BAB 25

8.1K 782 27
                                    

Beta diam selama lima detik. Membiarkan tangan besar Gamma menggenggam tangan kecilnya dengan erat. Cowok itu tersenyum, membuat sebagian hatinya meledak karena senang. Getaran pada tubuhnya bahkan sudah berkurang hingga lama-kelamaan berhenti.

"Nah, udah nggak gemeteran lagi, kan?"

Beta menggeleng. Sedikit tidak rela saat Gamma melepaskan genggamannya. Padahal, Beta tadi ingin menahan tangan Gamma agar terus seperti tadi. Tapi, sadar karena hal itu pasti sangat memalukan untuknya, jadi dia membiarkan tangan Gamma menjauh.

Gamma mengulurkan tangannya pada Beta setelah tubuh cowok itu berdiri sempurna. Dia bermaksud membantu Beta bangkit dari atas trotoar, karena sejak tadi mereka menjadi tontonan gratis para pedagang kaki lima, pejalan kaki, juga orang-orang yang menaiki kendaraan.

Beta menerima uluran tangan Gamma, kemudian bangkit. Dia menepuk bagian belakangnya berkali-kali karena kotor setelah duduk di atas trotoar yang setengah basah. "Gamma tadi beneran pulang?"

Gamma mengangguk. Dengan bangga dia menunjukkan tas besar, tempat semua kebutuhannya selama jauh dari rumah. Dia juga menunjukkan denim jacket berwarna hitamnya yang menutupi baju putihnya di cuaca yang dingin ini. "Mama kasih ini."

"Sombong. Dasar, tukang pamer."

Cowok itu terkekeh bersama Beta di pinggir jalan. Kemudian, tanpa diduga sekali pun, Gamma melepaskan denim jacket-nya, lalu memakaikannya di tubuh Beta setelah dia melepas tas punggung cewek itu. "Dingin."

Pada kenyataannya, Beta hampir saja jatuh terduduk lagi jika saja Gamma tidak menahan bahunya saat ini. Dia merasa ada yang aneh pada diri Gamma. Tepatnya setelah....... setelah insiden pagi tadi. Atau mungkin setelah Gamma putus dari Sheryl? Entahlah. Dia hanya merasa Gamma yang selalu ada untuknya telah kembali. Tanpa sadar, Beta tersenyum. "Nanti Gamma yang kedinginan."

"Gamma cowok, jadi kuat," ujarnya sambil memperlihatkan otot bisepnya yang belum terbentuk sekali.

Beta mendengus. "Jadi maksudnya, cewek lemah gitu? Beta lemah?"

Gamma hanya menggelengkan kepalanya sebagai respons melihat Beta yang merajuk seperti ini. Dia kemudian membenarkan syal yang melingkar pada leher Beta. Syal maroon yang tadi digunakan cewek itu sebagai tameng untuk menutupi wajahnya di sekolah. "Udah, nggak usah ngambek. Gimana kalo kita makan?"

Beta secepat mungkin menyingkirkan tangan Gamma di atas bahunya. "Enggak, enggak. Beta nggak punya duit buat makan berdua."

"Gamma yang traktir. Kita makan di restoran mahal. Gimana?"

Cewek itu mengernyit hingga timbul beberapa garis di dahinya. "Emang punya duit?"

"Udah, nggak usah banyak nanya. Malam ini kita makan enak," ujar Gamma kemudian merangkul Beta. Dia menarik kepala cewek itu dari samping hingga tepat berada di depan dadanya, kemudian keduanya jalan menyusuri trotoar untuk sampai di halte bus depan sekolah. Sesuai janji Gamma, mereka akan makan enak di restoran mahal malam ini.

---

Konferensi pers hari ini dilaksanakan di ballroom hotel Ritz, tempat yang sebelumnya dijadikan sebagai tempat makan malam politik.

Seluruh wartawan dari stasiun televisi, majalah, surat kabar dan media internet sudah duduk dan siap dengan kamera serta alat rekam masing-masing. Sudah ada lima kursi putih berjejer di depan sana, didampingi satu meja panjang berwarna senada. Para wartawan itu sudah siap jika saja yang mereka nantikan datang dan duduk di depan sana.

Konferensi pers ini dilaksanakan Gio guna mematahkan perkataan Gamma tentangnya kemarin malam. Juga memperbaiki nama baik putranya setelah pagi tadi muncul berita yang kurang enak didengar olehnya.

BETA & GAMMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang