"Hai, Gamma," sapa Tania begitu Gamma sudah duduk di antara mereka.
"Hai."
"Gam, bayarin-"
Belum sempat Hana menyelesaikan kalimatnya, Beta sudah lebih dulu membekap bibir sahabatnya itu, sehingga Hana hanya bisa bergumam kencang.
"Eh, lanjut belajar lagi," ujar Beta.
Tania dan Ika hanya mengangguk saja, lalu kembali menulis. Setelah dirasa Hana sudah cukup tenang, Beta menjauhkan tangannya dari bibir cewek itu. Mereka kembali berkutat pada tugas kelompok, dengan Gamma yang terkadang membantu. Karena memang materi matematika mereka sama, jadi apa salahnya Gamma meringankan beban mereka. Kebetulan juga Gamma mengerti dengan materi itu. Belajar kelompok mereka diselingi canda tawa, umpatan-umpatan Tania karena Hana yang meledeknya, serta nasehat Ika saat Tania melontarkan kata-kata berbau kasar.
Karena kerja kelompok belum selesai juga, mereka memutuskan untuk menunaikkan ibadah salat maghrib di ruang kecil yang disediakan di rumah makan cepat saji. Setelah itu, mereka kembali ke rumah masing-masing tepat pukul tujuh.
---
Beta langsung menghempaskan tubuhnya di sofa ruang keluarga begitu sampai. Tangannya memijat-mijat kepalanya pelan yang mulai teras pusing. Hari ini benar-benar melelahkan.
Dia memaksakan tubuhnya bangkit untuk menuangkan segelas susu ke dalam gelas untuk dirinya sendiri.
"Beta mau Mama panggilin tukang urut? Capek banget kayaknya," saran Mama Beta.
"Nggak usah, Beta mau langsung tidur aja," ujarnya. Beta meregangkan tangannya sambil melenguh keras. Dia juga menelengkan kepalanya ke kanan dan ke kiri bergantian secara berulang-ulang.
"Salat isya' dulu," Mama Beta berteriak begitu anaknya sudah mulai menaiki tangga.
"Iyo."
Beta menutup pintu kamarnya. Dia mandi sebentar, lalu mengambil air wudhu untuk melaksanakan salat isya'. Setelah itu, dia berbaring di atas tempat tidurnya sambil menatap langit-langit.
"Berat banget ya kalo mau jadi orang sukses. Pergi pagi, pulang jam segini. Terus, besok berangkat pagi lagi," ujarnya lalu menghela napas. "Untung gue tahan banting. Tapi, pegel juga sih."
Saat sedang nikmat-nikmatnya berbaring, Beta mendapati setitik cahaya dari balkon di kamarnya. Dia menoleh, lalu perlahan menghampiri karena penasaran. Cewek itu menyibakkan gorden, lalu memandang lurus ke depan.
Di depannya, sudah ada Gamma yang melambaikan tangan sambil memegang lampu senter. Beta membalasnya dengan tersenyum. Tidak lama, ponselnya yang berada di atas nakas berdering.
Beta tersenyum saat nama Gamma sudah terpampang indah di layar ponselnya. "Hallo, Jakarta sudah menjelang malam. Ada yang bisa dibantu?"
Gamma terkekeh di seberang sana. "Capek, ya?"
Beta mengangguk. "Hm."
"Padahal, Gamma udah siapin bahan-bahan buat masak loh."
Beta jadi merasa bersalah. Seharusnya, sejak awal saja dia mengatakan kalau tidak bisa belajar masak hari ini. Tapi, dia terlalu yakin bisa membagi waktunya antara tugas sekolah dengan belajar memasak. "Maaf, ya."
"No problem."
Hening cukup lama. Beta tidak tahu harus membahas apa lagi, begitu pun Gamma. Keduanya sama-sama canggung. Padahal, biasanya Beta selalu menyampaikan candaan-candaannya yang menurut Gamma receh, tapi cowok itu tertawa juga. Tapi, sekarang rasanya beda. Beta takut salah bicara dan membuat suasana semakin canggung.
KAMU SEDANG MEMBACA
BETA & GAMMA
Teen FictionIni tentang keberanian Gamma, dan Beta yang selalu melindunginya. Cover by @jacalloui Copyright©2016, by Oolitewriter