Keke keluar rumah dengan malu - malu. Hari ini, entah mengapa Cakka memaksa untuk menjemputnya pergi ke sekolah. Ya, setelah hampir seminggu lelaki berambut merah itu tidak sekolah, hari ini lelaki itu datang tiba - tiba mengejutkan Keke.
"Udah lama?" tanya Keke pelan. Ia merasa canggung karena sudah lama tak berbincang dengan Cakka.
"Menurut gue, lima menit itu lama," balas Cakka seraya terkekeh lalu naik ke motornya. Kemudian, Cakka menyerahkan sebuah helm pada Keke yang diterima dengan senang hati.
"Nanti pulang sekolah ada rapat Pensi, tadi gue diberi tahu Rio," ucap Cakka sejenak sebelum motornya melaju, namun membuat Keke termenung. Pensi? Bahkan Keke lupa kalau ia bagian dari pensi itu.
***
Alvin tersenyum lebar menatap pantulan dirinya di cermin. Meski tubuhnya terlihat sedikit lebih kurus, namun sepercik rona merah tampil menghiasi wajah pucatnya. Dengan semangat, Alvin segera meraih ranselnya lalu menuju ruang makan. Di sana Gabriel telah menunggunya dengan segelas susu yang telah tandas.
"Lama banget sih kamu siap - siap kayak tuan putri aja," ledek Gabriel. Alvin hanya terkekeh menanggapinya, lalu ia sendiri duduk dan segera menyantap sarapannya. Lima sendok nasi dengan sayur, lalu beberapa potong buah apel, dan segelas susu.
Dua puluh menit kemudian, Alvin dan Gabriel telah berada dalam perjalanan menuju sekolah.
***
XI IPA 1 sudah ramai saat Cakka dan Keke tiba. Tak ada yang memperhatikan kehadiran mereka, namun mereka memperhatikan sepasang teman mereka yang sedang berbincang di suatu sudut. Tepatnya, sahabat mereka.
"Itu Rio sama Ify?" tanya Cakka, diangguki Keke. Keduanya memasang wajah tak percaya, karena.. Yah, Ify kan tidak menyukai Rio.
"Ngapain mereka?" tanya Cakka lagi, lalu tanpa sadar tangannya menarik Keke untuk mendekati mereka.
Tanpa sadar bahwa di belakangnya ada sepasang mata yang kecewa terhadap perlakuannya itu.
"HOY! Ngapain lu berdua pagi - pagi udah pacaran?!"
"Pacaran jidat lu peyang," respon Ify dengan segenap hati.
"Kayak gue sudi aja," tambah Rio dengan tampang sinisnya yang biasa.
Cakka tertawa keras mendengarnya. "Yailah, ternyata gue absen seminggu mendekatkan kalian! Emang selama ini ngga ada tanda gitu, Ke?"
Keke langsung menggeleng. "Mungkin mereka bicara soal ekskul musik?"
Mendengar alasan Keke, Ify menjentikkan jarinya. Pertanda bahwa hal itu benar. Lalu, matanya tertumbuk pada Alvin dan Gabriel yang sedang meletakkan tas di bangku.
"Alv, Gab! Sini!" ajak Ify, di respon dengan anggukan kedua lelaki itu.
"Nanti abang gue rapat kan, Gabriel juga rapat. Kita nungguin bareng dong, Al?" tanya Ify dengan binar penuh harap. Membuat Rio berdecih.
"Dasar sok imut."
"Apa sih lo sirik aja deh. Gue emang imut, tau?"
"Kata siapa?"
"Kata abang gue," cengir Ify, namun ia buru - buru menatap Alvin lagi, "Ya, Al, ya? Kan kita sama - sama ngga ada teman nanti."
Alvin segera mengangguk setuju. Paling tidak, nanti ia tidak perlu menunggu sendiri seperti biasanya.
Setelah itu, mereka kembali berbincang, sesekali ditimpali debat Ify dan Rio, sesekali ditimpali ucapan manis Cakka pada Keke. Hingga tepat sebelum bel masuk berbunyi...
"Hai semua!"
Sesosok tubuh bergetar sempurna mendengar suara lembut itu. Tubuh itu terhuyung, semakin mundur saat si pemilik suara makin mendekat. Ia menggelengkan kepala dengan gestur panik, air mata mulai mengucur sedikit dari matanya. Dan saat si pemilik suara tepat tiba di hadapannya, lalu menyapa lembut, "Hai."
Buyar sudah. Sosok itu berteriak ketakutan, si pemilik suara terlihat bagai monster mengerikan. Mulutnya menyeringai seolah ingin menyantapnya, rambutnya panjang menyentuh lantai dan berantakan hingga seperti bisa mengikatnya. Ia kembali berteriak.
Semua mata tertuju pada sosok itu.
***
Cakka menghela nafas sesaat setelah ia dan Gabriel tiba di UKS. Rio bersama Alvin sedang berada di mobil Rio.
Dalam hening, Cakka mengamati sahabatnya itu. Ini pertama kalinya Cakka, juga Rio dan Alvin melihat kepribadian baru itu. Cakka segera duduk di samping kasur UKS, lalu memejamkan matanya. Dalam benaknya, segala pikiran buruk mulai datang.
Bagaimana jika kini seisi kelas- oh, kalau seisi sekolah sudah tahu? Tentang Gabriel? Alvin tadi juga hampir ketahuan kambuh, jika saja Rio tak cepat - cepat memapahnya keluar. Cakka mulai merasa lelah menyembunyikan semua ini. Namun yang bisa Cakka lakukan hanya menghormati keinginan kedua sahabatnya itu.
"Eungh.."
Cakka segera membuka matanya, dan yang pertama nampak adalah binar mata lucu. Elvian.
Cakka melengos. Gabriel tidak bosan, mengapa Elvian keluar? Dan kini Elvian sedang mendelik takut padanya.
"Elvian, ini gue teman Gabriel. Nama gue Cakka," ucap Cakka seraya menyodorkan tangannya. Ia memutuskan lembut karena Elvian sedang tidak menyebalkan. Dan itu berhasil karena Elvian membalas jabatan tangan itu.
"Teman Kak Gabriel, teman Elvian."
Cakka mengangguk dan mengulas senyum. Elvian membalasnya, dan ini aneh karena wajah Gabriel benar - benar terlihat imut sekarang.
"Elvian lapar. Mau sup pisang."
Cakka memicingkan mata. Sup pisang?
"Sup pisang," ucap Elvian lagi, seolah mempertegas keinginannya.
"Mana enak pisang dibuat sup," balas Cakka. Sayangnya Elvian malah merengek dan terus menyebut keinginannya, membuat Cakka berdecak sebal dan akhirnya beranjak. Tak lupa ia mengunci pintu UKS agar tak seorang pun masuk. Kunci itu ia masukkan ke dalam kantong celananya. Betapa beruntungnya ia karena kunci UKS dibiarkan tergantung di lubangnya.
Sambil berjalan, Cakka sibuk berpikir. Di mana yang menjual pisang dan sup?
"Leonaldo Cakkadila!"
Cakka berhenti melangkah. Namanya baru saja di sebut oleh seorang guru. Ia dapat merasakan langkah guru itu semakin dekat. Cakka mendengus. Tanpa pikir panjang, Cakka berlari. Dirinya masuk ke dalam toilet cowok, karena ia tahu guru itu berbeda jenis kelamin dengannya.
"Cakka! Keluar kamu!"
"Nggak akan! Ibu sana pergi! Udah waktunya ngajar!" balas Cakka seenaknya dari dalam toilet. Kemudian Cakka mendengar seruan geram dari guru itu, lalu suara ketukan heels menjauh. Cakka bergegas keluar dari toilet dan melanjutkan langkah menuju kantin.
Sup pisang.... Sup pisang... Sup pisang.. Sup pisang, sup pis- Oh! Mungkin maksud Elvian itu kolak?
Senyum Cakka terkembang saat dirinya menyadari keinginan Elvian. Untunglah di kantin ada yang menjual kolak. Cakka segera membelinya.
Gue udah kayak suami menuhin istri ngidam, anjir.
KAMU SEDANG MEMBACA
BACK HOME
Teen FictionBagaimana jika seorang pengidap Double Identity Disorder dan pengidap lemah jantung adalah sepasang saudara kembar? Bagaimana jika mereka berteman dengan seorang perfeksionis dan seorang yang super slengean dan tak peduli aturan? Apa jadinya jika me...