5 - No

12.5K 764 3
                                    


Reza duduk diam sambil menunggu orang yang dia ingin mintai penjelasannya. Menyesap minumannya dan melirik jam tangannya dengan kesal. Orang itu sudah terlambat hampir lima belas menit dan Rara sedang sendirian dirumah. Berhubung Ayah dan Bunda sedang keluar kota acara kantor.

TRIING!

Lonceng didepan pntu café berbunyi. Membuat Reza segera menatap sebal kearah laki-laki yang baru saja masuk itu. Terlihat nafas laki-laki itu yang tersengal-sengal. Padahal Reza tahu laki-laki itu membawa motor. Laki-laki berkaus hitam dengan celana biru tua itu datang menghampiri Reza yang siap meledak.

"Sorry, dek. Tadi gue udah nyampe rumah trus buru-buru balik lagi."

Reza masih menatap tajam laki-laki dihadapannya. Membuat laki-laki itu mengerenyitkan dahinya.

"Kenapa?"

"Langsung aja. Kenapa Kakak gue lo bikin down gitu?"

Aga membuka mulutnya namun tidak ada yang keluar. Membuatnya kembali menutup mulutnya.

"Lo kerepotan nganter kaka gue?"

"Nggak! Dia sendiri yang bilang nggak perlu gue anter-jemput lagi."

Reza membelalakan matanya. Tidak percaya dengan pernyataan yang keluar dari mulut Aga. Membuatnya berpikir lagi. Jika sudah sampai kakaknya berkata demikian, berarti kakanya memang benar-benar tidak enak hati dengan makhluk dihadapannya ini. Membuat Reza menyespa lagi minumannya.

"Kakak gue yang bilang langsung gitu?"

"Ya. Dan gue nggak tau alesan dia bilang gitu." Aga menunduk dan memainkan jemarinya. Matanya menatap kesekeliling café. Melihat keadaan café yang tenang. Tercium wangi coffee. Lalu matanya kembali menatap Reza yang tengah menatapnya juga dengan tatapan tajamnya. Reza yang berwajah tidak terlalu mirip dengan Rara itu tentu saja membuat Aga menyesal. Apakah hubungannya dengan Reza juga memburuk?

"Yakin lo gak tau alesannya? Karena sekali liat juga gua tau alesannya. Dia udah capek, Kak. Dia capek tau ga denger begituan tiap hari. Pantes aja dia bilang udah gak mau anter jemput sama lo lagi. Oh, ternyata lo jadi gini."

"Gue bener-bener nggak tau alesannya. Dan gue harap lo mau ngasih tau gue."

"Nggak bisa. Coba lo pikir aja sendiri."

Reza segera bangun dari duduknya dan mengambil ponselnya yang tergeletak dimeja. Merapikan kemeja yang ia kenakan dan menatap Aga dengan sorot kecewa.

"Lo kenal kakak gue. Semua ucapannya adalah benar. Dan untuk pertama kalinya gue dukung kakak gue. Gue pergi dulu, kakak gue nunggu dirumah sendirian. Dan gue buang-buang waktu ketemu sama elo yang nggak punya petunjuk apapun."

Reza segera meninggalkan Aga yang masih terdiam. Aga tidak menyangka kini terdapat jurang yang besar antara dia dengan Rara dan Reza. Membuatnya kehilangan. Bagaimanapun, dua bersaudara itu yang sering menghiburnya dikala dia terpuruk. Mengajaknya bermain sepeda kemanapun dia mau. Menemaninya dirumahnya. Hingga saatnya mereka semua beranjak dewasa dan terdapat jarak antara privacy masing-masing.

Seorang pelayan perempuan menghampiri Aga dan menanyakan menu kepadanya.

"Green Tea Latte satu."

Aga tersenyum miris mendengar pesanannya barusan. Membuatnya harus tersenyum dengan sendirian. Dia memesan minuman favorit Rara. Membuatnya benar-benar berharap waktu bisa terulang kembali. Memperbaiki hubungan persahabatan mereka, walaupun Aga sendiri merasa ini sangat tidak mudah.

###

"Rara! Aga udah dibawah tuh!"

Rara segera membelalakan matanya mendengar teriakan dari Bunda. Membuat gadis itu buru-buru memakai seragamnya dan membawa tasnya turun ke ruang makan. Mulut Rara sedikit terbuka melihat pemandangan dihadapannya. Aga duduk di kursi meja makan sambil bercengkrama dengan orang tuanya seperti dulu. Reza hanya melihat Aga dengan tatapan malas. Tidak menyangka sifat Aga kembali lagi, entah laki-laki itu kepalanya sedang koslet atau bagaimana. Mata Reza melihat kearah kakaknya yang berdiri kaku. Rara memberi kode mata meminta penjelasan kepada Reza yang dijawab dengan mengangkat bahu.

"Sini, Ra. Kok diem aja?" Bunda menarik Rara dan mendudukannya di kursi kosong disamping Aga. Membuat jantung Rara tidak karuan. Namun ia menutupinya dengan cengiran khasnya di pagi hari.

"Tumben Aga sarapan disini lagi. Udah lama banget Aga gak main kesini." Ayah berbicara. Rara hanya menjawabnya dengan diam. Tidak dengan Aga yang mengeluarkan cengirannya. Membuat Rara berusaha keras mengalihkan pandangannya. Aga yang dulu telah kembali.

"Iya nih, Om. Kemaren-kemaren Aga sibuk."

"Sibuk pacaran ya?"

Ayahnya benar-benar membuat Rara geleng-geleng kepala. Siapa duga sifat Aga dan Ayahnya hampir mirip. Tapi itulah yang membuat Rara jatuh cinta kepada Aga.

"Nggak juga sih, Om."

Acara sarapan itu diselingi canda tawa. Hingga saatnya waktu sudah menunjukanjam enam lewat lima belas. Membuat Reza berangkat duluan. Rara dan Aga juga sudah siap-siap berangkat.

Aga memberika helm-nya kepada Rara. Membuat Rara mendesah frustasi.

"Udah gue bilang, Boy yang bareng sama gue." Perkataan Rara itu membuat Aga berhenti mendorong motornya. Membuat laki-laki rambut kecoklatan itu menatap Rara dengan datar. Rara meneguk ludahnya. Baru saja dia melihat Aga yang dulu, kini Aga yang ia tidak suka muncul lagi. Membuat Rara mengecek ponselnya yang ternyata dalam mode pesawat.

"Gue udah sms si Boy. Gue yang jemput lo. Untuk kesananya gue nggak tau. Itu keputusan lo mau tetep dianter-jemput gue atau Boy. Dan ingat..." Aga menghampiri Rara dan mengambil paksa helm dari tangan Rara. Aga memakaikan helm itu dikepala Rara dengan lembut. Membuat Rara menahan nafasnya sebentar.

"Gue nggak keberatan sama sekali." Terdengar nada tegas yang membuat Rara langsung menciut dihadapan Aga. Mau tidak mau Rara menganggukan kepalanya dan menerima tubuhnya yang ditarik Aga untuk naik ke motor.

###


RAGA [Completed✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang