32. Rahasia Terungkap

1.8K 35 0
                                    

Suma Tian sejak tadi menunggu di luar ruangan. Mendengar kata-kata Fu Giok-su, akhirnya dia baru bisa mengusap keringat yang membasahi keningnya. Suma Tian yang satu ini sudah dapat dipastikan palsu. Tetapi dia juga she Suma. Hanya nama sebetulnya ialah Suma Hung. Dan sama sekali tidak ada kaitannya dengan Kim-to Suma yang dikenal Yan Cong-tian.

*****

Satu kentungan telah berlalu. Li Bu dan Kiang Cin sudah kembali dan masuk ke dalam kamar mereka. Kiang Cin agak khawatir. Dia menutupkan pintu kamar itu rapat-rapat.

"Kita disuruh jangan mengambil tindakan apa-apa. Tapi kau malah menganjurkan agar kita membereskan tua bangka itu. Coba kau kira-kira, apakah Suma Hung akan mengetahui kejadian ini?" tanyanya cemas.

"Dia yang menyebabkan kematian Toako kita. Mengapa kita tidak boleh membunuhnya? Apalagi dia membawa Ginbio sebesar enam ribu tahil," sahut Li Bu sambil tertawa dingin.

"Benar juga. Kalau dia tidak minta penggantian nyawa anaknya, Toako juga tidak akan mati," kata Kiang Cin.

"Aku lihat Suma Hung juga menggunakan kesempatan ini untuk melampiaskan kebencian dalam hatinya. Ingatkah kau ketika Toako melaporkan Su-tangke bahwa dia telah meracuni salah seorang anak murid Siau-yau-kok? Kali itu dia mendapat hukuman yang berat. Oleh sebab itu dia meminjam golok membunuh orang."

Kiang Cin menganggukkan kepalanya berulang kali. Belum lagi dia berkata apa-apa, dari luar pintu terdengar suara langkah kaki seseorang. Pembicaraan mereka pun terhenti untuk sementara.

Pintu didorong dari luar. Suma Hung masuk dengan langkah lebar. Dia memerhatikan kedua orang itu sekilas. "Apakah kalian sudah mengikuti tua bangka itu? Sampai di mana?"

"Sampai lima li di luar kota Say Pak," sahut Li Bu.

Mata Suma Hung mengedar. Dia menatap ke bawah. Tiba-tiba tangannya terulur dan mencengkeram pergelangan tangan Li Bu. Jari tengah Li Bu memakai sebuah cincin giok yang warnanya sudah tua sekali. Wajah Li Bu segera berubah. Demikian pula wajah Kiang Cin.

"Kalian membunuhnya?" hardik Suma Hung.

"Tidak ...." nada suara Li Bu yakin sekali.

"Lalu dari mana datangnya cincin giok ini?"

"Beli di toko," suara Li Bu sudah mula gugup.

"Masih menyangkal?" urat hijau bertonjolan di kening Suma Hung. "Aku ingat dengan jelas, cincin batu giok ini tadi dipakai oleh orang tua itu."

"Kami tidak membunuhnya," sahut Li Bu tetap tidak mau mengaku.

Suma Hung melepaskan cengkeramannya. Dia tertawa dingin. "Urusan ini, sekembalinya kita ke lembah biar Cujin yang putuskan. Kalau kalian mau membantah, membantahlah pada waktu itu." Setelah itu dia mengibaskan tangannya dan meninggalkan kamar tersebut.

Li Bu dan Kiang Cin memandangi kepergian Suma Hung. Wajah mereka berubah pucat.

"Suma Hung memang merasa sentimen kepada kita. Sekembalinya kita ke Siau-yau-kok, dia pasti akan membuat kita mati kutu di depan Cujin. Aku tidak berani membayangkan hukuman yang akan diberikan kepada kita pada saat itu," kata Li Bu dengan kebencian yang meluap.

"Kalau menurutmu, apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Kiang Cin yang kebanyakan menurut saja.

"Daerah sekitar ini sampai sejauh seratus li, masih ada saja orang-orang Siau-yau-kok. Apabila kita melarikan diri, tentu akan tertangkap kembali dalam waktu yang singkat," Li Bu mengertakkan giginya. "Satu-satunya jalan keluar bagi kita hanyalah memihak kepada musuh ...."

"Musuh? Siapa?"

"Yan Cong-tian!" Li Bu mengepalkan tinjunya. "Biar Yan Cong-tian membuka kedok orang itu dan membunuhnya. Dengan demikian tidak akan ada orang yang mengadukan kita lagi. Kita bisa bebas kembali ke Siau-yau-kok dan juga sekaligus sudah membalaskan kematian Toako kita ...."

Pendekar Ulat Sutra (Tian Chan Bian) - Huang YingWhere stories live. Discover now