Kenneth menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa begitu sampai di ruang keluarga di apartemen Barra, begitu pun Degan. Keduanya sama-sama terlihat lelah karena tidak tidur semalaman.
Degan menghembuskan napas lewat mulutnya. "Jadi, apa alasan lo minum kali ini?"
Hening selama dua puluh detik. Degan masih menunggu, jawaban seperti apa yang akan dilontarkan Aksa kali ini. Cowok itu memang sering minum karena Ayahnya yang seolah mengekangnya dengan segala hal. Tidak boleh ini, tidak boleh itu. Degan hanya ingin tahu, apa kali ini masih alasan yang sama seperti terakhir kali minum dua minggu yang lalu.
"Gue dijodohin," ujar Aksa dua puluh detik kemudian. Kedua sikunya bertopang pada kedua lututnya, jemarinya meremas rambutnya karena merasa pusing.
"Sama Omega," lanjut Barra begitu menyadari bahwa Aksa enggan melanjutkan kalimatnya.
Degan dan Kenneth terperangah, keduanya menampakkan wajah terkejut yang sama. Kenneth mengusap wajahnya yang kelelahan, matanya mulai mengantuk. "Sa, lo butuh istirahat. Biar kita pikirin solusinya gimana, tapi nanti."
Aksa menggeleng. "Ayah gue bukan orang yang mudah mengalah gitu aja. Kita punya seratus cara buat gagalin perjodohan ini, tapi Ayah gue punya seribu satu cara buat melanjutkan perjodohan ini. Gue kenal banget Ayah gue itu kayak gimana," ujarnya lemah.
Degan mematung di tempatnya duduk, matanya memerhatikan Aksa yang masih menunduk, meremas rambutnya ringan dengan jemari tangannya sendiri. "Gue rasa, Gamma juga punya penjelasan kenapa dia minum. Kita tunggu dia sadar," ujarnya tegas.
Selanjutnya, yang dilakukan semua orang di ruangan itu hanya diam, tetap dengan kesadaran masing-masing. Saling merenungi dan menyelami masalah yang ada. Berusaha mencari titik lemah, yang masih belum ditemukan meski sudah tujuh tahun berlalu. Ayah Aksa, entah kenapa mereka harus membuat pria paruh baya itu menyerah. Menyerah dan tidak lagi berkuasa atas segala sesuatu.
---
Beta membukakan pintu rumahnya begitu ada seseorang yang memencet bel. Dia masih mengenakan piyama yang sama seperti yang dipakainya malam tadi. Langkahnya terkesan terburu-buru agar sampai di depan pintu.
Pintu terbuka, menampilkan sosok Lantanio yang terlihat segar dan tampan dengan kaos hitam lengan panjang serta celana jeans yang warnanya mulai pudar. Cowok itu tersenyum pada Beta. "Hai," ujarnya. Lima detik setelahnya, dia mengernyit. "Belom mandi?"
Beta berdehem sebentar. Dia merasa tidak enak ingin menyampaikan ini. Tapi, dia juga tidak mungkin meninggalkan Omega yang sedang berada dalam masalah sendirian. Cewek itu butuh seseorang sebagai tempat bersandarnya. Kalau dia pergi, Omega akan sendirian. Gamma juga belum kembali sejak pergi dari rumahnya pukul dua dini hari.
"Maaf, Lan, kayaknya gue nggak bisa pergi hari ini," ujarnya tidak enak.
Dalam hatinya, ada perasaan kecewa yang jelas tidak bisa dilihat oleh Beta dari luar. Lantanio juga menunjukkan ekspresi biasanya dengan cerdik. "Kenapa?"
"Ini di luar dugaan gue. Ada masalah dan gue....... nggak bisa cerita," Beta meringis. "Sori, ya."
Lantanio mengangguk. Dia sudah terlalu membayangkan sesuatu yang berlebihan untuk hari ini, namun yang terjadi adalah sebaliknya. Dia berharap terlalu jauh, hingga penolakan membuatnya berakhir kecewa. "Iya, nggak apa-apa."
KAMU SEDANG MEMBACA
BETA & GAMMA
Teen FictionIni tentang keberanian Gamma, dan Beta yang selalu melindunginya. Cover by @jacalloui Copyright©2016, by Oolitewriter