Jakarta, 7 Maret 2029
Dear, Gamma
Hai, apa kabar? Mungkin ini adalah email ke-seribu yang Beta kirim tanpa balasan.
Ini sudah tahun ke-empat belas, tapi Gamma belum juga kembali. Dan, sudah tahun ke-lima Gamma menghilang tanpa kabar. Apa ini artinya........ penantian Beta sudah selesai?
Minggu lalu, Beta mendapat lamaran dari seseorang, Papa dan Mama juga bilang kalau sudah saatnya Beta menikah. Tapi, Beta belum bisa. Saat mereka bertanya, untuk siapa Beta menunggu? Beta menjawab 'tidak tahu'. Karena memang Gamma seolah memberitahu kalau penantian ini sudah berakhir, namun Beta belum mau melakukannya.
Tapi, sampai kapan Beta harus melakukan ini? Beta iri melihat Tania yang baru saja menikah tahun lalu, Susan yang akan segera melahirkan tiga bulan lagi, atau Hana yang baru saja melahirkan anak keduanya minggu lalu.
Gamma, Beta nggak mungkin menolak lamarannya lagi untuk kali ini. Mungkin semuanya memang sudah berakhir. Gamma tidak mungkin pulang. Ini sudah terlalu lama.
---
"Dokter Beta," panggil seseorang berpakaian serba putih sambil terus mengguncang tubuh Beta yang berbaring di atas ranjang bertingkat khusus untuk dokter-dokter yang bertugas malam.
Tapi, sepertinya Beta tidak memberi respons sama sekali. Wanita itu tetap pada posisinya dengan satu tangan di atas kepala serta kedua kakinya yang membuka.
Suster Ani mendengus. "Dokter," panggilnya lagi, kali ini dengan suara lebih keras. "Dokter Beta, kebakaran, ada kebakaran."
Beta terlonjak kaget. Dia lantas bangkit dari tidurnya dengan tiba-tiba hingga kepalanya terantuk bagian bawah ranjang yang berada di atasnya. Wanita itu berteriak kesakitan sambil mengusap dahinya yang mungkin saja sudah memerah. "Ani," katanya galak. "Apa begini cara kamu membangunkan orang yang sedang tidur?"
Suster Ani mendengus melihat Beta yang masih menutup mata meski sudah dalam posisi duduk. Dia tahu betul bagaimana gilanya Beta dalam bekerja. Jadi, wajar kalau Beta akan sangat sulit dibangunkan jika sudah tertidur. Bisa dibilang waktu tidurnya sangat sedikit. Karena Beta menggunakan setiap waktunya untuk semua pasien di sini. Dia bahkan lebih mementingkan kesehatan pasien dibandingkan dengan kesehatannya sendiri. Lihat saja betapa kurusnya Beta saat ini. Pipinya bahkan lebih tirus jika dibandingkan dengan lima tahun lalu, tepatnya sebelum Beta benar-benar menjadi dokter di rumah sakit ini.
"Tunangan dokter udah nunggu di lobi, tuh," beritahu Suster Ani.
"Ha?" sepertinya Beta masih belum fokus.
Suster Ani lantas menggelengkan kepalanya. "Dokter, ih, melek dulu," wanita itu membuka mata Beta dengan ibu jari dan jari telunjuknya. "Dokter, wake up," ujarnya sambil menepuk pipi kiri dan kanan Beta secara bergantian.
"Suster Ani, gue tidur baru dua jam. Catet, dua jam!" Beta mendesah frustrasi.
"Ya, makanya pulang sana, lanjut tidur di rumah. Itu, si Mas Ganteng udah jemput," Ani menarik kedua tangan Beta, memaksa sahabatnya itu untuk bangkit.
Mendengar Ani menyebut tunangannya dengan sapaan 'Mas Ganteng' lantas berhasil membuat kedua matanya membuka sempurna. "Galih udah jemput?"
"Iya."
Kini, Suster Ani tidak perlu lagi menarik Beta untuk keluar dari kamar khusus. Wanita itu dengan cepat berlari meninggalkannya, membuatnya mendengus kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
BETA & GAMMA
Teen FictionIni tentang keberanian Gamma, dan Beta yang selalu melindunginya. Cover by @jacalloui Copyright©2016, by Oolitewriter