22. Pendekar Wanita Kesepian

1.6K 24 1
                                    

Fu Giok-su menunggu di depan pintu. Tangannya membawa sebuah bungkusan. Tampak wajahnya panik sekali. Dia sama sekali tidak meragukan perasaan Wan-ji kepadanya. Tapi selama menunggu, hatinya tegang sekali. Dia sendiri tidak mengerti mengapa bisa demikian.

Sebetulnya seperti apa manusia yang bernama Yan Cong-tian itu? Dan bagaimana reaksinya setelah mengetahui hubungannya dengan Wan-ji? Apakah hanya dengan cara demikian dia pasti bisa berhasil mendapatkan ilmu Tian-can-kiat? Berpuluh-puluh pertanyaan menggelayuti pikiran Fu Giok-su.

Juga dalam waktu yang bersamaan, Wan Fei-yang membawa baki makanan mendatangi. Fu Giok-su masih tidak menyadari. Wan Fei-yang yang melihatnya justru panik. Dia segera menghampiri. "Fu-toako ...."

Mendengar panggilan itu, Fu Giok-su menolehkan kepalanya. Dia tersenyum kepada Wan Fei-yang. "Apa yang kau lakukan di tempat ini?" tanyanya gugup. Dia segera menarik lengan Fu Giok-su.

"Aku ...." Fu Giok-su melepaskan tangan Wan Fei-yang dari cekalannya. Dia tidak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan itu.

"Aku ... aku apa? Bukankah aku pernah mengatakan bahwa di sini daerah terlarang. Kalau sampai kepergok, paling tidak urat nadi kakimu diputuskan semuanya," kata Wan Fei-yang menyeret Fu Giok-su.

Fu Giok-su semakin bingung bagaimana harus menjelaskan masalahnya. Tepat pada saat itu, Wan-ji keluar dari rumah Yan Cong-tian.

"Siau-fei, mengapa kau menarik-narik tangan Fu-toako?" tanyanya.

"Wan-ji kouwnio, jangan teriak-teriak. Fu-toako tidak tahu di sini daerah terlarang. Kalau sampai ketahuan ...." suara Wan Fei-yang seperti bisikan.

Fu Giok-su hanya tertawa getir. Sedangkan untuk sesaat Wan-ji tidak tahu harus marah atau tertawa. "Aku yang mengajaknya menemui suhu. Siapa suruh kau ikut campur?"

Wan Fei-yang terpana. Dia menatap ke arah Fu Giok-su kemudian mengalihkan pandangannya kepada Wan-ji. Akhirnya dia melepaskan eekalannya. Fu Giok-su merapikan lengan bajunya yang kusut karena tarikan Wan Fei-yang. Wan-ji mengedipkan matanya.

"Hayo, ikut aku," ajaknya.

Dengan baki di tangan, Wan Fei-yang tertegun memandangi mereka. Tiba-tiba Wan-ji menghentikan langkah kakinya. Dia menoleh kepada Fei-yang.

"Serahkan saja baki itu kepadaku," katanya. Tidak menunggu jawaban dari Fei Yang, dia segera merebut baki yang berisi makanan itu.

Wan Fei-yang berdiri termangu-mangu melihat kedua orang itu melangkah masuk ke dalam rumah. Hatinya sungguh tidak enak. Berkali-kali dia menggaruk-garuk kepalanya. Dia tidak meninggalkan tempat itu dan tetap menunggu di luar.

*****

Fu Giok-su sungguh pandai bersandiwara. Sikapnya sangat wajar dan sopan. Lun Wan-ji menyenggol lengan bajunya. "Cepat panggil Supek," katanya.

"Tecu Fu Giok-su, menanyakan keadaan Supek," dia menjura dalam-dalam.

Yan Cong-tian memperhatikan Fu Giok-su dari ujung kepala sampai ujung kakinya. Dengan wajah berseri-seri dia menganggukkan kepalanya berkali-kali.

"Boleh juga ...." Dia beralih ke Lun Wan-ji. "Kau sungguh pandai memilih,"

Wajah Lun Wan-ji merah padam karena malu. Yan Cong-tian menunjuk ke sebuah kursi yang ada di sampingnya.

"Duduk," katanya mempersilakan.

"Tecu tidak berani," sahut Fu Giok-su. Kemudian dia menyodorkan bungkusan yang ada di tangannya. "Tecu membawakan sedikit makanan. Harap supek menyenanginya."

Yan Cong-tian menerima bungkusan itu lalu membukanya. "Akh ... lumpia ... bagus! Bagus!" katanya berulang-ulang.

Lun Wan-ji dan Fu Giok-su saling lirik sekilas. Mata Yan Cong-tian mengerling ke arah pasangan itu.

Pendekar Ulat Sutra (Tian Chan Bian) - Huang YingWhere stories live. Discover now