SATU

18.8K 974 24
                                    




Backsound awal: All Saints-Never Ever

*****



Dengan mata sembab dan tatapan kosong, seorang wanita tengah asik meneguk vodka dari gelas keduanya. Ia tidak sendirian, melainkan ditemani oleh seorang perempuan yang duduk di hadapannya.

"Semua cowo itu emang brengsek, Dit," ucap salah seorang perempuan yang masih sepenuhnya sadar. Sementara perempuan yang diajak bicara masih asik meneguk vodka dan menopang dagu dengan satu tangan.

Anindita Atmarini, itulah nama seorang perempuan yang tengah asik meneguk minuman beralkohol itu. Sementara wanita di hadapannya, ia adalah Liza, salah seorang sahabat Dita.

"Ezra brengsek," umpat Dita dengan suaranya yang berat karena ia berada dalam kondisi setengah sadar.

"Itu lo tau dia brengsek. Sekarang lupain lah, Dit. Move on,"

"Susah," balas Dita.

"Apanya yang susah?" Liza menatap Dita dengan tatapan sebal. "Denger, ya," Liza mulai mendekatkan wajahnya ke wajah sahabatnya yang sedang dalam keadaan tipsy.

"Cowo itu bukan cuma satu di Jakarta, Dit. Tapi, jumlahnya ada lebih dari ratusan."

"Tapi, setengahnya homo," walaupun tidak dalam kondisi sadar sepenuhnya, Dita masih bisa menyangkal ucapan Liza. Dan hal ini membuat wanita dengan potongan rambut sebahu itu mendengus sebal ke arahnya.

"Seenganya kan masih ada setengahnya lagi,"

"Setengah dari setengahnya itu udah nikah, alias bapak-bapak." Dita kembali menyangkal ucapan Liza.

Wanita itu mendengus sebal, "yaudah, tetep aja masih ada sisanya." Liza masih bersikeras dengan asumsinya.

"Sisanya? Ya, tinggal brengsek semua. Paling-paling cuma brondong culun yang masih bener." Niat Liza untuk memberi nasehat pada Dita pun mulai hilang karena sikap menyebalkan sahabatnya.

"Terserahlah, cape gue ngomong sama orang yang lagi patah hati." Liza memutar bola matanya jengah sembari merebut gelas yang berisi vodka dari tangan Dita. Ia meneguk minuman itu dengan perasaan kesal kepada sahabatnya.

Dita hanya menyeringai tipis melihat tingkah sahabatnya itu. Hatinya sedang acak-acakan sekarang. Kejadian siang tadi bagaikan kecelakaan untuknya.

Bagaimana tidak? Hubungan yang sudah wanita itu pertahankan selama lebih dari dua tahun, kandas begitu saja hanya karena alasan klise yang pria itu berikan, yaitu 'aku bukanlah orang yang tepat untukmu'.

Dita kembali mengusap wajahnya frustasi sembari menatap ke luar jendela.

Gerimis turun malam ini diikuti oleh angin malam yang dingin. Tapi, ada yang lebih dingin dibandingkan cuaca malam ini. Yaitu, hati seorang wanita yang baru saja hancur menjadi serpihan kecil yang halus bagaikan air hujan.

Umurnya sudah menginjak 24 tahun, tapi cinta sejatinya belum juga ditemukan. Itulah yang dialami oleh Anindita Atmarini. Sekarang, ia hanya bisa menunggu kebaikan Tuhan untuk memberikannya jodoh sebelum usianya menginjak 30 tahun. Usia dimana ia sudah tidak hot lagi di pasaran.

*****

"Berita tentang korupsi barusan adalah berita terakhir yang saya bawakan pagi ini. Saya, Anindita Atmarini, mengucapkan selamat pagi dan sampai jumpa."

The Right OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang