Jam sudah menunjukkan pukul lima subuh begitu alarm dari ponsel Kenneth berbunyi. Gamma yang tidur di atas sofa berselimut denim jacket miliknya langsung melempar bantal sofa yang tadi menyangga kepalanya asal.
"Hp siapa itu woy!" teriaknya kesal.
Namun, semua orang yang ada di ruangan itu tak kunjung bangun.
Suasana ruang tamu apartemen Barra begitu berantakan. Botol bekas minuman kaleng semalam tergeletak asal bersama plastik bekas cemilan. Kotak pizza semalam juga dalam keadaan terbalik di atas meja, menyebabkan saus yang di dalamnya mengotori meja ruang tamu.
"Anjing, hp siapa sih itu!" Kali ini teriakan Degan yang terdengar. Cowok itu tidur di atas karpet, bersama Kenneth dan Aksa. Tubuhnya berselimut jaket yang warnanya sudah hampir pudar. "Berisik tai!"
Setelah semalaman mereka berpesta hanya dengan beberapa bungkus makanan ringan, dua kotak pizza, serta lima minuman kaleng, kelimanya baru bisa tidur saat jarum jam sudah menunjukkan pukul tiga dini hari. Alarm dari ponsel Kenneth tentu saja amat mengganggu karena mereka baru tertidur dua jam. Dan tentunya, mereka tidak akan berangkat ke sekolah hari ini.
Alasan kalau Gamma membawa seragam sekolah dan buku-bukunya tentu saja bohong. Itu dilakukannya agar dia bisa menginap di apartemen Barra dan menghabiskan waktu bersama teman-temannya hingga pagi. Sebenarnya, isi dalam tas Gamma itu hanya makanan dan baju gantinya, bukan seragam sekolah dan buku.
Sepuluh menit setelah alarm ponsel berhenti, bunyi itu kembali terdengar. Membuat semua penghuni dalam ruangan itu bangun secara bersamaan.
"Astagfirulloh," ujar Barra menahan kesal. "Matiin nggak tuh hp!" titahnya entah pada siapa.
"Sori, sori," Kenneth meraih ponselnya yang berada di atas meja. Dia lantas segera mematikan ponselnya, sebelum semua orang-orang yang ada di ruangan ini memutilasinya dengan kejam.
Sedetik setelah bunyi itu tidak terdengar, dan mungkin tidak akan terdengar lagi, kelimanya kembali berbaring, bermaksud melanjutkan tidur.
Tapi sepertinya, kelanjutan mimpi indah mereka harus tertunda saat dering ponsel Barra terdengar, tanda bahwa ada seseorang yang menghubunginya.
"Ah!" ujar mereka secara bersamaan. Kelimanya bangun kembali dengan kekesalan yang lebih besar dari sebelumnya.
"Matiin nggak tuh hp!" teriak Degan.
Begitu membaca nama si pemanggil, Barra langsung menutup mulut Degan dengan telapak tangannya. "Sssttt, Ayah gue telepon."
"Pagi-pagi begini?" ujar Gamma tidak percaya.
"Diem." Barra secepat mungkin menggeser tombol hijau dari layar ponselnya. "Ya, Yah?"
Entah apa yang dibicarakan Barra dengan Ayahnya, mereka tidak peduli. Keempatnya kembali berbaring, lalu menutup mata. Tapi, sepuluh detik kemudian, Barra memukul-mukul Gamma dan teman-temannya agar mereka bangun.
"Bangun, woy! Ayah gue mau ke sini. Tidur di tempat lain sono."
"Astagfirulloh ya Allah," Gamma berteriak frustasi. "Ayah lo aja suruh ke tempat lain."
"Cepetan bangun. Kalian semua, keluar dari apartemen gue."
---
Hari jumat itu, saatnya wajah-wajah bahagia terlihat di SMA Tesla. Mungkin karena besok hari sabtu dan sebentar lagi weekend, jadi mereka bahagia luar biasa. Tidak terkecuali Beta. Dia senang sekali karena besok akan menghadiri seminar kedokteran bersama Lantanio. Tidak, sebenarnya dia senang hanya karena seminar kedokteran itu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
BETA & GAMMA
Teen FictionIni tentang keberanian Gamma, dan Beta yang selalu melindunginya. Cover by @jacalloui Copyright©2016, by Oolitewriter