Jangan lupa vote dan komen setelah selesai baca bagian ini ya!
Happy reading :)
***
Day 10
Sudah seminggu berlalu dan Via benar-benar menepati ucapannya ke Ify. Ia mengajak Keke dan Shilla bergabung bersamanya, dan kini, mereka telah menjadi sebuah squad. Cukup dekat untuk ukuran orang yang baru kenal dekat selama seminggu. Seperti saat ini.
"Keke, nanti jangan lupa, kita ke rumah lo," cengir Via.
Keke mengacungkan jempolnya, lalu ia melirik Ify yang lagi-lagi tidak mengenakan seragam olahraganya.
"Ify, lo masih dapet? Kok nggak pake seragam lagi? Udah seminggu lho, kalo kelamaan tandanya nggak normal," ucap Keke bingung. Ify yang menjadi subjek hanya cekikikan.
"Dia mah pakai seragam juga percuma, Keke. Ify kan benci olahraga," jawab Via, diangguki Ify dengan mantap.
"Gue baru dapat ilham dari Alvin. Gue lupa bawa seragam," ujar Ify sambil tersenyum lebar.
Shilla yang melihat hal itu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. "Harusnya lo olahraga selagi masih bisa olahraga, Ify."
"Tapi, olahraga itu bikin gue capek. Lecek, lemah, nggak berdaya. Udah, pokoknya olahraga tuh jelek banget!!" elak Ify. Ia menyilangkan tangannya di depan dada sambil menggelengkan kepalanya.
Dengan segera Via menoyornya. Via baru ingin membalas ucapan Ify saat keempat lelaki tertampan di XI IPA 1 memasuki kelas. Dan ia, termasuk ketiga sahabatnya, cukup tercengang saat melihat Alvin mengenakan seragam olahraga sedangkan Cakka tidak. Cakka mengenakan seragam yang sama dengan Ify.
"Janji, cuma jalan satu putaran."
Ucapan Gabriel terdengar tegas dan sorot matanya berbeda dari Gabriel biasanya. Sorotnya ini terlihat menakutkan.
"Iya, Jonat janji," balas Alvin. Anehnya, ia menyebut dirinya dengan Jonat.
"Kalau lelah, lo berhenti."
Via mengernyitkan alis. Lo? Bukankah Gabriel dan Alvin saling berkomunikasi dengan aku-kamu? Tanpa sadar, ia mengangkat kedua bahunya tanda tak peduli.
"Via, kok lo angkat-angkat bahu sih?" tanya Keke. Via pun gelagapan.
"A-anu... Bahu gue pegel, he-eh," cengir Via dengan kaku.
Keke pun mengangguk acuh.
***
Akhirnya bel masuk berbunyi!
Via, Keke, Shilla, serta Ify keluar dari kelas bersama teman sekelas mereka yang lain untuk mengikuti pelajaran olahraga. Keke menyempatkan diri untuk mengabsen teman sekelasnya, dan cukup heran karena Gabriel dan sobat-sobatnya tak nampak. Via juga melakukan hal yang sama, namun ia pikir mereka sudah berada di lapangan lebih dulu.
Sayangnya Via salah.
Lapangan masih kosong saat ia dan teman-temannya tiba. Bahkan saat Pak Dito datang pun, keempat lelaki itu belum muncul juga.
"LIVFYNA! Mengapa kamu tidak pakai seragam lagi?!"
Ify tersenyum salah tingkah. Dibawanya poni panjangnya ke belakang, lalu ditatapnya Pak Dito dengan tatapan melas. "Saya lupa bawa seragam, Pak."
"Alasan! Nah, sekarang di mana Alvin dan kawan-kawannya itu?!"
Tidak ada yang berani menjawab. Semua murid yang tadinya melakukan pemanasan langsung menundukkan kepala.
"Maaf, Pak, kami terlambat."
Via mendongakkan kepalanya, tatapannya bertemu dengan Rio yang juga sedang menatapnya. Sedangkan Gabriel, yang tadi berucap, tengah menatap Pak Dito dengan berani. Sorot matanya telah kembali seperti semula.
Pak Dito tidak merespon. Beliau justru menatap aneh pada Alvin yang untuk pertama kalinya mengenakan seragam olahraga. Gabriel mengikuti arah pandang Pak Dito itu, lalu ia mengangguk.
"Permisi, Pak. Bisakah saya bicara dengan Bapak sebentar?"
Kening Pak Dito mengernyit. "Baiklah. Anak-anak, kalian lanjutkan pemanasan sendiri!"
Siswa-siswa XI IPA 1 pun mengangguk, lalu melanjutkan pemanasan mereka. Sementara Rio dan Alvin bergabung, Gabriel dan Pak Dito menuju suatu sudut untuk melakukan pembicaraan. Tidak ada yang tahu kemana menghilangnya Cakka.
***
"Aduh, gue kebelet pipis! Gue ke toilet dulu, ya!!" seru Keke panik. Ia langsung saja berlalu sebelum teman-temannya sempat membalas.
Keke begitu lega setelah ia keluar dari bilik toilet. Ia baru saja akan kembali ke lapangan ketika sebuah tangan menahan bahunya.
"Keke? Lo Keke, kan?"
Jantung Keke berdegup. Cakka! Keke mengenal jelas suara itu, dan itu adalah milik Cakka!
"Eh, iya?"
"Olahraganya lagi ngapain tuh?" tanya Cakka seraya melirik lapangan.
"Tadi sih istirahat setelah pemanasan, Cak," jawab Keke sambil memamerkan senyumnya.
Cakka pun mengangguk, bertepatan dengan datangnya Alvin dan Rio. Kedua lelaki itu tidak bercucuran keringat, membuat Keke heran.
"Kok kalian engga berkeringat?" tanya Keke penasaran.
"Keringat gue mahal," jawab Rio singkat. Kemudian, lelaki itu mendorong Alvin agar memasuki toilet bersama Cakka.
Tinggallah Rio dengan Keke berdua, dengan suasana canggung. Keke bahkan tidak tahu mengapa ia tidak pergi saja, justru menemani Rio.
"Ehm, Rio, kok tiba-tiba Alvin olahraga sih?" tanya Keke perlahan. Ia tidak mau dianggap kepo, tapi pertahanannya sudah habis! Lagipula, hanya berduaan tanpa pembicaraan itu sungguh canggung.
Rio melirik Keke sekilas, lalu menghela nafas. "Itu urusan pribadi."
Keke pun mengangguk paham. Kemudian, Cakka dan Alvin keluar dari toilet dengan seragam yang sudah bertukar. Keke melongo melihatnya.
"Hai. Gue emang cuma ikut pemanasan sebentar," ucap Alvin sambil memamerkan senyumnya, seperti tahu apa yang dipikirkan oleh Keke.
Kali ini, seragam Alvin terlihat jelas tanpa balutan jaket, dan Keke dapat melihat jelas betapa kurus, putih, dan pucatnya Alvin! Keke mengedipkan matanya beberapa kali, lalu ia melangkah.
"Gue kembali ke lapangan deh. Hehe.."
***
"Oh my God!!"
Via berseru tertahan kala Rio, Cakka, dan Alvin memasuki lapangan di tambah Gabriel yang baru saja bergabung. Rupanya Via kaget karena untuk pertama kalinya melihat tubuh Alvin tanpa balutan jaket. Namun, penampakan itu tak berlangsung lama karena Alvin langsung membungkus tubuhnya dengan jaket yang baru saja diberikan Gabriel.
"Lo kenapa, Vi?" tanya Ify, mengarahkan pandangannya ke arah yang sama dengan Via. Pahamlah ia.
"Alvin ganteng bangettt!!" pekik Via kecil. Senyumnya tersungging lebar, membuat Ify bergidik.
"Dia memang ganteng, Via," balas Keke sambil menerawang. Ia merasa Alvin menarik, entah mengapa. Tiba-tiba, Keke merasa ingin mengetahui sesuatu tentang Alvin.
"Anak-anak, ayo kita mulai pelajaran hari ini."
Dan Pak Dito sukses membuat terawangan Keke berhenti. Dengan sigap, semua murid kembali berbaris di tengah lapangan, menyisakan Alvin dan Ify yang lagi-lagi duduk saja di pinggir lapangan.
Tanpa Pak Dito yang memprotesi mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
BACK HOME
Teen FictionBagaimana jika seorang pengidap Double Identity Disorder dan pengidap lemah jantung adalah sepasang saudara kembar? Bagaimana jika mereka berteman dengan seorang perfeksionis dan seorang yang super slengean dan tak peduli aturan? Apa jadinya jika me...