana mengamati wajah Beta yang berubah sedih. Entah kenapa, Hana selalu tahu apa pun tentang Beta. Termasuk yang disembunyikan cewek itu.

"Gue pikir juga gitu. Tapi pas ngobrol sama Gamma, ternyata gue belom sepenuhnya move on. Udah, lo berangkat sana. Nanti telat," Beta tidak bermaksud mengusir Hana dari rumahnya. Dia memang tidak mau Hana terlambat.

"Ya udah, deh. Kalo lo butuh temen curhat, hubungi gue. Ponsel gue selalu on buat lo."

"Thanks," Beta tersenyum. Inilah keuntungan memiliki sahabat. Dia selalu bisa diandalkan, kapan pun dibutuhkan. Beta beruntung bisa bertemu Hana sebagai pengganti Gamma yang bisa mendengarkan segala keluh kesahnya selama dua tahun ini. Tapi tetap saja, tidak ada yang seperti Gamma.

Hana melambaikan tangannya, lalu berbalik. Tapi sebelum itu, dia menyalami Mama Beta dan berpamitan pada Alfa.

Keinginan Beta untuk melanjutkan kegiatan menontonnya harus ditunda. Dia haus. Biasanya, Beta akan minum susu cokelat sebelum tidur. Dan sekarang, dia menginginkannya.

Beta berjalan menuju lemari pendingin yang ada di dapur. Tidak beberapa lama dia mendesah karena susu cokelatnya telah habis. Beta langsung menuju Mamanya yang sedang duduk di sofa sambil nonton televisi.

"Ma, minta duit buat beli susu," Beta memelas dengan tangan yang menengadah.

"Maafin aja, Mbak," canda Julia.

"Ih, Mama," rengek Beta.

Julia hanya terkekeh melihat anak bungsunya yang mirip anak kecil. Meski usia Beta sudah enam belas tahun, tapi kelakuannya masih seperti anak kecil. Devinisi anak kecil di sini berarti menggemaskan, bukan dalam artian negatif. Ditambah wajah Beta yang memang belum pantas disebut anak SMA.

BETA & GAMMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang