BAB 22

7.9K 839 29
                                    

Beta bangun begitu jarum jam sudah menunjukkan pukul satu siang. Dia bangkit, menapakkan kakinya pada lantai, sebelum akhirnya kembali jatuh tertidur karena merasa pusing. Selain itu, dia juga merasa tubuhnya tidak sehat.

Diremasnya rambutnya sendiri, kemudian berusaha bangkit kembali. Meski lantai yang dipijakinya seolah berputar, Beta memaksakan diri keluar kamar. Dia haus.

Langkahnya membawanya menuruni tangga, lalu berjalan ke arah dapur. Dia mengambil gelas dari tempatnya, kemudian menuangkan air dingin dari lemari pendingin. Beta itu tidak bisa lepas dari es, beneran. Sehari tidak minum air es seperti hidup di gurun pasir tanpa sumber air. Rasanya beda dengan minum air biasa. Selain itu, kalau bukan karena sekolah, mungkin Beta akan selalu minum air es setiap hari.

"Belom mandi, ya, Ta?" Alfa bertanya begitu sampai di dapur. Dia melihat Beta yang sedang meremas rambutnya kembali sambil merintih kesakitan. "Kenapa?"

"Pusing," keluhnya.

Alfa melangkah mendekati Beta. Dia kemudian menyentuh kening cewek itu. "Panas," katanya. "Beta pasti begadang, ya?"

"Iya," akunya.

"Pola hidup Beta tuh nggak sehat banget."

"Tapi Beta nggak penyakitan. Buktinya, Beta makan nasi sama kangkung basi biasa aja. Terus, Beta makan ayam belom digoreng, biasa aja."

Alfa mendengus. "Itu mah, lo yang bego. Nggak pernah bisa bedain makanan basi sama bukan, mateng apa belom, kurang garem atau pas. Makanya, semua makanan lo telen. Nggak peduli itu enak atau nggak." Cowok itu menggunakan sapaan lo-gue begitu tidak ada orangtua keduanya di antara mereka.

"Dih, bodo amat."

"Gue heran, lidah sama perut lo itu terbuat dari apa," Alfa menggelengkan kepalanya. "Udah, jangan banyak ngomong. Sana ke kamar, istirahat. Biar gue bawain makanan sama obat ke kamar lo. Itu kalo lo belom mau mati."

Beta dengan sigap langsung memukul punggung Alfa menggunakan kepalan tangannya. "Maaf, maaf aja, ya. Yang mati lo duluan, baru gue."

"Udah ngomongnya?"

Cewek itu menghembuskan napasnya keras-keras, lalu menghentakkan kakinya tanda kesal. Selalu saja, Alfa bisa membuat Beta tidak mampu membalas perkataan Abangnya itu. Dengan kesal, Beta berjalan menuju kamarnya dengan kaki yang menghentak-hentak. Sementara Alfa yang memerhatikan itu hanya mampu menggelengkan kepalanya.

---

Degan Orlando: Hai cabe2an kuh

Kenneth Larsson: Apa tuh?

Degan Orlando: Ambil Gamma di rumah gue dund. Nyusahin itu anak

Gamma Skelter: Ambil? Lo pikir gue apaan?

Degan menatap Gamma yang sedang duduk di sebelahnya sambil memegang ponsel. Televisi yang menyala dibiarkan begitu saja, karena keduanya sibuk dengan ponsel masing-masing.

"Kok lo bales chat di grup, sih?" tanya Degan kesal.

"Suka-suka gue, dong. Kenapa, sih? Kan gue baca. Nanti giliran gue baca doang dibilang sider."

"Sana, sana," Degan berusaha mendorong Gamma dengan kakinya. "Jauh-jauh."

Degan Orlando: Pliss bawa Gamma jauh2 dari rumah gue

Gamma Skelter: Jangan mau!

Aksa Wicaksono: Jangan bilang kalo lo berdua lagi duduk sebelahan

Gamma Skelter: Wih, Aksa pinter. Padahal ga gue kasih tau

Aksa Wicaksono: Bodohnya! Idiot

BETA & GAMMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang