Alvin merapatkan jaketnya. Udara semakin dingin dan Gabriel belum ada tanda-tanda akan pulang. Gabriel memang sedang rapat untuk menentukan regenerasi pengurus OSIS. Maklum saja, tahun depan kelas dua belas harus sudah fokus untuk ujian. Alvin baru saja ingin mendudukkan dirinya di tangga saat ia melihat seorang gadis yang tampak kepayahan dengan beberapa buku di tangannya. Alvin mengenal gadis itu. Dengan segera, Alvin menghampiri gadis itu.
"Hei, lo kok belum pulang?" sapa Alvin dari belakang, membuat gadis itu berjengit kaget. Ia menengok ke arah Alvin, dan tampaklah wajah berbingkai kacamata itu. Shilla.
"G-gue mau ke perpus. L-lo sendiri?" tanya Shilla gugup.
"Gue nungguin Gabriel. Oh ya, sini gue bantu lo bawa bukunya," ucap Alvin sambil mengambil separuh buku dari tangan Shilla. Shilla menatap saja apa yang dilakukan Alvin itu sambil bengong.
"Hei, Shilla? Ayo..."
Seperti disihir, Shilla menurut saja saat Alvin membimbingnya pergi. Dari belakang, Shilla dapat melihat jelas seberapa kurusnya tubuh Alvin. Shilla menduga ada yang salah di tubuh teman sekelasnya itu.
Tak terasa mereka telah tiba di perpustakaan. Alvin meletakkan buku yang dibawanya ke meja, lalu ia menatap Shilla yang sedang menyelesaikan administrasi peminjamannya. Alvin sungguh terkejut saat ternyata Shilla ingin meminjam buku yang lain.
Dan buku yang dipinjam Shilla itu berjumlah lima buah! Lima buah buku yang akan dibaca Shilla dalam seminggu! Alvin mabuk membayangkan hal itu. Ia sampai tidak sadar saat Shilla membimbingnya keluar dari perpustakaan.
"Alvin? Lo masih disini??" tanya Shilla sambil menggerakkan tangannya dengan berani di depan wajah Alvin.
Alvin mengerjap. "Eh-heh. Oh ya, kenapa lo pinjemnya buku Biologi semua gitu?"
Shilla tersenyum. "Cita-cita gue adalah jadi dokter spesialis penyakit dalam," ungkap Shilla. Entahlah, hanya lima belas menit bersama dan Shilla telah merasa dekat dengan pemuda ini. Mungkin, karena jaeang ada yang mengajak Shilla mengobrol.
"Spesialis penyakit dalam?" gumam Alvin, namun masih didengar Shilla. Itu sebabnya Shilla mengangguk. Ia baru ingin membalas ucapan Alvin saat sebuah suara mengagetkannya.
"ALLL aku cariin juga, taunya kamu berduaan disini."
Rupanya Gabriel.
Wajahnya tampak panik dengan keringat bercucuran di dahinya. Alvin tersenyum melihat hal itu, lantas melambaikan tangan menyuruh kembarannya itu mendekat.
"Aku nemenin Shilla ke perpus. Yaudah, Shil, gue dan Gabriel pulang dulu ya. Oh, lo ada yang jemput nggak?"
Kemudian kaki Alvin diinjak pelan oleh Gabriel. Gabriel menatap Alvin dengan tatapan itu-mobil-gue dan tatapan itu ditangkap Shilla, sehingga gadis itu menggeleng.
"Rumah gue cuma beberapa blok dari sini. Kalian pulang aja, sudah malam."
Mendengar itu, senyum Gabriel terbit. Ia segera menarik Alvin menjauhi Shilla, namun tidak sampai membuatnya berlari. Tentu saja Gabriel mengingat kondisi Alvin.
***
"Kok kamu bisa berduaan sama Shilla, sih?"
"Tadi aku bosan nungguin kamu, terus aku lihat dia ribet bawa buku banyak. Jadi aku bantu deh," cerita Alvin. Pandangannya ia sapukan ke luar jendela.
"Oh oke deh. Yang penting kamu nggak kecapekan. Oh ya, aku mau ke rumah Rio dulu. Ada tugas yang harus kami selesaikan. Kamu mau ikut atau pulang dulu?" tanya Gabriel seraya melirik Alvin sekilas.
"Ikut aja ngga apa. Nanti kamu bolak-balik kalau pulangin aku dulu," jawab Alvin. Gabriel pun mengangguk. Ia segera mengarahkan mobilnya ke arah rumah Rio.
Dua puluh lima menit kemudian, mobil Gabriel telah terparkir di depan rumah Rio. Ia dan Alvin segera turun lalu memasuki rumah Rio yang tampak sepi itu.
Rio sedang berkonsentrasi dengan setumpuk buku di hadapannya. Sesekali keningnya mengerut jika mendapati suatu kejanggalan. Ia tidak sadar jika dua pasang mata kini tengah menatapnya.
"Mariooo.. Gue udah datang nihhh..." ucap Gabriel sambil nyengir. Ia senang dengan reaksi marah Rio jika di ganggu. Dan benar saja, kini Rio memandangnya dengan tatapan membunuh.
"Lo sudah terlambat sepuluh menit dan sekarang ada pekerjaan lain yang harus gue selesaikan," geram Rio seraya berdiri.
Alvin ikut terkekeh melihat sahabatnya itu. "Gabriel tadi rapat dan selesainya terlambat, Yo."
Pandangan Rio berpindah ke Alvin. Ia membuka mulutnya dengan emosi, namun segera mengatupkannya kembali. Rio menghela nafas. Ia tidak bisa marah pada Alvin.
"Ya udah deh, kali ini gue maafkan. Tapi, nanti lo wajib masakin makan malam buat gue," sungut Rio. Ia segera berderap menuju kamarnya, diikuti Gabriel yang tersenyum menenangkan ke arah Alvin.
Alvin membalas senyuman kembarannya itu, lalu mendudukkan dirinya sendiri di sofa. Setelah melihat jam dinding, ia segera membuka tasnya dan mengeluarkan beberapa bungkus obat serta botol minum. Diminumnya obat itu, lalu ia memutuskan untuk memainkan ponselnya sembari menunggu Rio dan saudaranya selesai dengan urusan mereka.
***
"GABRIEELLL!!! DAPUR GUEEE!!!"
Gabriel tertawa saat mendengar seruan Rio itu. Dilahapnya cah brokoli buatannya, lalu ia melangkahkan kaki menghampiri Rio yang berada di dapur.
"Ada apa sih? Lo kan tinggal duduk dan makan aja," tunjuk Gabriel pada ruang makan. Ia menahan senyumnya melihat wajah geram Rio.
"Iya, tapi kenapa lo kotorin dapur gue, sialan? Harusnya lo bersihin dulu baru makan," balas Rio dengan geram. Jarinya menunjuk pantry yang memang berantakan akibat pekerjaan Gabriel setengah jam yang lalu. "Ngga enak gue lihatnya."
"Ntar gue beresiiin.. Udah lo makan dulu, keburu dingin tuh," balas Gabriel lagi. Ia mulai kesal.
Gabriel segera menyeret Rio untuk pergi ke ruang makan. Di sana, Alvin tengah menunggu dengan senyum tersungging di bibir pucatnya. Di piringnya tinggal tersisa sedikit nasi dengan cah brokoli.
"Tuh, makan kan enak. Alvin aja sudah mau habis," ucap Gabriel sambil kembali duduk di bangkunya.
Mata Rio melotot. Ia ingin berkomentar lagi, namun ia urungkan. Dengan kesal, ia mengambil nasi putih dan cah brokoli buatan Gabriel dan ia letakkan di piringnya, lalu ia santap masakan itu.
Dalam diam, Gabriel dan Alvin tersenyum melihat tingkah sahabat mereka itu.
***
Yuk, terus ikuti Back Home. Jangan lupa pencet tanda bintang tiap selesai membaca, ya.. Atau tinggalkan komentar! Vee pasti baca komentar kalian kok! Hehe...
Terima kasih,
Salam hangat,
Vee.
KAMU SEDANG MEMBACA
BACK HOME
Teen FictionBagaimana jika seorang pengidap Double Identity Disorder dan pengidap lemah jantung adalah sepasang saudara kembar? Bagaimana jika mereka berteman dengan seorang perfeksionis dan seorang yang super slengean dan tak peduli aturan? Apa jadinya jika me...