"Lu dikasih bayaran ya? Kok mau sih?" Kata Rara dengan heran.
"Harus dong. Kan ada Boy. Gimana sih. Gue juga gak dikasih duit. Lu kira ada bayaran?"
###
"Sibuk, Boy?" Kata Rara ketika mereka tidak sengaja berpapasan dilorong. Rara baru saja mau pulang ketika melihat Boy sedang berjalan tanpa ransel dipunggungnya dan membawa sebuah dokumen. Boy sedikit terkejut karena Rara mengejutkannya.
"Gue kira siapa. Sibuk pake banget. Pusing gue. Disuruh ini, disuruh itu." Katanya. Rara terkekeh mendengarnya.
"Kayanya pengurus yang lain ga sesibuk lu deh." Rara berpikir sejenak. Memang sih, pengurus basket yang lainnya tidak memegang dokumen dan harus mondar-mandir seperti Boy. Mereka hanya fokus dengan fisik dan keterampilan mereka saja. Rara sering melihat mereka sedang berlatih di lapangan.
"Iya mereka lebih fokus ke fisik. Gue dipercaya buat megang ginian. Ada sih beberapa anak juga. gue suruh-suruh aja. Hehe.."
"Ada yang bisa gue bantu?" Kata Rara menawarkan diri.
"Hmm.. Mungkin besok, Ra. Kan kita jadi tuan rumah, gue rasa kita butuh ngehias sekolah. Gak perlu yang ribet sih, yah ada sangkut pautnya lah sama basket. Mungkin lu bisa bantu belanja?" Rara menganggukan kepalanya tanda setuju dia tersenyum kepada Boy.
"Sip."
"Oke. Nanti gue kasih tau. Hati-hati dijalan ya, Ra." Kata Boy hendak melanjutkan langkahnya lagi.
"Lo juga, Boy." Lalu mereka berdua berjalan kearah yang berlawanan.
Diujung jalan, Boy melihat gerombolan Aga mendekat. Aga masih dengan baju basket berwarna merah ciri sekolah mereka. Boy menatap Aga tajam. Kebencian melonjak semenjak kejadian itu. Sudah sebaiknya laki-laki yang 'tebar' pesona itu merasakan apa yang dirasakan Rara. Dasar manusia berhati keras. Dan lalu mereka saling bertatapan begitu berpapasan.
"Gue harap lo bisa bawa sekolah kita menang." Kata Boy tajam. Aga tersenyum miring. Walaupun hanya menjabat sebagai pemain saja, kepopuleran Aga tidak bisa dianggap remeh. Kemampuan mereka berdua juga tidak bisa dianggap remeh.
"Tenang aja." Kata Aga.
"Kayanya lo sibuk banget?" Aga menghentikan langkahnya. Boy melirik dokumen ditangannya.
"Ya. Begitulah." Kata Boy lalu meninggalkan Aga yang masih berdiri diam. Angga dan Revo dibelakang Aga sudah heboh. Siap menyebarkan gossip dengan mulut mereka yang susah direm jika berbicara. Sean menatap datar Aga.
"Semoga lo gak nyesel, Ga." Kata Sean lalu berjalan terlebih dahulu.
Aga menatap punggung Sean heran lalu memutuskan untuk berjalan dengannya. Angga dan Revo sudah saling tatap dengan khawatir.
"Gue aja atau lo ngerasain juga?"
"Gue juga, Nyonya Ang. Pertarungan sudah dimulai."
"Pertarungan apaan sih?" Kata Angga dengan wajah bingung. Dia sebenarnya tidak mengerti.
###
"Keringet kamu banyak banget, Ga." Kata Wendy sambil menyodorkan botol minum ke arah Aga. Cewek itu juga mengelap keringat didahi Aga. Aga tersenyum melihatnya. Aga sudah jatuh cinta dengan cewek itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAGA [Completed✔]
Teen Fiction"Akankah bunga itu berubah menjadi merah?" Kehidupan Razita selalu dipenuhi dengan Darga. Cowok yang tadinya tingginya lebih pendek dari Razita. Nama panggilan Razita dari Darga adalah Rara. Dan nama panggilan Darga dari Razita adalah Aga. J...