Di depan Rio dan Ify sekarang terlihat panggung pasar malam yang biasanya digunakan saat akhir pekan. Di atas panggung hanya ada alat musik ditutupi terpal.
"Apa nih?" tanya Ify dengan nada ketus. Baginya, tak ada yang spesial dari panggung itu.
"Latihan lomba band."
Ify menatap Rio bingung. "Ngomong yang jelas dong, gue ngga paham."
"Gue udah nurutin kemauan lo untuk ga terlalu kaku nerima murid ekskul yang kemampuannya belum sebagus itu. Jadi, gue mau lo nurutin kemauan gue untuk kita latihan lomba dengan perform disini."
Setelah itu, Rio menarik tangan Ify menaiki panggung sebelum Ify sempat memproses kalimatnya. Rio membawa Ify menghadap ke area penonton yang saat ini kosong. Agak jauh di seberang, beberapa pengunjung memadati stan pasar malam yang kini diterangi lampu-lampu warna-warni.
"Emang bisa?" tanya Ify kemudian. Ia menoleh menatap Rio yang berdiri di sampingnya.
"That's the challenge. Band kita harus bisa ngeyakinin pengelola pasar malam ini untuk kita tampil di hari biasa, karena mereka sudah punya penampil tetap untuk akhir pekan," jelas Rio. "Ini latihan juga untuk tampil di depan orang supaya ngga gugup, karena kebanyakan pemula pasti gugup kalo tiba-tiba main ditonton banyak orang."
Setelahnya Ify tampak menimbang. Benar juga kata Rio, ini bisa menjadi latihan yang bagus agar tidak demam panggung. Tapi..
"Apa persiapannya ngga terlalu ekstrem? Gue yakin tim kita juga pasti bisa kok." Ify tidak mau langsung begitu saja menyetujui ide Rio.
"Keyakinan lo belum tentu yang pasti terjadi. Lagian kalo lo yakin, lo mestinya setuju ide gue kan?" Dengan mudahnya, Rio menyanggah ucapan Ify.
Ify terdiam, berbalik badan menatap alat musik yang ditutup terpal tepat saat jeritan orang-orang yang bermain roller coaster mini terdengar. Segera saja, pikiran Ify menjadi tidak fokus. Tiba-tiba saja Ify menghentak kesal menuruni panggung. Rio bergegas mengikuti dengan wajah bingung yang kentara."Fy, kenapa?"
Tapi Ify tak menjawab, malah berlari menuju pintu keluar.
***
Setiba di kamar, Ify langsung membanting tubuhnya di kasur. Matanya memanas. Sekelebat memori terputar di benaknya.
"Ify mau naik itu!" tunjuk seorang gadis kecil pada wahana komidi putar. Tak perlu lama, tangan kanannya segera ditarik menuju wahana itu oleh seorang pria dewasa, sementara tangan kirinya di genggam oleh pria kecil yang tampak seperti kakaknya. Septian.
"Ify mau kuda yang mana? Sini Ayah berikan," tunjuk pria dewasa pada sekumpulan kuda di atas wahana. Dengan antusias, Ify menunjuk kuda berwarna putih dengan motif bulu emas. Ayah segera membantu Ify naik lalu berdiri di samping kiri kuda itu karena Septian memilih kuda tepat di samping Ify.
Komidi putar mulai berputar. Dengan ceria, Ify dan Septian berpura - pura keduanya adalah prajurit negeri dongeng. Keduanya berteriak saat menggenggam tangan ayah mereka, berpura - pura telah menangkap seorang penjahat. Ketiga orang itu tertawa ceria bersama hingga permainan berakhir. Selanjutnya, tentu saja area lain di pasar malam itu menjadi tujuan mereka.
***
"AYAAAAHHH!!!"
Septian merangkul tubuh Ify paksa, menahan gadis sepuluh tahun itu agar tidak berlari keluar rumah. Septian juga ingin menangis, namun ia tahan lantaran ia harus menenangkan adik kesayangannya itu. Beberapa kali Septian menyedot ingusnya agar tidak keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
BACK HOME
Teen FictionBagaimana jika seorang pengidap Double Identity Disorder dan pengidap lemah jantung adalah sepasang saudara kembar? Bagaimana jika mereka berteman dengan seorang perfeksionis dan seorang yang super slengean dan tak peduli aturan? Apa jadinya jika me...