Satu

1.5K 59 0
                                    

ARC 1 - RAHASIA GABRIEL & ALVIN

Supaya lebih rapi, Vee memutuskan membagi cerita Back Home ini ke dalam beberapa arc. Masing-masing arc akan menyelesaikan satu atau dua konflik sehingga pemecahannya lebih fokus dan kalian bacanya juga lebih enak.

Selamat membaca,
Salam hangat,
Vee.

***

Day 1

Gabriel memelankan laju mobilnya saat ia telah tiba di gerbang sekolah. Dibukanya kaca jendela, lalu ia melempar senyum pada satpam yang sedang berjaga. Setelah itu ia kembali melajukan mobilnya menuju tempat parkir yang telah tersedia. Dapat ia lihat Rio telah berdiri menunggunya.

"Halo Yo, lo kok berdiri aja sih?" sapa Gabriel seraya mengunci mobilnya. Lalu ia menyeret Rio agar mereka segera masuk ke kelas.

"Lo telat lima menit dari biasanya. Dan Alvin mana?"

Gabriel mendengus mendengar kalimat pertama sahabatnya itu, dan mengingat Alvin, ia kembali mendengus.

"Jangan suka mendengus! Lo nggak sopan! Ayo beri tahu gue, di mana Alvin? Is he okay?"

"Semalam Alvin drop. Hari ini dia nggak masuk, dan jangan marah sama gue! Gue juga baru tahu tadi pagi dari bonyok."

Kemudian, Gabriel meninggalkan Rio sendiri. Rio pun berdecak sebal lalu segera menyusul Gabriel, mengabaikan beberapa sapaan yang ia terima dari adik kelas.

***

Lima menit menjelang bel, Cakka masuk ke kelas. Rambutnya yang di cat merah jatuh berantakan di dahinya. Ia masih sibuk mengatur nafas saat duduk di samping Gabriel.

"Lo ngapain datang jam segini?" tanya Gabriel. Tentu ia bingung, mengingat Cakka biasanya datang minimal satu jam setelah bel masuk berbunyi.

"Hosh.. Gue.. Hhh.. Bawa anak orang yang nggak mau telat!! Hosh.."

Rio yang duduk di depan mereka segera memutar tubuh dengan tatapan menghakimi.

"Lo pergi sama siapa? Tumben lo mau sama anak alim?" tanya Rio dengan nada menghina. Tentunya Cakka tak merasa tersinggung, karena ia sudah terbiasa. Cakka pun meneguk air minumnya sebelum menjawab.

"Ehmm.. Gue pergi sama Chelsea. Yang suka gue ceritain it- BTW, Alvin mana, Gab??"

Cakka menaikkan alisnya seraya menatap Gabriel saat menyadari bangku di samping Rio kosong. Mendengar pertanyaan itu, Rio memutar bola matanya, merasa kesal lagi karena tidak diberitahu lebih cepat.

"Semalam Alvin drop. Hari ini dia nggak masuk, dan jangan marah sama gue! Gue juga baru tahu tadi pagi dari bonyok," jawab Gabriel, sama persis dengan ucapannya ke Rio tadi.

"Yah!! Lo kok nggak bilang dari tadi sih!! Tau gitu gue jengukin Alvin aja daripada gue ke sekolah!!" dengus Cakka sebal sambil menyenderkan tubuhnya di bangku.

"Yee.. Kan gue udah bilang kalau gue juga baru tahu. Lagian lo bawa cewek, kan," sungut Gabriel sambil menoyor Cakka. Kemudian, keduanya tertawa, tepat saat bel masuk berbunyi.

***

Jam pulang sekolah pun tiba. Dengan semangat, Gabriel, Rio, dan Cakka berlari menggapai kendaraan masing-masing. Di tengah jalan, Cakka berpisah karena ia menggunakan motor.

"YANG TERAKHIR NYAMPE DI RUMAH SAKIT HARUS NRAKTIR YAAA!!!" seru Gabriel keras-keras sambil tertawa. Ia segera menambah kecepatan larinya, disusul Rio dan Cakka. Siapa juga yang mau menraktir kerbau macam mereka bertiga?

***

Alvin tengah tertidur saat Gabriel tiba. Wajah putih pucatnya nampak sangat tenang, sehingga Gabriel melengkungkan senyumnya.

Gabriel menarik kursi ke samping kasur, lalu mengelus tangan kembarannya yang bebas infus. Dirasakannya hawa hangat keluar dari sana.

Beberapa saat kemudian, pintu kamar Alvin dibuka dengan kasar diiringi desahan nafas dua orang. Gabriel langsung menatap kedua sahabatnya itu dengan tajam, sehingga kedua orang itu langsung ciut dan melangkah mendekat perlahan.

Rupanya Alvin telah bangun akibat keberisikan mereka tadi. Rio dan Cakka, kedua orang itu, segera melempar tatapan maaf pada Gabriel dan Alvin.

"Nih, gue bawain buah," ujar Rio sambil mengangkat sekresek buah di tangan kanannya. "Sebenarnya gue sampai duluan kalo nggak beli ini dulu, jadi Cakka yang traktir," lanjut Rio tanpa perasaan.

Cakka langsung melotot. "Enak aja! Lo kan lewat tol, gue lewat jalan biasa. Mana bisa," sungut Cakka. Bibirnya digembungkan, membuat Alvin terkekeh kecil. Setelah itu Alvin terbatuk-batuk. Cakka dan Gabriel langsung mendekati Alvin dengan sigap.

"Al, kamu ngga apa??" tanya Gabriel panik. Dielusnya rambut hitam Alvin perlahan, sementara Rio mengamati dari seberang kasur.

"Al jangan tertawa dulu. Lo masih belum fit," ucap Rio. Meski ia berucap sambil menyilangkan tangan di depan dada dengan nada bossy, semua orang tahu bahwa Rio peduli.

"Gue ngga apa kok. Jangan panik sih ah. Berasa lemah banget," ujar Alvin sambil tersenyum. "Rio, gue mau semangka."

Rio mengangguk. Dibukanya kresek yang tadi ia bawa, lalu mengambil sebuah semangka potong dari dalamnya. Kemudian, Rio membantu Alvin memakan semangka itu.

Alvin terlihat mengunyah dan menelan perlahan. Hal itu membuat Gabriel sedih. Seandainya ia bisa berbuat lebih untuk membantu kembarannya itu...

"Eh, sori, gue duluan. Chelsea barusan LINE gue minta ditemani ke toko buku!"

Setelah berkata demikian, Cakka segera mendekati kasur Alvin lalu menepuk perlahan puncak kepala salah satu sahabatnya itu. "Cepat sehat, bro. Sori gue duluan," cengir Cakka, dibalas cengiran lemah Alvin. Cakka pun berlalu.

"Halah, kebiasaan bocah itu. Gue mau tau siapa yang bisa jadi istrinya nanti," decak Rio setelah kepergian Cakka.

"G-gue juga.. pingin tahu.. siapa istri kita kelak," ucap Alvin perlahan sambil mengulaskan sebuah senyum.

"Doain aja aku bisa dapetin Via, Al," respon Gabriel. Ia tersenyum kala mengingat Via.

"Yah, udah narget dia. Tapi lo masih butuh banyak kelebihan, Gab, untuk dapetin Via," peringat Rio. Ia masih sibuk membantu Alvin makan.

Gabriel mendengus mendengar penuturan Rio. Apakah sahabatnya itu harus selalu mengomentari kelemahannya?! Sebelum Gabriel sempat berkomentar, pintu terbuka dan tampaklah kedua orang tua Gabriel serta Alvin. Gabriel segera memberi pandangan lo-selamat-kali-ini pada Rio, sebelum ia menyapa kedua orang tuanya yang tampak lelah.

"Bagaimana hari ini, Gab?" tanya papanya. Ia mengelus rambut putranya, lalu beranjak mendekati kasur Alvin.

"Baik, Pa. Tapi Gab lebih suka kalau ada Al, sih," jawab Gabriel jujur. Ia menatap mamanya yang juga sedang menatapnya dengan terharu.

"I'm sorry, Gabriel.." ucap Alvin. Ia memandang sedih kembarannya, merasa tak berguna.

"Jangan bilang maaf, Al. Lo nggak salah kok," ucap Rio sambil mengangkat bahunya. "Kalau gitu saya pulang dulu ya, Om, Tan. Gab, Al, gue pulang ya."

"Makasih, Yo, sudah jaga kedua putra om," ucap papa Alvin dan Gabriel.

Rio mengacungkan ibu jarinya, lalu ia benar-benar keluar dari ruangan itu.

BACK HOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang