"Mama kenapa?" Kata Aga melihat Mama-nya dengan sendu. Aga menggenggam perempuan kuat yang selama ini mengurusnya. Menjadi seorang pahlawan dalam kehidupan Aga.
"Mama gak apa-apa." Kata Dira dengan lemah.
"Kenapa Mama gak ngasih tau Aga kalo mama sakit?" Aga merasakan Mama-nya menangis dalam diam. Dira memandnag putranya dengan sendu.
"Maafin Mama ya Aga." Katanya sambil menusap pelan pipi Aga.
Setelah menerima telepon itu, Aga segera berlari dan meminta izin untuk pergi ke rumah skait. Sedangkan Sean ikut pergi menemani Aga dengan cara membuntuti cowok itu dengan mobilnya. Revo dan Angga sudah dihubungi dan mereka akan datang setelah sekolah usai. Berhubung ada ulangan mendadak. Aga tidak peduli lagi dengan ulangan sialan itu.
"Tante Dira." Kata Sean sambil melangkah menghampiri Dira yang sedang terbaring.
"Aduh Sean. Hehe.. Maafin tante jadi ngerepotin."
"Sama sekali nggak tante." Kata Sean lalu berdiri disamping Aga.
"Makasih udah mau jadi sahabat Aga selama ini." Senyum Sean memudar. Cowok itu merasakan sesuatu yang janggal.
"Gak masalah, Tante. Yang penting tante sembuh dulu sekarang."
Dira menggeleng. "Makasih banyak ya?" Katanya.
"Mama. Mama harus sembuh."
"Maafin Dira. Mama udah egois selama ini. Mama nyuruh kamu tinggal sama Papa kamu karena Mama tau hari ini akan datang. Mama gak mau kamu jauh sama Papa kamu. Coba untuk deket lagi sama dia ya Aga? Maafin mama yang udah gak bisa ngertiin Aga lagi, anak Mama paling ganteng sedunia."
"Mama. Mama harus sembuh. Aga udah bilang, Mama jangan begadang terus. Mama jangan skip makan terus. Liat kan sekarang jadi gimana?" Pandangan mata Aga mengabur.
"Maafin Mama, Aga. Kamu mau kan maafin Mama?"
"Udah dari dulu Aga sayang sama Mama. Aga gak marah sama Mama. Aga marah sama diri sendiri. Aga gak bisa jadi putra yang baik, yang lempeng, dapet ranking satu."
"Permisi, kami akan melakukan pemeriksaan."
Aga dan Sean segera melihat kearah belakang mereka. Terdapat seorang dokter dengan dua suster yang sudah berdiri di belakang mereka.
"Silahkan kalian tunggu di luar dulu." Kata dokter tersebut sambil tersenyum menenangkan. Aga dan Sean mengangguk.
"Mah. Aga sama Sean keluar dulu bentar." Dira mengangguk.
Perempuan itu terbaring lemah di ranjangnya. Melihat punggung putranya yang menghilang di balik pintu ruang VVIP tersebut. Melihat putranya yang sudah tumbuh dewasa. Perasaan sedih memenuhi rongga dadanya. Membuatnya terus memanjatkan do'a untuk Aga. Meminta maaf karena ketidak becusannya dalam menjaga Aga selama ini.
"Sudah saya bilang lakukan check up dengan rutin." Dira mengalihkan pandangannya kepada Dokter dihadapannya.
"Maaf, Dok." Dokter itu menggeleng frustasi.
"Anda terlihat sudah siap. Seharusnya Anda lebih memerhatikan kondisi Anda sendiri. Jika Anda meninggalkannya secepat ini, apa Anda yakin?"
"Walaupun saya rutin berobat, Dokter sendiri tidak bisa menjamin kesembuhan saya kan?"
"Ya memang betul. Karena tumor otak Anda sudah parah."
###
"Tante Dira!" Panggil Rara ketika melihat Dira sedang terbaring. Rara datang bersama Revo dan Angga. Cewek itu langsung menangis dan memeluk tubuh Dira dengan lembut. Membuat Aga menunduk semakin dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAGA [Completed✔]
Teen Fiction"Akankah bunga itu berubah menjadi merah?" Kehidupan Razita selalu dipenuhi dengan Darga. Cowok yang tadinya tingginya lebih pendek dari Razita. Nama panggilan Razita dari Darga adalah Rara. Dan nama panggilan Darga dari Razita adalah Aga. J...