36. Jodoh Teratai Salju

2K 30 0
                                    

Ketika Tok-ku Hong keluar dari gedung keluarga Lu, matahari sudah hampir terbenam. Wan Fei-yang mengantarkan sampai di depan pintu.

"Sekarang mestinya kau sudah percaya bahwa aku tidak mendustaimu," kata Wan Fei-yang.

"Siapa suruh sebelumnya kau selalu berdusta!" mulut Tok-ku Hong berkata demikian, tapi nada suaranya sudah tidak mengandung kemarahan. "Lu-loya adalah orang tua yang baik hati. Lebih baik kau jangan mempunyai maksud yang tidak-tidak."

"Mana mungkin?" Wan Fei-yang tertawa getir.

Seorang anggota Bu-ti-bun berlari menghampiri dengan napas tersengal-sengal. Dia berhenti di depan Tok-ku Hong, kemudian menjura dalam-dalam.

"Buncu ada perintah, harap Toasiocia segera kembali ke kantor pusat. Ada urusan penting yang akan dirundingkan," lapor anggota Bu-ti-bun itu.

"Kau berangkat dulu, aku akan menyusul sebentar lagi," kata Tok-ku Hong kemudian merenung.

Sampai anggota Bu-ti-bun itu pergi dari hadapan mata, Tok-ku Hong baru menolehkan wajahnya ke arah Wan Fei-yang. Ada tersirat rasa bersalah di mata gadis itu.

"Baik-baiklah kau beristirahat di rumah Lu-loya. Kalau urusan di sana sudah selesai, aku akan datang menjengukmu lagi," katanya tersipu-sipu.

Wan Fei-yang menganggukkan kepalanya tanpa bersuara. Dia juga tidak bertanya urusan apa sampai Tok-ku Bu-ti memanggilnya pulang, karena dia sama sekali tidak melupakan bahwa ilmu silatnya sudah punah. Dan dalam dunia Kangouw sudah tidak ada tempat baginya untuk memijakkan kaki.

*****

Senja hari. Saat itu merupakan senja hari pada hari kelima. Seratus tiga puluh enam ekor kuda bersama penunggangnya mengiringi dua buah kereta besar. Rombongan itu melintasi jalan pegunungan.

Ci-bu-kim-hoan beserta keempat pengawalnya sudah berdiri menanti di ujung sana. Di dalam kereta yang pertama duduk utusan dari Raja Nepal. Sedangkan di antara seratus tiga puluh enam penunggang kuda itu, dua puluh empat di antaranya memakai pakaian kaum persilatan. Dandanan mereka merupakan kaum persilatan yang biasa dikenakan di daerah Nepal. Sedangkan sisanya sudah pasti tentara kerajaan setempat yang bertugas mengawal mereka. Kepala pengawal yang mendapat tugas tersebut bernama Su Cong.

Melihat Ci-bu-kim-hoan sudah menunggu di sana, Su Cong cepat-cepat turun dari kudanya dan menghampiri. "Lu-tayjin pasti sudah menunggu cukup lama."

"Baru saja sampai ...." sahut Lu Ci yang juga menyongsong ke depan menyambut kepala pasukan tersebut.

Sambil bercakap-cakap kedua orang itu menghampiri kereta kuda. Pintu kereta segera terbuka. Dari kedua kereta itu keluar dua orang utusan Raja Nepal. Yang belakang tentu yang menjadi wakil. Dandanan mereka sangat istimewa, jauh berbeda dengan dandanan orang Tionggoan. Wajah mereka juga tidak sama dengan orang Tionggoan umumnya. Yang keluar dari kereta depan dan usianya lebih lanjut memeluk sebuah kotak persegi yang indah. Demikian hati-hatinya seakan takut kotak itu terjatuh dan isinya akan hancur.

Lu Ci segera menjura dalam-dalam. "Jenderal Pasukan Pakaian Perak dari wilayah utara, Lu Ci menyambut kedatangan utusan Raja Nepal."

"Terima kasih atas kerja sama Lu-tayjin," sahut orang yang lebih tua. "Dengar-dengar Lu-tayjin adalah tokoh kelas satu dalam pemerintahan sekarang. Setelah bertemu, ternyata kabar ini memang benar."

Bahasa yang digunakannya adalah bahasa Han. Meskipun tidak lancar sekali, tapi tidak sulit ditangkap artinya. Perkataannya merupakan basa-basi belaka, tapi sangat bermanfaat. Hati Lu Ci merasa bangga mendapat pujian itu.

"Kuisu terlalu sungkan," sahutnya sambil menjura sekali lagi.

"Tugas Punsu sangat berat. Aku berharap dapat kembali secepatnya ke Nepal. Sekarang tugas sudah dapat diselesaikan dengan baik. Tentu aku tidak perlu khawatir lagi. Perjalanan kembali ke Nepal juga tidak perlu berputar-putar lagi."

Pendekar Ulat Sutra (Tian Chan Bian) - Huang YingWhere stories live. Discover now