"Gamma buruan, nanti Pak Juki dateng!" Beta berseru.
Gamma yang masih menggunakan baju putih-birunya sedang berusaha menggapai mangga yang sedikit jauh dari jangkauannya.
"Ayo dong, Gamma."
Gamma berdecak karena suara Beta justru membuatnya tidak fokus. "Sabar, Beta."
"Eh, kalian maling mangga saya lagi ya?!" Pak Juki berseru begitu melihat pohon mangganya dalam bahaya. Pria paruh baya itu lantas mengambil sapu ijuk yang ada di teras rumahnya, lalu berjalan mendekati Beta dan Gamma.
"Gamma, cepetan!"
"Dapet," cowok itu segera meloncat dari atas pohon. Sedetik kemudian, menarik tangan Beta dan membawa cewek itu kabur bersamanya.
---
Beta melepas penatnya setelah pulang sekolah. Cewek itu menghempaskan tubuhnya pada sofa di ruang keluarga. Perutnya sudah tidak perih lagi setelah beberapa jam tertidur.
"Kak Beta!"
Beta tersentak begitu tubuh seseorang langsung menerjangnya di sofa. Cewek itu sudah hafal siapa dia. Beta menghela napas. "Mega, Kak Beta capek."
Omega, cewek berusia lima belas tahun itu mendengus sebal. "Mega nungguin Kak Beta dari tadi. Lama banget pulangnya."
"Yakin nyari Kak Beta? Bukan nyari Bang Alfa?" Beta menyindir.
Sementara Omega terkekeh. "Tapi, kali ini Mega nyari Kak Beta. Kak Beta, Mega punya film horor recomended."
Beta mengibaskan tangannya. "Kak Beta nggak mau nonton film horor lagi."
Litia Omega atau biasa dipanggil Mega adalah adik dari Gamma. Meski Beta dan Gamma sudah tidak dekat lagi, tapi Mega masih sering berkunjung ke rumah Beta. Alasannya ingin diajari Alfa. Padahal, Gamma pun sebenarnya bisa mengajari Mega. Tapi memang dasar Mega, apa pun bisa jadi alasannya agar bisa dekat dengan Alfa.
Omega mendecak kesal. "Padahal ini seru banget. Judul filmnya Train to Busan. Mega aja sampe nangis."
"Sedih banget, nonton film horor aja sampe nangis," Beta terkekeh.
"Ih, Kak Beta!" Omega memukul lengan Beta, merasa kesal karena pembicaraannya tidak ditanggapi dengan serius. "Mega kesepian tau. Bang Gamma keluar mulu sama pacarnya."
Alam bawah sadar Beta sudah terbiasa bereaksi begitu mendengar nama Gamma disebut. Tubuhnya yang tadi bersandar pada punggung sofa kini berubah tegap.
"Siapa tuh namanya? Oh iya, Kak Sheryl. Mega nggak suka sama dia. Ngajak Bang Gamma jalan mulu."
Beta mendesah. Ternyata selain dirinya, Omega juga merindukan Gamma. Cowok itu memang sudah bukan dirinya sendiri lagi. "Udah, Kak Beta mau tidur," cewek itu beranjak dari duduknya. Tidak memedulikan Omega yang terus mengeluarkan sumpah serapah untuknya. Beta masuk ke dalam kamarnya sambil membanting pintu. Dia lelah, dan butuh istirahat.
---
Selama kurang lebih tiga puluh menit Beta tertidur, akhirnya cewek itu membuka mata karena suara bising yang berasal dari bawah. Suara hentakan musik dan orang menyanyi benar-benar mengganggu tidur nyenyaknya. "Bang Alfa!"
Sebenarnya, percuma juga Beta berteriak memanggil Abangnya. Suaranya pasti akan teredam oleh musik itu. Terpaksa Beta bangkit, membereskan tempat tidurnya, lalu berjalan keluar.
Dilihatnya Alfa yang sedang bernyanyi sambil joget-joget tidak jelas, bersama Omega di sampingnya. "Berisik!"
Di rumahnya memang tidak ada orangtuanya saat ini. Mama Beta sedang pergi reunian dengan teman-teman SMA-nya, dan Papa Beta sedang bekerja. Sementara Beta hanya memiliki Alfa sebagai saudara kandung.
KAMU SEDANG MEMBACA
BETA & GAMMA
Teen FictionIni tentang keberanian Gamma, dan Beta yang selalu melindunginya. Cover by @jacalloui Copyright©2016, by Oolitewriter