Beta kembali ke dalam kelas yang sudah mirip seperti bioskop dadakan. Tumpukan kursi di atas meja yang dibuat seperti tribun, bungkusan cemilan di mana-mana, serta jejeran kursi yang dibuat seperti tempat tidur. Bahkan, ketua kelasnya saja tidak peduli, dia malah ikut nonton.
Tidak lama, Jaka yang duduk di kursi paling depan tiba-tiba berteriak, membuat semua yang nonton ikut berteriak. Cowok itu lalu tertawa.
"Tolol, idiot, kampung," maki Susan.
"Sumpah, muka lo kocak banget," Jaka masih terus tertawa.
"Tan, Tan, bangun," Libra berusaha membangunkan Tania yang tertidur di kursi.
"Apaan, sih, Lib?" Cewek itu mendengus, merasa terganggu.
"Bangun, Tan, katanya lo mau tidur," kekehnya.
"Idiot, nggak jelas," Tania memukul mejanya keras. Libra mengganggunya tidur hanya karena hal tolol begini? Lucu!
Beta mendengus karena kursinya sudah entah berada di mana, sementara tasnya tergeletak di lantai. Suasana kelasnya memang tenang, tapi sumpah mirip tempat sampah. Nanti giliran pulang, pada pulang aja. Yang piket? Tidak usah ditanya. Mereka pasti udah kabur duluan.
Mereka yang sedang sibuk nonton tidak tahu kalau sejak tadi ada orang yang sibuk mengambil pulpen nganggur di atas meja. Nanti pas pulpennya tidak ada, marah-marah sendiri.
Beta tidak tahu dia harus duduk di mana, jadi cewek itu berjalan mendekati Ari yang sedang dalam pose seperti putri duyung terdampar. "Ri, geser dong," katanya.
"Ah, Beta ganggu aja," Ari mengubah posisinya menjadi duduk.
Tepat setelah Beta duduk, Gamma masuk ke dalam kelasnya. Pasti nyari Sheryl.
"Wuiiihhh ada Ketos baru, nih," ledek Ari.
Gamma hanya tertawa. Dia sempat melirik Beta yang sedang fokus pada layar besar di depannya. Padahal, Gamma tidak tahu saja kalau fokus Beta sedang ke cowok itu.
"Nggak ada guru, Gam?" tanya Jaka.
"Ada. Tadi gue abis dari toilet, jadi mampir bentar karena kelas lo lagi nggak ada guru," jelas Gamma.
Beta mendengus. Ari yang mendengarnya menoleh. "Kenapa?"
"Apanya?" Beta bertanya balik karena merasa bingung.
"Lupain aja," Ari mengibaskan tangannya tidak peduli.
Sementara Gamma, dia sudah menuju tempat duduk Sheryl saat ini yang berada di atas meja. "Kamu nggak diomelin ke sini?"
Gamma menggeleng. "Bu Tuti nggak tau kok," katanya sambil tersenyum.
Beta mau muntah.
"Udah belom laptopnya? Gue mau maen PS," kemunculan Farhan tiba-tiba membuat yang sedang nonton mendengus.
"Pelit banget lo, besok nggak usah sekolah di sini. Sono lo pindah," ancam Susan.
"Yaahhh," Farhan memilih mengalah. Dia tau risiko melawan keinginan orang-orang di kelas ini. Bisa dipalak sekelas, atau yang lebih parah tidak diajak kerjasama lagi saat ujian.
Di kelas ini, ada dua orang yang selalu jadi sasaran empuk. Biasanya bakal dibaik-baikin kalau ada maunya. Kalau tidak ada maunya ya nggak bakal ditemenin. Dan anehnya, dua orang itu tidak pernah melawan. Ya, kalau melawan bisa lebih parah lagi. Tapi, di sini tidak pernah main kekerasan fisik atau mental. Hanya disindir, dan yang disindir menganggap candaan. Begitulah...
"Ri, minta data anak-anak kelas lo, dong," tiba-tiba saja Gamma sudah berada di samping Ari, di dekat Beta.
"Buat apa?" tanya Ari.
KAMU SEDANG MEMBACA
BETA & GAMMA
Teen FictionIni tentang keberanian Gamma, dan Beta yang selalu melindunginya. Cover by @jacalloui Copyright©2016, by Oolitewriter