18. Minta Maaf

2.6K 419 59
                                    

Serial HAMASSAAD – 18

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Serial HAMASSAAD – 18. Minta Maaf

Penulis : Uniessy

Dipublikasikan : 2017, 10 Januari

-::-

Magrib ini, Hamas berkunjung ke kontrakan Saad. Seperti biasa, dia kerepotan mengenakan sandal sedangkan Saad sudah jalan lebih dulu menuju masjid yang tak jauh dari kontrakan.

"Tungguin, nyet! Malah ditinggal," gerutu Hamas pada punggung Saad yang tak juga menghentikan langkah.

"Buruan, Mas, udah azan kan..." kata Saad.

Tadi itu Saad sudah hendak ke masjid ketika dilihatnya Hamas di depan pintu. Jadilah Hamas masuk dulu, cuci kaki cuci muka, wudhu dan lain-lain. Hingga azan terdengar dan Saad dengan sabar menunggu Hamas selesai membersihkan diri.

Kaki panjang Hamas akhirnya berhasil menyejajari langkah sahabatnya, diiringi sungutan pelan yang tak jelas.

Di masjid, warga lain sudah merapat, dan beberapa pasang alas kaki berserakan di dekat pintu masuk masjid.

"Astaghfirullaah..." gumam Saad ketika tak sengaja kakinya menjejak di satu sepatu lusuh.

Hamas sempat melirik Saad dan mengernyitkan kening kenapa Saad sampai sekaget itu.

Oh, mungkin sepatunya ada najisnya kali, pikir Hamas. Mereka berdua melangkah masuk ke masjid begitu iqomat terdengar.

Selesai shalat, biasanya Saad duduk sebentar, sambil zikir dan doa panjang-panjang, bertahan seraya menanti waktu Isya dengan tenang bertilawah. Tapi kali ini tidak.

Beberapa kali kepala Saad tertoleh ke bagian luar masjid, mengintip pintu masuk utama, seperti ada sesuatu yang ia nantikan.

Belum juga melakukan shalat rawatib bakda Magrib, Saad keluar masjid, menghampiri seseorang yang duduk sembari mengenakan sepatu lusuh, yang tadi tak sengaja ia injak.

Penasaran, Hamas ikut menyusul.

"Assalamu'alaykum, Pak," Saad mengulurkan tangan, mengajak bapak usia sekitar lima puluh tahun itu agar berjabat tangan dengannya.

"Wa'alaykumussalam, Dek," sahut si bapak. "Ada apa ya?"

"Afwan, Pak, mau minta maaf..." kata Saad sopan, menekuk kaki dan duduk di samping si bapak. "Tadi ngga sengaja, sepatunya bapak terinjak oleh sandal saya..."

Si Bapak melongo. Hamas juga.

"Lah bocah alig kali dah?" desis Hamas seorang diri. "Cuma ngga sengaja keinjek aja pake minta maap?"

"Oh, ndak apa-apa, Dek. Cuma sepatu aja kan bukan kaki saya..."

"Tetap aja, Pak," ucap Saad. "Saya minta maaf."

Tangan Saad terulur lagi. Dan dengan kikuk, si bapak menyambut lalu mengangguk.

"I-iya, saya maapin..."

"Alhamdulillaah..." kata Saad kemudian. "Kalau gitu, saya ke dalam lagi ya, Pak?"

"I-iya, Dek..." balas si bapak. Mungkin merasa aneh luar biasa mendapati pemuda tampan macam Saad, meminta maaf hanya karena tidak sengaja menginjak sepatu lusuhnya.

Hamas menggeser kakinya, meringis pelan karena Saad menepuk perutnya. Seolah berkata; JANGAN KEPO.

Tanpa bicara, Saad mengambil tempat untuk shalat rawatib yang belum ditunaikannya. Sedangkan Hamas, berdiri ikutan shalat di samping Saad dengan banyak tanya dalam kepalanya.

*****

.

.

.

"Tadi tuh, gue denger lo istighfar pas nginjek sepatu jel---itu sepatu," kata Hamas sebelum menyuap nasi uduk ke dalam mulutnya lagi. Mereka makan malam di warung tenda yang menjual nasi uduk dan pecel ayam.

Tidak menyahut, Saad terus saja melahap makan malamnya.

"Kirain lo kaget nginjek sepatunya, ya kali kotor, lah tapi lo kan pake sendal. Eeeh, terus lo malah minta maap sama bapaknya. Aneh tahu ngga lo?"

Hamas masih berceloteh tentang keheranannya atas kejadian tadi.

"Ya minta maaf, Mas," kata Saad. "Kalau dia ngga ridha sepatunya gue injak, gimana?"

Hamas cengok. "Lah kan dia juga ngga bakal tahu, Ad?"

"Tapi malaikat Allah tahu, dan nyatet. Gimana?"

Hamas manyun. Kalau sudah bawa malaikat, dah dia mah bisa apa atuh?

"Kalau di alam kubur, kesalahan gue nginjak sepatu bapak tadi bikin gue disiksa, gimana?"

"Auk amat!" gerutu Hamas, melahap daun selada dari piring Saad.

"Nih ya, Mas, Imam Bukhari pernah ngga jadi berangkat berburu karena kalau ngga salah, pas lagi latihan tuh anak panahnya meleset ke pagar rumah tetangganya sampe kayak kecongkel gitu itu pagar. Terus apa? Beliau minta maaf. Karena beliau ngga mau ambil risiko di alam kubur nanti dituntut atas itu," jelas Saad.

Hamas melongo.

Dia ngga tahu bakalan seserius itu.

"Imam Bukhari?" tanya Hamas. "Kan Imam besar tuh, Ad? Masa cuma gara-gara gituan aja masalah?"

"Mas, orang kalau sudah ada iman ke Allah di hatinya, ngga bakalan mau nyakitin sesama manusia, meski cuma pagarnya aja," tutur Saad. Porsi makannya sudah tandas. "Utsman Bin Affan, lo tahu kan? Sahabat Nabi. Menantu Nabi. Dijamin masuk surga oleh Nabi Shallallaahu 'Alayhi Wasallam, tapi pas suatu hari ziarah ke kuburan beliau nangis-nangis. Kayak anak kecil."

Hamas mulai berjengit kalau sudah bahas kuburan.

"Sahabat beliau yang lain nanya, Yaa Amirul Mukminin, kenapa lihat kuburan Anda menangis? Padahal Anda dijamin surga langsung oleh Nabi? Dan lo tahu beliau jawab apa?" kata Saad dengan helaan napas pendeknya, "Beliau jawab; Nabi memang jamin saya surga, tapi beliau ngga jamin saya selamat dari siksa kubur... Tuh! Ngeri ngga antum dengarnya?"

Hamas terdiam. Meneguk ludah ketika bayangan siksa kubur menghampirinya.

"Iya juga yak..."

"Selama belum kiamat, yang kembali ke rahmatullah itu nunggu dulu, Mas, di alam kubur," jelas Saad. "Di sana, amalan kita dibeberin semua. MasyaaAllah, konyol kalau cuma gara-gara nginjak sepatu, gue disiksa... Astaghfirullaah... Makanya lo pernah kan gue larang dulu pas mau ngencing sembarangan. Entah di pohon atau di mana. Bukan tempatnya, dan perkara membersihkan diri sehabis buang air itu penting banget. Siksa kubur yang jadi ancamannya, Mas. Ngeri ngga tuh?"

Ngeri ngga tuh?

Ngeri ngga tuh...

Hamas pucat. Pantas saja Saad menghindari sekali melakukan hal-hal yang kelihatannya remeh tapi tak layak. Kerjaannya juga minta maaf.

Minta maaaaaaf, mulu sampai Hamas sendiri bosan membalas chat Saad di pengujung malam untuknya. Secara, yang sering interaksi dengan Saad ya si Hamas kan. Jadi Saad khawatir dia melakukan salah apa dan apa pada Hamas.

"Udahan belum nih? Kuy balik," kata Saad begitu melihat piring Hamas telah kosong.

Mengangguk, Hamas mencuci tangannya.

"Eh, gue minta maaf ye, Ad," kata Hamas kemudian.

"Minta maaf kenapa deh?"

"Ehm, tadi gue makan daun selada dari piring lo, nyet eh Ad..."

Saad tergelak dalam tawa, "Itu sih gue kan tahu dan gue ikhlas, yaa Ukhayya. Lo sebut gue nyat-nyet aja gue ikhlas..."

Hamas cengengesan. Mesam-mesem. 

Kuping caplangnya merona.

Ah sa ae lu, Mas!

[✓] HAMASSAAD Bromance Until JannahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang