Boy sedang termangu. Pikirannya beralih kepada kejadian tadi. Tatapan Aga. Sebagai sesama cowok, Boy menyadarinya. Namun bukti itu belum kuat. Apalagi, Rara memintanya untuk membatu gadis itu melupakan Aga. Boy tidak habis pikir. Mengapa dia harus ikut serta didalam kisah dua sahabat ini?
"Boy. Es krimnya nanti meleleh. Mending buat gue." Kata Rara melihat es krim cone matcha Boy yang mulai meleleh. Mereka kesalah satu restoran fast food yang terkenal seantero negeri. Dengan alasan ingin mencoba menu baru es krim disitu. Rasa Green Tea.
"Lu gimana ulangan Sunda kemaren?" Kata Rara sambil terkekeh.
"Seperti biasa. Urang remed.Salah urang teh dimanana. Asaan geus bener ngarangna. Eh,.. Nilaina opat. Geus nyaho urang teh laen urang sunda."
Rara tertawa mendengarnya. Ya, mereka tadi serentak anak IPA habis menyelesaikan ulangan harian Bahasa Sunda.
"Gue juga remed. Gue juga gak ngerti ada tuh soal nomor tujuh artinya apaan. Nyerah gue." Kata Rara jujur.
"Ya setidaknya, Ra. Nilai lo gak malu-maluin kaya gue." Benar juga sih. Nilai Rara tujuh, sedangkan nilai Boy empat.
"Gak ada remed lagi. Duh." Rara menatap Boy sambil tersenyum sedih. Memang sungguh sadis guru itu.
"Padahal gak masuk di UN ya? Hehe.." Kata Rara. Boy menganggukan kepalanya tanda ia setuju. Cowok itu lalu seperti mengingat sesuatu.
"Tapi ada di UAS. Sedih gueee..."
"Sabar, mas. Ini ujian."
"Eh, Ra. Gue mau nanya sesuatu." Kata Boy tiba-tiba membuat Rara menaikan sebelah alisnya. Dan lalu cewek itu terkekeh kecil.
"Tanya aja."
"Lo.. masih mau nyerah tentang Aga?" Senyuman diwajah Rara memudar digantingkan bibir yang melengkung tanpa otot. Membentuk sebuah ekspresi pahit.
"Menyukai seseorang dari umur lo tujuh tahun itu nggak mudah, Boy. Suka sama orang yang nggak pernah melihat lo sebagai pasangan itu sakit. Tapi lebih sakit lagi ketika lo tetap mempertahankan perasaan lo itu." Boy terdiam. Dia ingin mendengarnya langsung dari bibir gadis itu. Rara menarik napasnya. Mata tidak pernah berbohong. Tatapan kosong dan penuh luka itu muncul, menggantikan tatapan datar dan teduh yang biasanya Rara tunjukan.
"Gue udah menduga semuanya akan seperti ini. Akhirnya, Cuma gue yang berharap. Cuma gue yang mencinta. Dan itu membuat beban gue lebih berat. Disaat lo dulu tetap memilih untuk mempertahankannya, kini lo tersadar bahwa itu semua hanya dalam imajinasi lo. Perasaan lo gak pernah dia lirik sekalipun. Dan kini gue harus melepasnya. Gue yakin, mungkin akan sulit untuk melakukannya. Tapi gue yakin, luka itu akan sembuh." Rara tersenyum mengakhiri perkataannya. Boy melihat Rara sambil menatap wajah gadis. Can I fix you girl?
"Dan... kalo gue jadian sama dia, dan kalo kita putus, gue bakalan sakit hati dua kali lipat. Kehilangan seorang sahabat dan seorang pacar. Menurut lo, mending kehilangan pacar atau sahabat? Lebih baik nggak keduanya kan?" Rara berkata sambil menatap ke jendela luar.
"Besok, gue ada rencana sama anak-anak radio. Kita bakalan ngadain siaran langsung waktu jam istirahat pertama. Berhubung besok guru-guru rapat sampai zuhur."
KAMU SEDANG MEMBACA
RAGA [Completed✔]
Teen Fiction"Akankah bunga itu berubah menjadi merah?" Kehidupan Razita selalu dipenuhi dengan Darga. Cowok yang tadinya tingginya lebih pendek dari Razita. Nama panggilan Razita dari Darga adalah Rara. Dan nama panggilan Darga dari Razita adalah Aga. J...