9 - Bayangan

12.6K 654 1
                                    


"Mencintai seseorang dalam diam itu membutuhkan tenaga yang lebih hebat daripada mencintai secara terang-terangan. Menatap matanya saja sudah membuatku bergetar dengan hebat. Berbicara dengannya sudah membuatku seperti memenangkan piala dunia dan melihat ujung kebahagiaan hidup. Aku akan menceritakan kepada kalian apa itu cinta dalam diam. Siapapun berhak untuk jatuh cinta dan menyukai seseorang. Siapapun ingin berdiri disamping orang yang dicintai. Aku juga seperti itu. Melihatnya berjalan menghampiriku membuatku terbang. Memegang tangannya lembut membuatku membeku. Aku seperti agar-agar yang mudah untuk melebur. Aku seperti tali yang mudah untuk putus. Aku seperti air yang selalu tenang dimanapun. Aku seperti bintang yang selalu memperhatikannya tanpa ia sadari. Aku seperti angin yang selalu menemaninya. Dan aku seperti bayangan yang selalu ia hiraukan."

"Keren!" Kata Boy melihat hasil karya Rara dikertas Bahasa Indonesia.

"Kok lu bisa bikin beginian?"

"Gak tau." Ucap Rara sambil tersenyum tipis. Boy melihat kearah Rara. Bohong jika Boy tidak tahu bahwa itu semua adalah isi hati Rara. Nyali Boy menciut. Rara sudah jatuh terlalu dalam. Boy tidak yakin apakah dia memiliki kesempatan.

"Ra. Mau gabung sama gue gak?"

Rara mengerutkan dahinya. "Maksudnya?"

"Gue... Gabung sama gue yuk. Sama temen-temen gue yang lain. Mereka udah nunggu kita dikantin. Mereka jinak kok, gak gigit."

Rara mengerjapkan matanya.

Berteman.

Hal yang paling sulit untuk Rara lakukan.

"Oke." Jawabnya singkat yang membuat Boy tersenyum dengan lebar.

Setidaknya, gue bakalan berusaha, batin Boy.

###

"EH! Ga! Bukannya itu si Rara tuh?!" Kata Angga sambil melihat Rara dan Boy yang sedang duduk diujung kantin.

"Lah? Kok si Rara dikenalin sama temen-temen si Boy sih?" Angga berkata dengan heboh. Aga yang awalnya tidak peduli langsung melihat kearah pandangan Angga. Benar itu memang Rara.

"Berisik." Kata Sean dingin. Angga langsung mengerucutkan bibirnya. Revo yang melihatnya langsung memukul punggung Angga sambil meledek laki-laki itu.

"Mampus. Udah tau Sean lagi PMS."

"Mana gue tau atuh, Kang."

"Nyonya Ang, mulut lu gue cabein nih lama-lama."

"Wih.. Gak papa tuh. Cabe lagi mahal. Mayan buat ngisi stok dikulkas. Tapi gue gak mau cabe yang dipertigaan." Revo langsung meneloyor kepala Angga.

"Itu sih cabe-cabean!"

Sementara Angga dan Revo ribut tentang bagaimana cabe-cabean, Sean melirik kearah Aga. Dapat ia lihat mood Aga juga buruk. Sean menghembuskan nafasnya lelah. Punya temen kok pada bego, batinnya.

"Lu belum baikan. Ga?" Kata Sean pelan. Angga dan Revo langsung berhenti. Kini tatapan mata mereka semua menuju Aga yang sedang memakan bakso dengan khusyu'. Setelah mengunyah dan menelan sepotong bakso, Aga angkat bicara.

"Gue udah minta maaf. Boro-boro didenger."

"Terus? Udah?"

"That's it?" Kata Angga.

"Udah. Terus gue harus gimana?" Kata Aga sambil mengangkat sebelah alisnya.

"BEGO!!!!" Kata Angga dan Revo bersamaan. Membuat seisi kantin melihat kearah mereka. Termasuk Rara, walaupun dia langsung mengalihkan pandangannya lagi kearah teman-teman Boy dan tidak peduli. Ya, dia ingin untuk tidak peduli.

"Lagi atuh! Masa langsung nyerah?" Kata Revo dengan gemas. Tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya yang sudah merasa tertarik dengan pembicaraan mereka.

"Makasih buat yang lebih bego." Kata Aga datar lalu bangkit dari duduknya. Sontak Sean, Angga, dan Revo terkejut. Pasalnya, seberapapun Aga marah, dia tidak pernah menyisakan makanannya. Dan ini, masih ada satu bakso paling besar dimangkuknya. Membuat ketiganya dilanda kepanikan. Takut Aga ngamuk.

"Ga! Bercanda elah! Jangan baper!!! AGAAAAA!!!!!!!!!" teriak Angga dan mau tidak mau meninggalkan meja mereka juga. Disusul Revo dan Sean yang ikut-ikutan bangkit.

Boy menatap gerombolan rusuh itu dengan datar. Dia melirik cewek dihadapannya. Rara terlihat tidak peduli. Walaupun Boy tahu Rara hanya 'pura-pura' tidak peduli.

"Berisik banget elah tuh." Gumam Tari, salah satu sohib Boy yang juga duduk dimeja itu. Tari melirik cewek yang duduk disebelahnya. Dia menyikut lengan Rara pelan hingga konsentrasi gadis itu buyar dan menatap Tari.

"Lo kan sahabat si Aga, kok lo kuat sih?" Katanya. Jujur, Rara ingin terhindar dari nama itu.

"Gimana lagi, dong? Masa gue harus ngejauhin dia gitu? Yang ada dia nanti yang ngeledek gue." Kata Rara tersenyum kecil. Tari mengangguk-anggukan kepalanya. Rara tahu, Tari sebenarnya memang penasaran.

"Kalo Aga tuh sukanya apa sih?" Rara tersenyum pahit. Boy melihat senyum itu.

"Eh.. Udah jangan—"

"Warnet. Dia suka banget." Kata Rara memutus ucapan Boy. Rara menatap Tari dengan senyumnya. Tari tertegun sejenak. Bisa-bisa dia overdosis melihat Rara. Rara tuh manis!

"Ih! Lu manis banget sih! Pengen gigit!" Kata Tari sambil mencubit kedua pipi Rara. Rara yang merasakan anggota tubuhnya disentuh orang lain langsung membelalakan matanya. Tidak percaya dengan tingkah ajaib Tari.

"Nyet. Jangan gangguin Rara. Nanti yang punya ngamuk." Kata cowok disebelah Tari.

"Eh! Ngapain gue godain Rara? Gue cewek kali yee.."

"Ya, siapa tahu lu jadi melenceng gitu begitu liat Rara."

"Yang ada elu malah nanti yang naksir! Eh, emang si Rara udah taken? Ra, lu udah punya pacar?" Kata Tari kepada Rara. Rara menggeleng. "Nggak. Kenapa?"

"Tuh! Nggak punya! Elu sih sok tau, Ji!" Kata Tari lalu memukul lengan cowok yang bernama Alfarzi itu dengan kencang hingga cowok itu mundur dengan teratur. Rara tersenyum kecil melihatnya. Seperti melihat masa lalu. Ya, masa lalu.

"Lah? Lu sama Boy nggak pacaran? Atau malahan lu sama si Darga?"

Rara semakin dibuat bingung dengan perkataan Farzi. Dia melirik Boy bingung. Tari yang mengerti siuasi langsung menutup mulut Farzi dengan kasar. Dia membekapnya dengan kencang hingga cowok berbadan berisi itu mengamuk tanpa suara dan menatap Tari dengan tatapan membunuh.

"Ngertiin suasana dong!" Bisik Tari dengan nada penuh penekanan. Lalu Farzi mengerti. Dia mengangguk dan diam. Tari baru melepas bekapannya.

"Maaf ya. Maklum mulut gue ikutan bocor gara-gara ban motor gue tadi pagi bocor. Kan solid. Hehe.." Kata Farzi membuat Boy menggeleng-gelengkan kepalanya. Suka tidak suka, Farzi teman Boy sejak TK. Takdir mempertemukan mereka lagi di SMP hingga mereka terus bersama-sama hingga sekarang. Katanya sih sahabat sejati gitu.

"Udah makan. Bentar lagi bel." Rara melanjutkan makannya begitu Boy mengatakannya. Dia melihat sekilas kearah meja yang kosong itu. Meja terlarang dimana seorang pun tidak boleh duduk disitu kecuali Darga dkk.

###

RAGA [Completed✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang