21. Takut Mati

2.4K 357 75
                                    

Serial HAMASSAAD - 21. Takut Mati

Penulis : Uniessy

Dipublikasikan : 2017, 7 Februari

-::-

Siang ini, Hamas berada di kontrakan Saad. 

Tadi dia bawa rambutan dan alpukat untuk Saad. Di rumahnya banyak banget dua buah ini, sebab baru dikasih oleh Pak RT. Iya, Pak RT kan punya anak cewek yang kayaknya naksir Hamas. Tapi Hamas mah ngga peduli. Hatinya sudah diisi satu nama.

Prikitiw! Susahsuit susahsuit!

Kepala Hamas melongok, mencermati apa yang sedang dilakukan oleh sahabatnya di dalam kamar. Sejak tadi Saad belum keluar dari kamar, padahal Hamas sudah teriak, mengajaknya untuk menghabiskan rambutan-rambutan yang ada.

Di dalam kamarnya, Saad berdiri di depan lemari yang terbuka. Keningnya menempel pada tumpukan kain yang bersusun rapi di rak bagian atas. Dugaan Hamas, Saad tertidur di sana.

Mungkin kelelahan?  pikir Hamas. 

Sebab tadi dia melihat sederet pakaian di jemuran depan.

"Ad?" panggil Hamas.

Tidak mendapat jawaban, Hamas mengayunkan langkah mendekati Saad yang masih berdiam di tempatnya.

"Astaghfirullaah, astaghfirullaah,astaghfirullaah," desisan Saad terdengar. Helaan napasnya menyela sesekali. "Astaghfirullaah, astaghfirullaah, astaghfirullaah..."

"Ad?" panggil Hamas lagi.

Desisan Saad terhenti. Helaan napas panjangnya terdengar. "Hm?"

"Lu ngapa dah?" tanya Hamas, bingung. "Lagi ada masalah?"

Hamas agak berjengit melihat kain putih yang menempel di kening Saad. Dia ingat sekali, kain itu pernah ia lempar ke lantai begitu Saad bermaksud memberikannya sebagai hadiah ulang tahun.

Kepala Saad perlahan mulai menjauh dari susunan pakaian di lemari. Dan lagi-lagi hanya helaan napasnya yang terdengar.

"Lu sakit?" tanya Hamas lagi. "Mau gue temenin ke dokter?"

"Ngga," sahut Saad. Kepalanya tertoleh, lantas menatap Hamas sampai Hamas risih sendiri.

"Lu ngapa sik? Layu bat itu komuk!" kata Hamas cepat.

"Lagi futur, Mas," kata Saad. Dia melangkah gontai, dengan istighfar yang tak lepas. "Gue minta maaf ya atas semua salah gue..."

Hamas refleks mendorong punggung Saad, membuat tubuh kurus sahabatnya itu terhuyung sampai ke tepian tempat tidur.

"Ngomong apaan sik lu?" Hamas ngomel. "Kayak mau mati entar malem aja!"

Hamas tuh asli, takut banget kalau sudah bahas-bahas mati.

"Ya kali aja..."

"Eh, ngomong ati-ati lo, nyet!" Hamas mulai panik. "Kayak udah banyak amal aja lu ngomong mati segitu gampangnya!"

Nyengir, Saad bangkit dari duduknya di tepian ranjang, kemudian melangkah keluar kamar. Hamas mengekor.

"Emang lo takut mati ya, Mas?" tanya Saad. Duduk di sofa, memeluk bantalan sofa dan matanya melirik rambutan yang bergeletakan di atas meja. "Padahal siapa yang suka berjumpa dengan Allah, maka Allah menyukai perjumpaan dengannya."

Hamas menendang lutut Saad. "Ye itu mah yang banyak pahala kali kayak lau?" sungutnya. "Lu mah aneh sik, Ad. Kalau lagi futur malah mesra-mesraan sama kain kafan! Alig!"

Saad tertawa. "Rasul bersabda; Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan. Dua hari ini gue berat banget tahajud. Alarm nyala aja gue matiin. Astaghfirullaah..."

Mendengarnya, Hamas meneguk ludah. Apa kabar dia, coba?

"Hadits riwayat Ibnu Majah," kata Saad kemudian, ketika Hamas mulai mengambil satu buah rambutan. "Dari Ibnu 'Umar, ia berkata; Aku pernah bersama Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam, lalu seorang Anshar mendatangi beliau, ia memberi salam dan bertanya, 'Wahai Rasulullah, mukmin manakah yang paling baik?' Beliau bersabda, 'Yang paling baik akhlaknya.' 'Lalu mukmin manakah yang paling cerdas?', ia kembali bertanya. Beliau bersabda, 'Yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik dalam mempersiapkan diri untuk alam berikutnya, itulah mereka yang paling cerdas.' Dalem banget itu, Mas."

Yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik dalam mempersiapkan diri untuk alam berikutnya, itulah mereka yang paling cerdas ...

"Di Palestine tuh banyak banget orang yang cinta kematian, Mas," kata Saad dengan wajah sendu. "Para pejuang Allah di sana mencintai kematian sama seperti para Yahudi laknatullaah itu mencintai kehidupan."

Mengangguk, Hamas menyodorkan sebutir rambutan untuk Saad. Dia mah paham banget Saad males ngupas rambutan, karena ngeluh kukunya pada luka saking semangatnya ngupas rambutan.

"Gue malu banget mau ngeluh juga," kata Saad. "Antum bangunin napa kalau tahajud. Telepon gue gitu, Mas."

Lutut Saad menyenggol lutut Hamas, sampai Hamas berjengit seolah kesetrum listrik. 

"Lo nyindir, nyet?" gerutu Hamas, asik makan rambutan.

Saad nyengir. "Antum mah tawadhu sih..."

Ganti Hamas yang nyengir. "Gue futur udah senior kali. Kayaknya gue kudu nginep di sini lebih sering biar rajin bangun malem."

"Nah, iya tuh," Saad mulai ceria. "Lo nginep aja di sini biar ada yang nyemangatin gue kali biar bangun jam dua?"

"Hanjir, nyindirnya kasar banget, masbro!" 

Hamas mulai ngomel. Membuang biji rambutan ke dalam kantung plastik dengan hempasan kencang. Saad tertawa-tawa.

"Lau kecapekan tugas kampus yak?" tanya Hamas. "Sampe bablas tahajud?"

Saad merenggangkan ototnya. "Kayaknya sih. Sampe snewen gue ngerjain tugas kampus," sahutnya. "Sampe pas gue baca ihdinash shiraathal mustaqiim, pas shalat Zuhur tadi tuh gue sampe pusing saking nahan tangisnya, Mas..."

Hamas mulai cengok. Kakinya terlipat demi bisa duduk menghadap Saad. 

"Nape dah?"

"Di alam sana nanti, kita semua bakal dikumpulin di lapangan, atau di jembatan. Dan orang-orang mukmin bakalan bisa melintasi jembatan itu dengan cepat banget, karena mereka bisa lolos tanpa hisab. Para Nabi, para syuhada. Ya gue kan kepengin atuh..." kata Saad, cengengesan sembari mengambil rambutan berikutnya yang disodorkan Hamas. "Jangan sampai kayak satu golongan lainnya yang juga bisa lolos tanpa hisab."

"Siapa dah?"

"Orang-orang kafir," jawab Saad, mengeluarkan biji rambutan dari mulutnya. "Ngga usah dihitung-hitung, lolos sudah masuk ke neraka."

"Naujubilah!" jengit Hamas, ngeri. "Dih, ogah amat gue!"

"Ya sama," timpal Saad, membuang biji rambutan ke dalam kantung plastik, lantas menerima sebutir rambutan lagi dari tangan Hamas.

"Ya udah, entar malem gue nginep di sini dah!" kata Hamas cepat. "Lu bangun ye jam dua. Awas lu kalau molor!"

"Khayran insyaaAllah," kata Saad, dengan berlagak hormat. "Tar malem beliin bubble ya?"

"Yeee, kesempetan lu!" Hamas cengar-cengir. Alisnya turun-naik. "Receh entu mah. Beres, bosku!"

kujuga mau dums, tahajud sama kalian. Boleh? ._. (Hamas : GA!)



[✓] HAMASSAAD Bromance Until JannahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang