Empat Belas

771 34 1
                                    

Day 25

Rio benar, tentu saja.

Hari ini memang ada kuis Kimia, dan semua orang melupakannya. Maklumlah, pelajaran Kimia terakhir adalah dua minggu yang lalu. Seminggu yang lalu, guru mereka cuti lantaran putrinya melahirkan. Hal itu yang menyebabkan semua orang melupakan kuis yang begitu penting itu.

Seisi kelas sudah sepakat pura-pura lupa, hingga Rio si sinis nan anti sosial itu menjawab 'Iya, ada' saat guru mereka menanyakannya. Membuat berpasang mata meliriknya dengan sebal.

"Nah, karena Rio mengiyakannya, maka hari ini kita akan kuis!"

Dan semakin sebal lagi karena guru mereka itu lebih memercayai Rio ketimbang mulut-mulut lain yang mengatakan 'Tidak ada'.

Untungnya Alvin serta Gabriel sudah belajar kemarin, sehingga mereka tidak kaget seperti teman sekelas mereka. Terima kasih pada Rio yang sudah mengingatkan. Untungnya lagi, Cakka belum menampakkan batang hidungnya di kelas.

Sialnya, setelah ini, seisi kelas akan kembali membicarakan mereka di belakang. Karena yang terlihat siap memang cuma Rio, Alvin, dan Gabriel. Iya, karena mereka tahu, meski mayoritas mengagumi tampang mereka, tapi mayoritas itu juga tidak menyukai sikap anti sosial mereka.

***

"Gila, bisa remidi gue kalo kuisnya dimasukkan nilai rapot!" gerutu Via dengan bibir mengerucut. Kepalanya masih pusing lantaran tadi dipaksa memikirkan jawaban kuis Kimia yang maha rumit.

"Sama. Gila, Rio itu bisa-bisanya nggak ngasih tau kita kalo ada kuis. Terus gunanya dia ada di grup kelas itu buat apa coba?!!" dengus Ify, sambil memamerkan layar ponselnya yang menyala. Layar itu menunjukkan anggota grup XI IPA 1, dan jemari Ify tepat menunjuk anggota bernama Mario Reynold E.

Melihat kedua sahabatnya emosi, Shilla mengambil peran untuk menenangkan. Diusapnya bahu Via dan Ify bersamaan, sambil berucap, "Ya udah deh, toh udah berlalu juga. Salah kita sendiri juga kalo lupa."

Tiba-tiba, seruan Cakka mengagetkan seisi kelas. Padahal, lelaki itu baru saja muncul di kelas ini.

Lelaki berambut merah itu berteriak seperti kesetanan sambil berlari menuju bangkunya. Lantas, di lemparkannya ranselnya begitu saja ke atas meja, sedangan lelaki itu bersembunyi di pojok kelas. Seisi kelas sudah berbisik-bisik menduga penyebab Cakka menjadi edan begitu, sampai sesosok kepala berwajah judes muncul di ambang pintu XI IPA 1, disusul tubuh rupawan terbalut seragam putri.

"CAKKA!! ADA YANG LIHAT COWOK ITU NGGAK??!" seru gadis itu sambil memindai kelas dengan matanya.

Sialnya Cakka, karena seisi kelas sedang sebal dengan sahabat-sahabatnya, keberadaannya pun di tunjukkan oleh mereka. Membuat gadis tadi berderap menuju tempat Cakka bersembunyi, sedangkan Cakka berdiri saja lantaran sudah ketahuan.

"Iya, iya. Santai, Mikha. Gue bukannya nggak mau jalan lagi sama lo, tapi hari ini gue sibuk," jelas Cakka. Jelas sia-sia karena gadis yang diketahui bernama Mikha itu masih mengeluarkan asap dari kedua telinganya.

"Lagian gue nggak cocok sama lo, Mikh. Gue nggak begitu suka jalan sama orang yang nggak cocok sama gue," ucap Cakka lagi, membuat Mikha mendidih. "Gue ngga mau ngecewain elo."

Sebenarnya Mikha adalah kakak kelas Cakka, sehingga seisi kelas tidak berani menginterupsi dua orang itu. Mereka hanya diam dan menonton. Hingga jari Mikha terangkat ingin menuding Cakka, sebuah suara dingin menyela.

"Kalo mau berantem, sana ke lapangan. Ini tuh kelas, tempat belajar bukan berantem."

Bisa ditebak siapa pemiliknya. Tentu saja itu Rio. Membuat Mikha beralih mendengus kesal pada adik kelasnya yang dikenal sebagai si sinis nan antisosial itu.

BACK HOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang