13. Bahas Sunnah

2.7K 388 128
                                    

Serial HAMASSAAD – 13. Bahas Sunnah

Penulis : Uniessy

Dipublikasikan : 2016, 20 Desember

-::-

"Tumben kuku lo panjang, Ris?" tanya Hanun begitu tak sengaja matanya memerhatikan kuku Yaritsa ketika mengambil sambal di dekat piring makan Hanun.

"Belum sempat dipotong, Kak," kata Yaritsa. "Baru kelar dua hari yang lalu."

"Ooo," Hanun mengangguk paham.

"Emang apa hubungannya, Teh," tanya Mutia, menggigit dendeng baladonya yang tinggal sepotong kecil.

"Ya kan kalau lagi haid ngga boleh potong kuku, potong rambut..." ucap Yaritsa.

Mutia terkekeh pelan. "Teh Ris masih kebawa mitos waktu SD ya?"

"Mitos apaan tuh?" Hamas rupanya menyimak dan tidak bisa mengerem mulutnya untuk tidak bertanya.

"Itu, Kak, perempuan kalau lagi haid, katanya ngga boleh potong kuku sama rambut," sahut Mutia. Hamas tiap dengar Mutia menyebutnya dengan panggilan Kak tuh rasanya semriwing adem-adem gimana gitu.

"Iya tuh, waktu sekolah juga dibilang rambut yang rontok harus dikumpulin," kata Hanun. "Ribet ye jadi cewek!"

Saad nyengir, "Itu siapa sih yang nyebar duluan? Ipat juga pernah nanya berapa kali. Saya bilang juga ngga ada dalilnya."

"Kenyataannya?" tanya Hamas.

"Ya boleh. Karena ngga ada dalil yang melarang," kata Mutia.

Yaritsa mengernyitkan kening, "Seriusan, Mut?" tanyanya. Dan dilihatnya Mutia mengangguk. "Ya mendingan ngga usah dikerjain," kata Yaritsa. "Ngeribetin aja. Kak Hanun tahu? Kok ngga info-info aku sih?"

"Ya gue sih selow aja kalau ada yang ngerjain juga, kan hak setiap orang..." ucap Hanun degan bahu terangkat.

"Ya wes, beneran ya?" tanya Yaritsa pada Mutia dan Hanun. Hamas dan Saad sedang sibuk menghabiskan makan mereka.

"Beneran," kata Mutia setelah menelan makanannya. "Teu aya dalilnya, Teh Ris shaliha..."

Kedua pemuda di depan para gadis menarik sudut bibir mereka dalam sepersekian detik, lalu kembali fokus menghabiskan makanan.

Makan malam bersama mereka memang hampir usai. Mutia masih berupaya menghabiskan sisa nasi di piringnya hingga tandas. Membuat Hamas mengukir senyuman, entah atas dasar apa. Yaritsa mencuci tangan dengan air yang disediakan di mangkuk.

"Ris, lo mah kalau makan ngga dihabisin sih," kata Hanun begitu melihat di atas piring Yaritsa masih tersisa sekitar dua suapan lagi.

"Kenyang, Kak," kata Yaritsa singkat. "Udah ngga nampung," tambahnya.

Mutia mengambil alih sejumput nasi yang ada di atas piring Yaritsa, memindahkannya ke piringnya sendiri. Hamas terbeliak.

"Dih, jorok!" pekik Hamas heboh. Saad yang sedang sedang minum, sampai berjengit. Bagus ngga nyembur...

"Ngga jorok atuh, Kak. Kan masih halalan thayyiban," kata Mutia, melahap nasi tadi dengan santainya. Hanun mengambil kerupuk.

"Mutia sama ih kayak aku, kalau lihat makanan masih ada, bawaannya sayang-sayang ya?" Hanun tertawa.

"Iya, Mut, kan bekas aku," kata Yaritsa. "Aku jadi ngga enak..."

"Selow aja, Teh," Mutia mengangkat tangannya. Nyengir unyu.

"Tapi makanan emang sebaiknya dihabiskan, Teh," kata Saad kemudian. "Di tiap makanan itu ada berkah. Kita kan ngga tahu, berkahnya ada di mana? Mungkin aja di pengujung porsinya..."

[✓] HAMASSAAD Bromance Until JannahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang