Gabriel sungguh merasa bersalah. Lagi-lagi, ego-nya membuat Alvin terbaring di rumah sakit. Bahkan kali ini pipi Alvin membiru. Belum pernah Logan bersikap kasar pada Alvin, tapi..
"Tenanglah, Gab. Al pasti maafin kamu kok," ujar Papa seraya mengelus rambut putranya itu.
"Gab yang ngga bisa maafin diri Gab, Pa. Gab ngga mungkin nyakitin Al," lirih Gabriel, menyandarkan kepalanya ke bahu sang papa. Tatapannya menyorotkan ketidakpercayaan.
"Ssttt.. Tenanglah. Al ngga akan marahin Gab atau Logan kok..."
Setelah papa selesai berbicara, tiba - tiba pintu menjeblak. Mama muncul dengan wajah khawatir.
"Gab ngga apa, Sayang?" tanya Mama panik seraya mendekat ke arah dua pria yang sedang berangkulan itu. Wanita 35 tahunan itu bermaksud memeluk putranya saat secara mengejutkan, Gabriel memekik dan menjauh dari sang Mama. Matanya melebar, ketakutan.
"Gab kenapa?" tanya Papa heran. Seingatnya, istrinya belum melakukan apa pun.
Mama berusaha mendekat, namun Gabriel kembali menjauh. Wajahnya memucat bahkan berkeringat. Ia menunduk, menolak menatap kedua orangtuanya. Tangannya bergetar ketakutan.
Papa segera merengkuh Mama dalam pelukannya. Istrinya itu pasti sangat terguncang.
"Pa, coba hubungi Sion.. Aku takut," lirih Mama dalam pelukan papa. Papa pun mengangguk, mengeluarkan ponsel lalu menghubungi keponakannya itu. Psikiater Gabriel.
***
"Sepertinya Gabriel membentuk kepribadian baru. Dia takut pada wanita," simpul Sion sambil mengamati kertas di hadapannya. Kertas itu langsung ia hadapkan kepada om dan tantenya.
"Kalian lihat? Tadi Gabriel di hadapkan pada beberapa orang untuk mengecek mengapa ia bereaksi dengan kemunculan Tante. Dan hasilnya, Gabriel biasa saja jika bersama pria, namun jika bersama wanita, Gabriel ketakutan."
Tangis Mama tak terelakkan lagi. Papa langsung mengusapkan tangannya di punggung Mama.
"Maksud kamu.. Sekarang ini Gabriel takut pada wanita?"
"Hanya jika kepribadian barunya muncul. Tapi Sion belum bisa pastikan alasan kemunculannya. Sion harus tanyakan sendiri pada Gabriel maupun Logan. Mungkin Sion juga akan minta bantuan Alvin jika dia sudah sadar nanti."
Papa pun mengangguk mengerti. "Investigasilah dengan baik, hanya jangan membuat Gabriel dan Alvin lelah," pesan Papa. Kemudian, lelaki itu membantu istrinya berdiri dan segera keluar dari ruangan Sion.
Pasangan yang telah menikah 20 tahun itu segera turun ke lantai 1 lalu menyebrang gedung. Mereka ingin kembali ke kamar rawat Alvin dan Gabriel yang kali ini disatukan.
"Om Dana!"
Papa yang bernama Dana segera menoleh ke belakang, begitu pun istrinya, Anggrek. Rupanya, yang memanggil mereka ialah Rio dan Cakka.
"Om, kami baru mau jenguk Al sama Gab," lapor Cakka sambil nyengir. Tipikal Cakka.
"Kalian cepat sekali. Mereka padahal baru disini 4 jam yang lalu," kekeh Anggrek.
"Dan hari ini ada personel baru yang jenguk Al, Tan," Rio menoleh ke belakang, menatap gadis berkacamata dengan dress hitam, "Masih ingat Shilla? Dia udah pernah jenguk Al dulu."
Shilla segera menyusul Rio dan Cakka lalu mengucap salam dengan malu-malu. Anggrek segera tersenyum, namun dengan resah ia memandang suaminya. Dana mengerti.
"Rio, bisa bicara sebentar?"
***
Anggrek memasuki kamar rawat anaknya perlahan. Ia menghela nafas saat melihat Alvin masih memejamkan mata, begitu pula Gabriel yang masih tertidur usai diberi obat penenang. Anggrek pun kembali membuka pintu, mempersilakan sahabat anaknya masuk. Ia sendiri keluar, memberi waktu pada para remaja itu.
Cakka langsung duduk di sofa sementara Rio dan Shilla serentak menghampiri kasur. Shilla sempat termangu bingung menatap Gabriel yang terbaring tenang, namun dengan cepat ia kembali fokus pada Alvin.
"Al, ini gue. Gue nengok lo lagi, hehe.."
Keadaan hening, hanya ada suara mesin pengukur detak jantung Alvin.
"Al, bangun ya. Jangan tidur lama-lama, ntar anak-anak nyariin."
"Omongan lo udah kayak suami istri dah. Gue jadi serem," gidik Cakka kala mendengar ucapan Shilla itu. Lelaki itu segera menghampiri Shilla dan Rio.
"Maksud gue, Via, Ify, Keke. Kita kan udah dekat.. Lagian Ify sudah pernah lihat Alvin kambuh," gumam Shilla di akhir. Ia menunduk, memilih menatap tangan Alvin yang di infus. "Eum, Gabriel kenapa?"
Pertanyaan yang membuat Rio dan Cakka makin membisu, bahkan keduanya menahan nafas serempak saat Shilla beralih ke samping Gabriel yang masih terlelap.
"Eumm, Gabriel kecapean. Makanya dia tidur. Eh, gue pulang dulu, Yo, Shil. Nyokap gue barusan nyampe rumah," ucap Cakka ngebut. Lelaki berambut merah itu menampakkan wajah masam saat melambaikan tangan pada Rio dan Shilla.
Setelah itu, tentu saja hening. Rio dan Shilla bukan kombinasi yang bagus untuk berada di satu ruangan yang sama sendirian. Makanya, Shilla memilih kembali ke samping Alvin. Ia menggenggam tangan Alvin yang bebas infus dan memandangnya dengan tatapan aneh.
Tatapan aneh yang teridentifikasi Rio sebagai tatapan cinta.
***
Eaaa...
Halo semua.. Vee tahu ini pendek, tapi... Makasih yah yang masih baca Back Home biarpun udah hiatus lama...
Vee senang sekali karena masih ada yang baca, dan Vee bakal lebih senang lagi semisal kalian rekomendasikan cerita ini gitu ke teman - teman? Ehehe..
Anyway, sampai jumpa minggu depan ya!
Salam hangat, Vee.
KAMU SEDANG MEMBACA
BACK HOME
Teen FictionBagaimana jika seorang pengidap Double Identity Disorder dan pengidap lemah jantung adalah sepasang saudara kembar? Bagaimana jika mereka berteman dengan seorang perfeksionis dan seorang yang super slengean dan tak peduli aturan? Apa jadinya jika me...