Empat Puluh Satu

375 18 0
                                    

Rahang Cakka mengeras.

Siapa pula yang menempelkan info gosip mengenai keluarga Hansel terpecah-belah?

Di sampingnya, Keke serta Gabriel menepuk-nepuk pundaknya, menenangkan. Tapi Cakka tak bisa merasa tenang. Nafasnya terasa berat, seolah artikel di mading itu telah memukul kepalanya dengan godam.

"Tenang, Cak.. Nafas, nafas.." ucap Keke perlahan. Ia bersama Gabriel menarik Cakka, mendudukkannya di kasur UKS di samping Alvin. Alvin langsung menoleh menatap Cakka.

"Itu cuma omong kosong, kan? Gue tau Om Derek dan Tante Chintya masih adem ayem aja.. Lo juga, Cak," ucap Alvin. "Keluarga lo masih baik-baik saja.. Ngga terpecah belah..."

Rahang Cakka masih mengeras. Benaknya berusaha mempercayai ucapan Alvin, tapi kalimat di artikel di mading masih membayangi otaknya.

Sudah sekian tahun keluarga pengusaha minyak bumi Hansel menyembunyikan kekacauan keluarga mereka! Menelantarkan anak tunggal mereka di Jakarta, Derek dan Chintya Hansel memilih tinggal terpisah di Papua. Berpura-pura harmonis-

"AAAAARRGGHHHHH!!!!!"

Alvin berjengit kaget saat Cakka berteriak sambil menjambaki rambut merahnya. Gabriel langsung memeluk kembarannya itu untuk menenangkan agar tidak kambuh.

"Kerjaan siapa sih? Mau gue jotos rasanya," sungut Rio. Ia duduk di sisi lain Cakka dengan wajah memerah. "Lo punya musuh, Cak?"

"Banyak kali, Yo," balas Ify. Kakinya langsung diinjak Via dan Shilla. "Aduh!"

"Ya udah, Cak. Gue kan tadi udah suruh ketua mading lepas artikel sialan itu." Mengabaikan jawaban Ify, Rio memilih fokus kembali pada Cakka. "Kita pergi dulu, biarin Cakka sama Keke aja."

Lima detik kemudian, hanya tersisa Cakka dan Keke di ruang UKS itu. Mereka hanya diam. Keke menunduk, berdiri tak jauh dari rak obat, sementara Cakka masih menampakkan wajah penuh emosi.

"Hhhhhh...."

Cakka membuang nafas kesal lalu memilih keluar dari UKS, menyisakan Keke yang segera mengangkat kepala. Ia berniat menyusul Cakka, namun tak jadi. Akhirnya ia merapikan kasur UKS yang sedikit berantakan sebelum akhirnya ikut keluar. Tak lupa ia juga menanyakan lebih dulu lokasi sahabat-sahabatnya.

***

"Gab, kenapa sih Cakka ngga mau pacaran? Dia juga kaya ngga suka sama orangtuanya, tapi marah ada pemberitaan jelek?" tanya Via lembut.

"Bukan hak gue buat jawabnya," jawab Gabriel dengan nada yang sama lembutnya. "Eum.. Menurut gue kita jangan lagi bahas masalah tadi ya di depan Cakka," lanjut Gabriel seraya melirik Via, Shilla, Ify, Rio, dan Alvin satu per satu. Mereka semua mengangguk setuju saja.

Tak lama kemudian bel masuk berbunyi, bersamaan dengan kehadiran Keke di kelas. Di belakangnya, guru Bahasa Indonesia mengikuti sehingga semua murid berlarian menuju bangku masing-masing.

***

Cakka itu sebenernya sudah pacaran! Kalo lo percaya dia jomblo mulu selama ini, selamat! Lo udah berhasil dia tipu! Asal lo tau, lo cewek ke-sekian yang kena jebakan dia...

Mikha tersenyum membaca tulisan yang ada di layar ponselnya. Jemari telunjuknya menyentuh jidat, memikirkan beberapa kata lain. Tapi tak berhasil, lantas ia menidurkan dirinya di kasur. Hari ini, Mikha memang memilih alfa di sekolah. Makanya, meski jam masih menunjuk utara, Mikha telah santai mengenakan daster di dalam kamar.

Orangtua Mikha sibuk, keduanya bekerja di luar kota, kota yang berbeda. Ayahnya di Pekanbaru, ibunya di Surabaya. Keadaan terpisah itu membuat Mikha haus kasih sayang.

Mikha membuka aplikasi Instagram di ponsel, lalu mengetuk ikon profil milik leonardocakkadila. Adik kelas yang hanya setahun di bawahnya itu sudah terlalu mencuri perhatian Mikha sejak awal. Cakka juga yang akhirnya memberi kasih sayang yang sangat di dambakan Mikha.

Namun, saat beberapa pekan lalu Cakka memutuskannya -bukan, Cakka tidak menjadikannya kekasih. Posisi Mikha di mata Cakka adalah sama dengan berlusin-lusin gadis lainnya...

Cakka mem-posting sebuah foto bersama teman seangkatannya yang Mikha tahu bernama Keke. Mikha menggeram kesal.

"Lo buang gue? Gue buang lo balik, Cakkadila," gumam Mikha sebelum log out dari Instagram-nya sendiri.

***

"CAKKAAAAA! HAPUS NGGAKKK!!!"

Cakka tertawa terbahak sambil mengangkat ponselnya tinggi-tinggi. Ia berusaha me-log out akun Instagramnya. Di hadapannya, Keke menjerit tak terima.

"Sudahlah, Ke. Lo lucu kok tadi, pipi lo keliatan gembul gitu," ucap Ify sambil terkekeh-kekeh bersama Via. Tentu saja Keke semakin menggeram.

"Justru itu, Ify!!! Shillaaaa bantu gueee!!" rengek Keke. Ia masih berusaha meraih ponsel Cakka, dilihati keenam temannya yang lain.

"Iya, iya. Nih," ucap Cakka sambil menyodorkan ponselnya dengan seringai puas. Kemudian ia duduk lagi di samping Rio dan menyedot es teh Rio tanpa permisi. Tentu lengannya langsung dipukul.

Yang kanan oleh Rio, yang kiri oleh Keke.

"Minum gue itu," sungut Rio, berbarengan dengan seruan Keke, "Log in nggak lo, siallaann!!"

Tawa Cakka semakin membahana, seolah tadi istirahat pertama ia tak baru saja marah-marah dan membuat takut teman perempuannya itu. Alvin dan Gabriel diam-diam mendesah lega, bahwa Cakka memang belum berubah. Emosional, namun cepat melupakan.

Suasana ramai dominan Cakka dan Keke itulah yang mendominasi meja panjang tersebut sepanjang jam istirahat kedua. Gabriel dan Via juga cukup mendominasi, sedangkan Rio mencuri perhatian dengan menyuapi beberapa sendok makanan ke mulut Ify. Tentu saja ketiga pasangan itu menyebabkan Alvin dan Shilla menjadi pasangan diam.

"Via, nanti jalan, yuk. Alvin biar pulang sama Rio aja," ujar Gabriel kala mereka berdelapan berjalan kembali ke kelas. Via mengangguk, kontras dengan Rio yang langsung memprotes.

"Gue balik sama Ify. Al, sama Cakka aja, ya?"

"Eh, ngga apa, Yo. Kan bisa perginya abis anter Alvin. Emang lo ngga nge-date, Cak?" sela Ify sambil melirik ketiga orang yang namanya ia sebutkan.

"Adista sama Allison sih ajak jalan," ujar Cakka dengan nada menimbang. "Tapi gue juga ngga keberatan kok bilang ke Adista kalo gue telat dikit."

Tanpa sadar, hati Keke tercubit. Peristiwa seperti ini yang menamparnya, bahwa ia dan Cakka memang akan selamanya berteman saja. Cakka benar-benar tidak berniat menjalin sebuah hubungan, apalagi hari ini saja lelaki itu jalan dengan 2 perempuan sekaligus. Dua!

"Gue aja sama Rio, Cak. Ngga enak kan sama cewe lo?" ujar Ify seraya menyentuh lengan Rio, menatap lelaki itu penuh harap. Rio pun luluh. Lelaki itu mengangguk perlahan.

"Maaf, ya. Kayanya gue ganggu kalian banget deh."

Semua kepala menoleh ke Alvin, yang dari tadi berjalan di paling belakang, berdampingan dengan Shilla. Sontak semua yang daritadi berbicara langsung menampakkan raut wajah bersalah. Tapi Alvin melambaikan tangan tak peduli.

"Ato aku belajar nyetir aja, Gab?" tanya Alvin, yang langsung ditolak mentah-mentah oleh kembarannya, Rio, serta Cakka.

"Emang kenapa sih kalo Alvin belajar nyetir?" tanya Keke tak tahu menahu. Ia merasa terkucilkan, karena Ify, Via, dan Shilla tak tampak se-heran dirinya.

"Ngga apa lah, gue kan masih bisa nyetirin Alvin," jawab Gabriel seadanya. Untung saja ia ingat jika Keke belum tahu apa-apa.

"Serius? Gue ngerasa kalian nyembunyiin sesuatu dari gue deh," ucap Keke lagi dengan kening berkerut. Namun, Cakka dengan sigap menyentuh kening Keke dan membuat gerakan seolah menghaluskan kerutan itu.

"Ngga gitu, Ke. Perasaan lo doang kali tuh," balas Via setelah berpikir beberapa detik. Untung saja otak cantiknya itu cepat tanggap, dan untung saja Keke tak memperpanjang masalah itu.

Alhasil, ditutuplah hari itu dengan tenang.

BACK HOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang