"Ra!"
"Oh, hey!" Rara tersenyum melihat Boy menyapanya. Rara yang baru saja turun dari motor Aga memutar tubuhnya. Dengan mata dibalik kaca helm yang tidak lepas dari Boy, Rara berusaha melepaskan helm. Boy yang melihatnya mengulurkan tangannya ketepat bawah helm. Melepaskan kaitan helm itu. Mengangkatnya sehingga terlepas dari kepala Rara. Rara merapikan rambutnya. Sedangkan Boy menyerahkan helm itu kepada Aga yang sedari tadi diam seperti penonton dadakan. Setelah menerima helm dari Boy, Aga segera menaruhnya dan melesat ke gedung sekolahan tanpa berkata-kata. Membuat Rara menatap punggung Aga dengan hati teriris. Temannya itu memang selalu seperti itu.
"Kenapa muka lo sedih gitu?"
Rara segera menggeleng. "Eh? Ngga kok. Haha.. Udah ke kelas yuk, Boy."
Rara berjalan beriringan dengan Boy. Saling berbicara dengan kekehan masing-masing dari mulut mereka. Boy memang bukan anak ter-'kaya' dan ter-'populer' seperti Aga. Tapi Boy juga memiliki peran penting dalam dunia ke-'cogan'-an SMA ini. Rara merasa nyaman dengan Boy. Laki-laki itu dengan tingkat humoris yang selalu membuat Rara tertawa membantu Rara sedikit demi sedikit menghilangkan rasa perihnya. Memang jika disekolah, Rara tidak 'terlalu dekat' dengan Aga. Mereka seperti saling menjaga jarak. Lagipula, Rara juga tidak ingin terlibat masalah dengan fans Aga. Membuatnya lebih banyak bersama Boy.
"Gue denger kemaren lo disusahin si Aga?"
Rara segera menghentikan langkahnya. Begitupula Boy.
"Lu nyusul dia ke warnet lagi." Rara tersenyum miris. Rara tidak bisa berbohong dengan situasinya yang selalu kelimpungan jika dekat dengan Aga. Beberapa kali Boy memang sudah memprotes tindakan guru kepada Rara yang menurut Boy memanfaatkan gadis itu.
"Perlu gue bilang keruang guru biar lo ngga ada sangkut-pautnya lagi sama si Aga?"
"Nggak usah, Boy. Gue ngga apa-apa."
Boy mengangguk. "Kalo lo mulai risih, lo bisa bilang ke gue. Anytime."
"Thanks."
Mereka berdua melanjutkan langkahnya ke kelas masing-masing. Ya, Rara dan Boy memang beda kelas. Dulu saat kelas X mereka pernah sekelas. Entah takdir apa kini yang membuat Rara berpisah dengan Boy dan sekelas dengan Aga.
Rara berjalan pelan ke arah kelasnya yang sudah rusuh seperti biasanya. Membuatnya memasang wajah datar tidak ingin ikut dengan keriuhan yang terjadi. Rara duduk dibangkunya dan mengelurkan novel yang semalam belum beres dia baca. Headset yang biasa ia bawa ia kenakan dikedua telinganya. Menghiraukan sumber suara berisik dari ujung kelas. Siapa lagi kalau bukan Darga dan kawan-kawan?
"Gila si Aga lagi ngedeketin si Wendy." Revo, salah satu sahabat Aga berkata dengan lantang. Membuat beberapa tatapan tajam menghujami mereka karena sudah ribut pagi-pagi. Sepertinya mereka menghiraukan tatapan-tatapan itu dan kembali berbicara.
"Lu pake jimat apaan sih? Cecan jadi mau sama elo mulu?" Angga, salah satu sahabat Aga yang lainnya berkata demikian. Membuat Rara mengencangkan volume music yang ia sedang dengarkan.
"Nggak. Secara, gue kan ganteng." Jawab Aga dengan nada sombong. Rara yang samar-samar mendengarnya hanya mendengus. Bagaimana bisa rasa percaya diri Aga selangit? Memang harus Rara akui, Aga memang tampan. Tapi jika tampan disertai kelakuannya itu, semakin menjadi nilai plus atau tidak?
KAMU SEDANG MEMBACA
RAGA [Completed✔]
Teen Fiction"Akankah bunga itu berubah menjadi merah?" Kehidupan Razita selalu dipenuhi dengan Darga. Cowok yang tadinya tingginya lebih pendek dari Razita. Nama panggilan Razita dari Darga adalah Rara. Dan nama panggilan Darga dari Razita adalah Aga. J...