Hari Turnamen.
Sekolahan mereka dipenuhi oleh berbagai macam anak sekolah lain. Maklum, kali ini SMAN 9 Kota Teduh pertama kalinya menjadi tuan rumah turnamen rutin tiap tahun ini. Boy beberapa hari ini sulit dihubungi. Tari dan Fazri dapat memaklumi hal itu. Yang tidak terduga dan yang membuat mereka semua khawatir adalah performa Aga yang buruk.
"Ra!" Teriak Boy dari arah belakang. Rara yang sedang menuju kelasnya itu lantas menoleh. Kelasnya akan piket bersama terlebih dahulu.
"Kenapa?" nafas Boy terlihat tidak beraturan.
"Gue mohon. Sekali lagi aja. Coba lo ngomong sama Aga." Rara mengerenyit kesal menatap wajah Boy. Cewek itu terlihat sangat terganggu.
"Lo maksa gue?"
"Ya. Maaf." Kata Boy lagi dengan lancar. Rara mengepalkan tangannya. Dia harus menemui Aga (lagi).
"Dia dimana?" Kata Rara akhirnya. Berusaha untuk menahan perasaan gugup yang tiba-tiba menyerangnya. "Lapangan."
Tanpa basa-basi, Rara langsung menuju lapangan sekolah. Dilihatnya Aga dan gerombolannya sedang duduk dibawah sebuah pohon. Rara dengan cepat menghampiri Aga. Angga, Sean, dan Revo langsung menyingkir dari Aga begitu melihat Rara datang dengan wajahnya yang menahan rasa kesal.
"Lo bisa ngejatuhin sekolahan kita tau gak?" Kata Rara tajam. Sungguh, Rara tidak bermaksud ingin memarahi Aga. Tapi bagaimana lagi, daripada dia harus bicara baik-baik dan tidak digubris sama sekali.
"Udah gue bilang, kalian bisa buang gue dari lapangan. Dibilangin pada ngeyel." Kata Aga dengan frustasi. Rara menatap wajah Aga. Cowok itu memang seperti sedang menanggung beban yang sangat berat.
"Lo yang mereka andelin! Pengecut banget sih!" Kata Rara sedikit berteriak.
Aga terpancing.
"Pengecut? Sekarang gue tanya, yang pengecut disini siapa?" Rara membelalakan matanya. Aga seperti sudah membencinya.
"Bego!"
"Elo yang bego!" Kata Aga teriak. Rara semakin terkejut. Cewek itu memundurkan langkahnya. Dia menatap Aga dengan pandangan yang mulai mengabur. Aga menyeramkan.
"Lo egois, Ga. Itu sebabnya lo gak bisa ngendaliin diri. Kan lo bisa nyingkirin urusan lo yang lain dulu dan fokus buat hari ini? Mana janji lo yang bakalan menangin sekolah kita? Lo boleh aja lupa sama janji-janji bacot yang udah lo bilang ke gue, Cuma untuk hari ini aja gue mohon lo jangan ngingkar dari janji lo. Apalagi lo udah janji ke temen tim lu, Ga." Rara terisak. Tangannya ingin sekali menampar wajah cowok itu.
"Lo gak ngertiin gue, Ra." Aga menatap Rara dengan tatapan terluka. Kini Rara semakin terisak.
"Gimana gue mau ngertiin lo disaat lo sendiri MALU buat cerita ke gue? Gimana gue mau ngerti, Ga? Gue selama ini nunggu buat lo ngebuka diri ke gue. Tapi apa? Yang gue dapetin cuma janji kosong! Lo pikir gue cenayang yang bisa tau SEMUA masalah lo?!" Rara tidak kuat lagi. Cewek itu meninggalkan Aga begitu saja. Rara semakin terisak. Dan akhirnya, sambil setengah berlari, dia pergi menuju toilet cewek. Tangisannya pecah. Semua rasa sakit hatinya ia keluarkan melalui tangisan memilukan itu. Untuk pertama kalinya Rara menangisi Aga disekolah, bukan dirumahnya. Dan Rara berharap, ini juga adalah tangisan terakhirnya untuk Aga.
Rara memegangi kepalanya yang pusing.
Pandangan matanya mengabur.
Dan akhirnya, gelap. Rara tidak bisa melihat apapun lagi.
###
"Ga. Udah, Ga." Kata Angga ketika melihat wajah Aga yang semakin kusut. Cowok itu baru saja memukulkan kepalan tangannya kearah pohon. Aga tidak tahu bahwa selama ini Rara menunggunya. Dan lebih parahnya lagi, Aga baru menyadari sikapnya yang sangat-sangat keterlaluan terhadap Rara. Membentak gadis itu, dan membuat gadis itu menangis. Walaupun Aga tidak tahu sudah berapa banyak air mata Rara yang jatuh akibat ulahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAGA [Completed✔]
Ficção Adolescente"Akankah bunga itu berubah menjadi merah?" Kehidupan Razita selalu dipenuhi dengan Darga. Cowok yang tadinya tingginya lebih pendek dari Razita. Nama panggilan Razita dari Darga adalah Rara. Dan nama panggilan Darga dari Razita adalah Aga. J...