DUA PULUH EMPAT

5.5K 476 7
                                    

Drt...drt...drt...

Dita membuka serotan tasnya dan merogoh hand bag keluaran terbaru dari Pedro itu.

Ia melihat nama 'satrio' tertera di layar ponsel, Dita sedikit meringis menyadari satrio yang pertama menghubunginya saat selesai siaran, bukan Vino.

Wanita itu mengegser pelan layar ponselnya untuk menerima panggilan, kemudian ia segera meletakannya di telinga kanan sembari berjalan pelan menuju lift.

"Assalamualaikum,"

"Waalaikumsalam,"

"Kamu sibuk siang ini?"

Dita menggeleng pelan, "engga kok,"

"Kalo saya ajak makan siang sekitar 15 menit lagi, kamu mau?"

"Dimana?"

"Kamu lagi mau makan apa?"

Dita menggumam sebentar, "uhm... sebenernya sih gue lagi ga laper. Cuma mau minum atau nyemil-nyemil aja kayanya."

"Jadinya? Kamu punya saran dimana?" nada bicara Satrio selalu terdengar tenang. Setiap kali pria itu bertanya pada Dita, ia merasa seperti seorang anak kecil yang diajak bicara oleh Ayahnya. Tutur kata lembut dan sopan yang dipadukan dengan suara bariton.

"Kalo di restorant sushi aja gimana?"

"Yaudah."

"Oke, Gue ke sana duluan ya?"

"Biar aku jemput aja." Intonasinya kali ini terlalu halus jika dibilang sebuah perintah, namun terlalu tegas juga jika dibilang sebuah tawaran.

"Uhm... ga ngerepotin?"

"Kan searah. Saya udah turun tol, mungkin 10 menit saya sampe kantor kamu."

"Lho, lo tau kantor gue?"

"Papi kamu yang kasih tahu saya."

Dita mendengus mendengar jawaban Satrio. "Oh,"

"Jadi, biar saya jemput aja?"

"Kalo ga keberatan, ya silahkan."

"Yaudah, sekarang saya putus dulu ya sambungannya. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam." Kemudian sambungan ponsel mereka terputus. Satrio tidak akan memutus sambungan mereka jika Dita tidak menjawab salamnnya, wanita itu baru menyadarinya setelah beberapa kali berbicara dengan Satrio di telepon.

Tidak lama setelah sambungan ponsel mereka terputus, pintu lift terbuka. Menampilkan pemandangan lantai dasar gedung kantornya.

Dita kemudian memilih duduk di atas sofa yang terletak di ruang tunggu. Ia kembai menyalakan ponsel dan mendapati 5 panggilan tak terjawab dari 'vino ganteng'.

Ujung bibir Dita sedikit terangkat melihat nama itu tertera di barisan paling atas daftar panggilan tak terjawabnya hari ini. Ia kemudian segera menekan kontak Vino untuk dihubungi.

Wanita itu memainkan kukunya sembari menunggu jawaban dari Vino.

"Halo?" suara yang sangat familiar itu pun terdengar.

"Hei,"

"Kenapa, Dit?"

"Loh kok nanya? Gue yang seharusnya nanya, ngapain telepon sampe lima kali?"

The Right OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang