"Ra. Nyontek atuh pas ulangan matematika. Plis?"Angga memandang kearah Rara dengan tatapan memohonnya. Disebelah Angga juga terdapat Revo yang menunjukan ekspresi yang sama. Rara menatap mereka dengan datar.
"Sekalinya nggak, ya nggak." Kata Rara mulai kesal. Angga dan Revo mengerucutkan mulut mereka. Lalu dari arah pintu, muncul Aga dengan wajah yang kusut seperti telah diomeli guru. Matanya sayu, rambutnya berantakan. Apalagi jika bukan masalah dirumahnya.
"Ga. Lu kenapa?" Kata Revo melihat kearah Aga. Cowok itu menatap Rara yang menunduk. Berusaha tidak melakukan kontak mata dengannya.
"Nggak apa-apa. Cuma masalah biasa dirumah."
Mulut Rara rasanya gatal sekali ingin ikut nimbrung. Tapi dia harus sadar posisi, Aga saja tidak pernah memberitahunya mengenai masalah dirumah cowok itu. Mau tidak mau, Rara harus bersikap seolah tidak tahu apapun.
"Kenapa lagi?" Kata Angga memancing Rara. Angga sengaja melakukannya. Apalagi dia melihat Aga yang tidak sedikitpun beranjak dari tempatnya. Tepat didepan meja Rara.
"Nyokap lu kenapa lagi?"
"Nggak." Kata Aga singkat lalu pergi. Rara yang mendengarnya hanya mengigit bibir bawahnya dengan pelan. Rara ingin mengucapkan semangat kepada cowok itu, tapi nyatanya hubungan mereka sudah renggang. Apa mereka harus baikan lagi? Dengan begitu Rara tidak usah gelisah?
"Ra. Ya, ya,ya???" Kata Revo mencairkan suasana. Rara berdecak. Akhirnya dia mengangguk. Membuat Revo dan Angga melompat senang.
"Makasih, Rara yang cantik." Dan pipi Rara rasanya panas.
"Ciee.. Merah pipinya. Gak apa-apa. Makin manis malah. Muah.." Kata Angga sambil mengedipkan sebelah matanya. Rara langsung menatap tajam cowok itu. Merasa risih dengan kelakuannya. Lalu Revo buru-buru menarik lengan Angga.
"Ra! Kertas kecil ya!"
Rara menghembuskan nafasnya pelan. Semoga dia tidak tertangkap.
Lalu tak lama, Bu Wendi masuk sambil membawa kertas foto kopian soal ulangan harian. Suasana kelas mendadak hening senyap. Dingin. Ada yang berdo'a, ada yang pasrah, ada yang panik, pokoknya berbagai macam ekspresi hadir disetiap wajah siswa kelas itu. Pasalnya pasti soalnya Cuma lima. Tapi anaknya itu loh, bikin kejang-kejang. Apalagi Bu Wendi terkenal dengan bentuk soal yang 'dijelasin apa yang keluar apa'. Seperti itu. Oh ya, dan galak jika mengawas saat ujian. Sampai namanya masuk kedalam black list siswa-siswi.
"Jangan ada hape dikolong. Jangan bawa contekan. Nilai kamu langsung saya kasih nol kalo ketauan mencontek. Gak ada remedial. Hanya boleh ada alat tulis saja diatas meja. Kertas coretan sudah ibu persiapkan."
Kelas semakin menegang. Bu Wendi membagikan soal dan kertas coretan.
"Kerjakan saja langsung di soalnya." Katanya tegas lalu berdiri didepan kelas.
"A-B-C-D-nya ditulis gak bu?"
"Ini soal essay. Kamu nggak bisa liat itu soalnya?" Angga langsung bungkam. Niat dia sih ingin mencairkan suasana. Eh, malah kena semprot.
"Darga, Angga, Revo. Kalau kalian kelihatan mencotek ibu kasih nol dirapot mau?" Ketiga sahabat itu langsung menggeleng. "Heran ibu, Sean mau temenan sama kalian."
"Ih. Ibu gak boleh gitu dong. Kan gak boleh pilih-pilih teman." Kata Revo singkat. Bu Wendi semakin menatap mereka bertiga tajam.
Bu Wendi melirik jam diatas papan tulis.
"Udah. Silahkan mulai."
Semua siswa dan siswi kelas itu langsung bergerak dengan cepat melihat dan menerawang hasil jawaban soal itu. Sudah dibilang, soalnya sih memang lima, tapi anaknya sampai huruf G. totalnya 35 soal dalam waktu dua jam pelajaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAGA [Completed✔]
Novela Juvenil"Akankah bunga itu berubah menjadi merah?" Kehidupan Razita selalu dipenuhi dengan Darga. Cowok yang tadinya tingginya lebih pendek dari Razita. Nama panggilan Razita dari Darga adalah Rara. Dan nama panggilan Darga dari Razita adalah Aga. J...