TUJUH BELAS

5.7K 549 18
                                    



Hujan di malam hari memang sangat menyebalkan. Membuat jalanan becek dan mengotori mobil HR-V milik seorang wanita yang baru saja pulang siaran berita sore tadi.

Dita mengerem mobilnya, ia kemudian menyandarkan kepalanya pada sandaran mobil dan memijat pelipisnya pelan. Layar tipis berwarna rosegold itu masih ia apit menggunakan pundak dan telinga kanannya.

"Sumpah, Re, ini macet..." Ucap Dita sembari menghela nafasnya pasrah melihat barisan mobil di hadapannya yang berhenti.

"Emang ada apa sih?" balas seseorang dari sebrang sana yang tampak gelisah.

"Mana gue tau. Kayanya di depan ada perbaikan jalan deh, terus pasirnya bikin licin kena ujan jadinya mobil yang lewat situ harus pelan-pelan gitu,"

"Ahilah, kira-kira lo sampe sini jam berapa?"

Dita menengok arloji kecilnya yang melingkar di pergelangan tangan kiri. "Mungkin 15 menit..."

"Oke, gue tunggu. Pokoknya apapun yang terjadi lo harus dateng!" Dita menganggukan kepalanya paham seolah-olah Tere bisa melihatnya melalui telfon.

Sambungan itu kemudian diputus oleh Tere terlebih dahulu. Dita memasukan ponselnya ke dalam cup yang berada di dekat porsneling-nya.

Sudah seminggu belakangan ini Vino tidak bisa menjemput Dita pulang kerja karena ia sedang ada proyek baru yang harus cepat diselesaikannya. Mereka hanya berkomunikasi lewat pesan singkat atau telfon setiap dua hari sekali. Dita pun belakangan ini sedang menyibukan dirinya dengan membantu Tante Hanum mempersiapkan toko kue yang sebentar lagi akan buka.

Hujan semakin deras saat mobil HR-V berwarna hitam itu berhasil terparkir di depan salah satu restorant. Dita mengambil payung yang ia letakan di bangku belakang, ia mematikan mesin mobilnya kemudian membuka sedikit pintu mobil dan membuka payungnya.

Wanita itu mendorong pintu restorant, ia kemudian menutup payungnya dan meletakannya ke dalam keranjang yang berisi payung-payung pengunjung lain yang terletak di samping pintu masuk restorant.

Dita melihat ke seluruh penjuru ruangan. Restorant itu tampak penuh, membuatnya kesulitan mencari dimana sahabatnya.

Ia memutuskan melangkah mendekati sang pelayan, "Mba, meja atas nama Tere dimana?" tanya Dita sopan pada sang pelayan.

"Oh, atas nama Ibu Tere ada di lantai dua, Mba. Silahkan naik." Dita mengangguk paham.

"Terimakasih." Ucapnya seraya berlalu dari pelayan wanita itu.

Dita melangkah menyusuri anak tangga. Ia melangkah dengan sedikit cepat karena Tere bilang bahwa ia akan bicara tentang hal yang sangat penting. Dita tahu betul temannya yang satu itu tidak akan main-main jika ia sudah bilang 'hal penting'.

Saat sepatu flat shoes warna hijau tua itu berhasil menginjak lantai dua.

"SURPRISE!!" suara teriakan dari enam sahabatnya menggema di lantai itu.

"It's your birthday! Happy birthday, Anindita Atmarini." Tere yang berada paling depan sekaligus yang memegang kue tart itu maju lebih dulu mendekati Dita.

The Right OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang