42. Kepergian Sen Man Cing

1.2K 26 0
                                    

Tok-ku Bu-ti tidak marah. Malah penampilan wajahnya semakin tenang. "Seseorang yang mabuk ilmu silat, meskipun pengorbanan yang dituntut tetap dapat dimaafkan."

Sekali lagi Yan Cong-tian tertegun.

"Tidak, salah!"

Dia sendiri terpaksa mengakui. Karena seperti dirinya sendiri yang begitu gila mempelajari ilmu silat sampai-sampai rela untuk tidak menikah seumur hidup.

"Terhadap perbuatan busuk yang dilakukan Ci Siong tojin, entah bagaimana pendapat para murid Bu-tong-pai?" tanya Tok-ku Bu-ti.

Wajah Yan Cong-tian juga tidak berubah. 

Hanya matanya saja yang menyorot lebih tajam. "Apa pun yang dilakukannya, kita tidak dapat menyelidiki lebih jauh lagi. Sekarang toh dia sudah menjadi sesosok mayat yang telah dikuburkan!" Yan Cong-tian berhenti sejenak.

"Lagipula masalah ini, aku rasa bukan keseluruhannya salah Ci Siong juga, hehehehe..." Tok-ku Bu-ti tertawa terkekeh-kekeh.

"Maksudmu?"

Mata Yan Cong-tian beralih ke wajah Sen Man-cing, dia seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi dibatalkannya. 

Tiba-tiba dia menyadari, pada saat seperti ini, apabila dia masih menyalahkan Sen Man-cing, tindakannya malah akan membuat nasib wanita itu menjadi semakin tragis.

Sinar mata Tok-ku Bu-ti mengikuti pandangan Yan Congtian.

Belum lagi dia mengatakan apa-apa, tubuh Sen Man-cing sudah terkulai di atas tanah. Sepasang tangannya mendekap di dada. Darah segar mengalir membasahi pakaiannya.

Dengan seruan terkejut, Fu Hiong-kun penghambur menghampiri. Cepat-cepat dia memapah tubuh wanita itu.

"Hujin, kau...!"

Mata Sen Man-cing masih membuka, dia tersenyum pilu.

"Sejak dulu aku sudah ingin mati. Aku masih bertahan hidup sampai hari ini adalah karena masih banyaknya persoalan yang membuat hatiku tidak tenang. Sekarang biarpun masih
ada yang aku khawatirkan, lapi terpaksa aku harus membiarkannya." 

Tangannya mengendur. Sebuah tusuk konde yang hanya terlihat ujungnya saja menancap di dada wanita itu.

Fu Hiong-kun terkejut sekali. Dengan panik Wan Fei-yang menerjang maju mendekati. Dia juga ikut memperhatikan posisi tikaman tusuk konde itu, tanpa sadar keningnya berkerut.

"Fei Yang...." Air mata Sen Man-cing mengalir dengan deras. "Jaga baik-baik adikmu. Katakan kepadanya agar kelak jangan terlalu keras kepala lagi." ucapannya selesai, nyawanya pun melayang.

Perlahan-lahan Wan Fei-yang menjatuhkan dirinya berlutut di depan mayat wanita itu. 

Tok-ku Bu-ti yang memperhatikan semua itu dari tempatnya, tidak dapat tersenyum lagi. Bagaimana pun dia sebetulnya masih mencintai Sen Man-cing. Kalau tidak, dia tentu tidak akan membiarkan istrinya hidup sampai saat ini.

Sinar mata Yan Cong-tian berpendar ke sekeliling kemudian beralih kembali ke arah wajah Tok-ku Bu-ti. 

Dia tertawa dingin. "Tentunya kau senang sekali sekarang," sindirnya tajam.

Tok-ku Bu-ti memaksakan dirinya terbahak-bahak. "Senang bukan kepalang!"

Tiga kali berturut Yan Cong-tian memperhatikan Tok-ku Bu-ti dari atas kepala sampai ke bawah kaki, kemudian perlahan-lahan dia membalikkan tubuhnya dan berjalan mendekati Wan Fei-yang. Tok-ku Bu-ti mengusap air hujan yang membasahi wajahnya. Dia memandang Yan Cong-tian dengan tatapan penasaran. Yan Cong-tian berjalan ke depan beberapa langkah, tiba-tiba dia berhenti. 

Pendekar Ulat Sutra (Tian Chan Bian) - Huang YingWhere stories live. Discover now