Empat Puluh Delapan

360 17 0
                                    

Keesokan harinya, Shilla datang dengan wajah suntuk. Ketiga perempuan yang belakangan dekat dengannya, namun juga kemudian menjauh bersama pasangan masing-masing dengan sigap mendekati Shilla.

Alvin melihat semua itu dengan senyum di bibir. Kepalanya miring di meja, matanya fokus menatap satu gadis saja. Keke.

"Al, kamu mau tahu apa yang ditanyakan Via ke aku tadi?" tanya Gabriel dalam perjalanan mereka pulang ke rumah usai dari mall.

"Apa?"

"Katanya, Keke nanya, kapan kamu nembak dia?"

"Hah? Terus kamu kasih tau?" tanya Alvin terkejut. Ia takut Keke menjauh jika tahu rencananya.

Syukurlah Gabriel menggeleng. "Aku ngga jawab Via, sih. Tapi apa engga sebaiknya kamu pikirkan ulang rencanamu?"

Sejujurnya Alvin juga ingin segera menembak Keke, agar Keke resmi menjadi miliknya. Tapi...

"Al, ke lapangan sekarang yok," ajak Cakka, sukses membuyarkan lamunan Alvin. Si rambut merah itu mengenakan seragam olahraga dan sepasang sandal jepit.

"Sandal? Ngapain lo pake sandal ke sekolah?" tanya Alvin tak paham. Sambil begitu ia berdiri dan melangkah bersamaan dengan Cakka.

"Sepatu gue kehujanan gara-gara pembantu ngga becus gue!" rutuk Cakka sebal.

"Ngga lo pecat kan?" tanya Alvin dengan nada bercanda, yang langsung saja digelengi Cakka.

"Enak juga sih ke sekolah pake jepit," kekeh Cakka. Kemudian tangannya merangkul Alvin dan membawanya keluar kelas.

Di belakang mereka, Keke, Shilla, Via, dan Ify mengikuti sambil mengobrol. Keempatnya mengenakan seragam olahraga.

"Pokoknya nanti kita harus pergi berempat aja, oke?" peringat Via tepat saat mereka baru saja berada di luar kelas.

"Iya, iya. Gue nanti bilang Kak Septian dulu deh," ucap Ify, bersamaan dengan Shilla dan Keke yang mengangguk.

"Pokoknya hari ini kita bakal ngacangin cowok-cowok itu," lanjut Via lagi, tampak optimis dengan rencananya tersebut.

"Tapi bukannha harusnya lo nanti nemenin Gabriel kontrol?" tanya Shilla.

"Stop! Kan udah gue bilang, hari ini kita berempat aja!" tandas Via.

***

Keempat perempuan itu memang benar-benar mencueki keempat lelaki itu. Hari ini keadaan mereka jadi seperti saat mereka belum dekat dulu.

"Apa gue bikin salah sama Via ya?" tanya Gabriel kala ia dan sahabat serta kembarannya menghabiskan istirahat kedua di taman belakang. Maksudnya ia bertanya pada diri sendiri, namun Rio menimpali.

"Gue juga mikir apa gue salah sama Ify?"

Lalu mata mereka berdua terarah pada Alvin seperti mengatakan gimana-dengan-lo, sementara Cakka sibuk sendiri dengan ponselnya.

"Yah lo tau sendiri, dari tadi Keke juga ngga nyamperin kita seperti pacar lo berdua," jelas Alvin. Lalu ia menoel bahu Cakka, membuat Cakka mendongak dan menyimpan ponselnya.

"Lo kok main HP mulu, lo pacaran?" todong Alvin asal.

"Enak aja, sembarangan," sungut Cakka. "Gue rasa sih mereka emang sengaja aja ngejauh dari lo bertiga," tebak Cakka kemudian.

Lalu sebuah tangan mendarat di jidatnya, membuat Cakka mendengus kesal.

"Kok tumben lo bijak?"

"Yaudah ayo basketan aja!" ajak Rio. "Nanti juga Ify balik sendiri sama gue."

Cakka mendengus sekali lagi lalu berdiri dan meregangkan ototnya. "Pinjem sepatu lo, Al. Ngga enak basketan pake jepit."

Lantas Alvin menurut dan melepaskan sepatunya. Untung sekali ukuran sepatu mereka sama sehingga bisa saling tukar-menukar. Kemudian keempatnya berjalan santai menuju lapangan.

***

Panas matahari tak terlalu terik hingga Keke, Shilla, Via, dan Ify memutuskan berjalan-jalan mengelilingi sekolah. Perjalanan mereka berakhir di lapangan, dimana banyak sekali siswa-siswi berkumpul di pinggirnya sambil sesekali yang siswi berteriak kagum.

"Apa sih?" tanya Keke penasaran. Ia menggandeng Shilla mendekat.

Shilla melirik tangannya yang digandeng Keke, lalu sedikit merasa marah. Sedari awal memang mungkin tiga cewek ini teman pertama gue. Mereka berusaha ngertiin gue, gue juga berusaha ngertiin mereka...

Tapi kenapa gue tetep ngerasa sakit kalo lihat Keke?

Secara otomatis Shilla langsung menarik tangannya dari gandengan Keke setiba mereka di lapangan. Keke tak masalah, ia justru menoleh ke belakang lalu tersenyum puas mendapati Via dan Ify menyusul mereka.

"Oh, mereka yang main," ucap Via di tengah kebisingan siswa. Gabriel, Rio, dan Cakka bermain dalam satu tim bersama beberapa siswa lain. Anehnya, Via menghitung ada dua belas orang di lapangan itu.

"Basket kok berenam sih? Gue jadi pingin ketawa."

Setelah itu Ify memang tertawa. Tapi tawanya langsung terhenti saat mendapati Rio sedang menatapnya dari tengah lapangan.

"Guys, mending kita cabut? Hari ini kan kita mau ngehindari mereka?"

Ketiga gadis lainnya menurut saja pada ucapan Ify. Maka dari itu mereka tidak tahu jika kemudian Rio jatuh tersungkur dengan kaki keseleo karena tersandung salah satu siswa.

Cakka langsung sigap mendekati Gabriel dan menenangkan lelaki itu agar Logan tidak muncul, sementara membiarkan orang lain yang membantu Rio berdiri.

Untungnya Logan memang tidak keluar, seolah Gabriel sudah makin pandai mengatur emosinya. Keduanya bergegas mengambil alih Rio dan memapahnya ke pinggir lapangan, tempat Alvin berdiri dengan cemas.

"Kaki lo ngga apa, Yo?" tanya Alvin setibanya mereka di tempatnya. Lantas ia mengikuti ketiga sahabatnya itu keluar dari area lapangan menuju UKS.

"Kaki gue keseleo," ucap Rio sambil berjalan tertatih di antara Gabriel dan Cakka.

***

Bel sudah berbunyi lima menit yang lalu, tapi keempat lelaki tampan itu baru saja tiba di UKS. Gabriel dan Cakka mendudukkan Rio di kasur sementara Alvin mencari minyak gosok di salah satu rak.

"Kok lo bisa keseleo sih? Biasanya lo penuh perhitungan gitu," tanya Gabriel, mendudukkan dirinya sendiri di samping Rio sementara Rio melepaskan sepatunya. Kemudian Alvin mendekat dengan minyak gosok dan membukanya, tapi Rio dengan cepat merebut minyak itu.

"Gue tadi lihat Ify, terus pergi. Ngga tau juga gue. Jadi ngga konsen," jelas Rio seraya mengoles kakinya sendiri. "AW!"

"Makanya, bege, jangan kekerasan ngolesnya," sungut Cakka. Rio langsung melotot padanya kala Cakka mengambil alih minyak dan membantu Rio mengoles.

"Perlu panggil Ify?" tanya Gabriel.

"Ngga usah. Udah yuk balik kelas!"

Rio berusaha berdiri sendiri usai memakai sepatunya lagi. Gabriel dan Cakka langsung membantu, lalu mereka berempat keluar dari UKS.

***

"Maaf, Bu, kami dari UKS," ucap Alvin pada guru yang sedang mengajar. Gabriel, Rio, dan Cakka berdiri di belakangnya masih dengan posisi memapah.

"Siapa sakit? Mana suratnya?" tanya guru itu tak suka. Terang saja karena jam pelajarannya terpotong. "Memangnya tidak bisa berdua saja?"

"Seperti yang Ibu lihat," Alvin menoleh ke belakangnya. "Kaki Rio keseleo, jadi Gabriel dan Cakka harus membantunya berjalan, Bu."

"Kamu?"

Seiring pertanyaan itu datang, jantung Gabriel berdegup kencang. Bahkan saat Cakka menceletuk, "Kami berempat memang sepaket, Bu!", Gabriel tetap tak merasa tenang.

"Duduk kalian bertiga," suruh guru itu pada Gabriel, Rio, dan Cakka. Alvin diam saja, menyuruh ketiganya menurut. "Kamu tidak punya peran penting mengapa kamu terlambat ke kelas saya."

Alvin menundukkan kepala.

"Sekarang kamu keluar kelas, lari kamu di lapangan!"

BACK HOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang