Gamma kembali ke rumah tepat pukul dua dini hari. Pakaian yang dikenakannya masih sama seperti yang dipakainya di rumah makan cepat saji enam jam yang lalu. Semua lampu di dalam rumahnya dalam keadaan mati. Dia berjalan pelan, menyusuri setiap langkah menuju ke kamarnya. Namun, saat akan menekan knop pintu, sebuah suara membuatnya menoleh.
"Gamma,"
Gamma berbalik, matanya menangkap bayangan Papanya di dalam ruangan yang remang. Matanya menyipit. "Ya?"
"Kamu ke mana seharian nggak pulang?" tanya Gio.
"Papa belom tidur?" Gamma balik bertanya, tidak menghiraukan pertanyaan dari Gio.
Gio menghela napas. Pria itu melangkah maju, mendekati Gamma. Tangannya terangkat ke atas, menepuk bahu Gamma sebanyak tiga kali. "Istirahat," ujarnya kemudian berbalik, melangkah menjauhi kamar putranya.
Gamma berdehem sebentar, membasahi tenggorokannya yang mendadak kering. "Pa,"
"Ya?"
"Apa ini........ udah bener?"
Gio mengernyit, menatap anak sulungnya tidak mengerti. "Maksudnya?"
"Memanfaatkan Omega untuk kepentingan Papa sendiri?"
Tubuh pria pria itu memaku, tangannya mengepal erat hingga kuku-kukunya menancap pada kulit. Terasa perih, namun tidak membuatnya berteriak kesakitan, atau melepaskan kepalannya. "Istirahat," ucapnya sekali lagi. Kali ini, Gio berjalan hingga menghilang di balik pintu kamarnya, tanpa menghiraukan Gamma yang masih memaku di tempatnya berdiri.
---
Hari senin itu waktunya melihat murid-murid SMA Tesla yang berwajah kurang semangat. Mungkin karena harus kembali beraktivitas setelah libur dua hari. Dua hari yang sebenarnya tidak terasa, tiba-tiba sudah hari senin. Seolah, semesta sudah mendedikasikan seluruh kegiatan murid SMA Tesla untuk dihabiskan di sekolah.
Di dalam kelas XI IPA-3, hanya terisi sepuluh kursi saat jarum jam sudah menunjukkan pukul tujuh kurang sepuluh menit. Kebanyakan anak-anak cowoknya nongkrong di warung samping sekolah atau bengkel hanya untuk merokok. Sarapan pagi mereka sebelum melaksanakan segala aktivitas di dalam sekolah.
"Ada yang mau sarapan, nggak?" teriak Herna begitu sampai. Dia sudah siap dengan sekotak bakpao dan cemilan yang ingin dijualnya hari ini.
Anak-anak yang memang kelaparan langsung menyerbu meja Herna, lengkap dengan uang mereka masing-masing. Tidak terkecuali Beta dan Hana. Mereka tidak sempat sarapan di rumah karena dikejar waktu.
"Turun, woy! Persiapan upacara," teriak Ari dari depan pintu.
"Bentar, isi perut dulu," balas Susan.
"Utang pulsa, yang belom bayar, kuy buruan bayar. Gue mau isi saldo," Atalia berkeliling kelas, menengadahkan tangannya dari meja ke meja sambil membawa buku kecil berisi daftar utang pulsa anak-anak di kelas ini.
"Ya Allah, gue lagi miskin," keluh Libra. "Nanti aja lah."
"Lo pikir gue emak lo apa. Bayar!" Atalia makin galak.
"Arisan, arisan. Minggu ini terakhir ya," ujar Tania begitu masuk. Dia sudah siap berkeliling meja anak-anak cewek untuk mengingatkan yang satu itu.
"Yang kredit baju, tolong ya dibayar," sindir Susan.
Di kelas ini, tagihannya banyak sekali. Utang pulsa, beli makanan, arisan, kredit baju, tas, sepatu, dan sejenisnya. Beta selalu terkena godaan dari teman-temannya kalau dia tidak kuat-kuatin iman. Alhamdulillah, sampai sekarang kredit sepatunya belum lunas-lunas meski sudah hampir sebulan.
KAMU SEDANG MEMBACA
BETA & GAMMA
Teen FictionIni tentang keberanian Gamma, dan Beta yang selalu melindunginya. Cover by @jacalloui Copyright©2016, by Oolitewriter