Pagi-pagi buta seperti ini, Zayn meneleponku untuk menghampirinya di flatnya. Duh, ada apa lagi sih dia?
Aku menatap ke cermin, merapikan rambutku yang sedikit kusut karena aku menguncirnya selama aku tertidur, oh tentunya aku sudah mandi terlebih dahulu. Aku langsung menaiki Range Roverku dan mengendarainya. Aku menyapu pandanganku kearah jalan raya yang masih terbilang sepi karena masih sangat pagi, duh, atau lebih tepatnya subuh?
Dua puluh menit diperjalanan. Flat milik Zayn dan keempat teman yang lainnya memang lumayan dekat dari apartemen milikku. Setelah memarkirkan mobilku dihalaman depan flat mereka secara sembarangan lalu aku masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Hei, aku ini sahabat mereka, jadi untuk apa aku mengetuk pintu dulu. Well, aku tipikal yang sangat tidak sopan, memang.
Kulihat empat orang duduk membelakangiku, tentunya. Mereka sedang menonton tv, “Hei, boys.” Sapaku. Lalu, keempat orang yang kuyakini adalah Harry, Niall, Liam, dan Louis itu memutar badannya dan menatapku bingung.
“Julia, what the hell are you doing here?” Tanya Harry. Aku menyengir, memperlihatkan deretan gigi putih yang ku punya.
“eh, Zayn just called me, so where’s him?”
“He’s still sleep.”
“Are you fucking serious? Uh, jadi untuk apa dia meneleponku, sialan.” Pekikku.
Niall tertawa, “Woah, calm down Julia. Kau begitu kau bisa menggantikan kami untuk membangunkannya kan? Sejam lagi kami ada interview.”
Aku mengangguk dan langsung melesat menuju kamar Zayn. Saat kuputar kenop pintu dan memasukinya, aku hanya melongo memandangi kamar Zayn yang sangat berantakan seperti kapal pecah. Dan Zayn tidak ada ditempat tidurnya, itu artinya dia sudah bangun dan aku tidak perlu repot-repot untuk membangunkannya.
Karena aku tipikal gadis yang tidak menyukai hal-hal seperti ini [re: kamar Zayn yang berantakan] jadi kuputuskan untuk membereskannya sebelum Zayn keluar dari kamar mandi. Aku mengambil novel yang tergeletak lemas dilantai dan menaruhnya kembali ke dalam rak, kemudian aku memungut kaus Zayn yang terkulai diatas kasur. Uh bau, batinku. Langsung kubuang kaus itu ke tempat sampah dipojok ruangan. What a great idea.
“Julia.” Seseorang memanggilku, aku memutar badanku dan boom! Aku melihat Zayn dengan bertelanjang dada, dan tentu saja bagian bawahnya tertutup handuk. Sontak aku langsung menutup mataku dengan kedua tanganku. “hei, kau membuang kaus ku!” pekik Zayn yang tiba-tiba saja sudah berada disampingku.
“Ma-maaf. Aku tidak sengaja, Zayn. Lagian, itu sudah bau tahu.” Kataku yang masih menutup mata.
Zayn menyeringai, “kenapa kau menutup matamu, huh? Aku tahu aku sexy.”
Cih.
“Cepat ganti baju, Malik. Dan, aku permisi keluar!”
Saat aku ingin melangkah keluar, tangan kekar milik Zayn menahanku agar tetap diam. Aku masih bisa melihat Zayn yang berjalan mendekat karena jemariku memang tidak kurapatkan, jadi yah, walaupun aku menutup mataku dengan tangan tentu saja aku masih bisa melihat.
“Jangan keluar oke? Aku kan tadi meneleponmu, dan aku minta kau menunggu disini selama aku berganti baju.”
Aku mengernyitkan dahi. Apa dia bilang? Astaga, tidak pernah aku melihat pria berganti baju dengan kedua mataku selain adikku yang masih berumur lima tahun. Apa dia sudah tidak waras?
Aku melepaskan kedua tanganku yang menutupi –tidak sepenuhnya, sih.- penglihatanku. Aku mengerucutkan bibir. “Zayn, apa kau sinting? Tidak mungkin, kan aku melihatmu berganti baju? Otakmu dimana, Malik!” ujarku dengan nada tinggi.
YOU ARE READING
Daydreamer ⇨ Random One Shot{s}
Fanfiction{Request closed for a while. One condition: Follow me:)} ❝Daydreaming is okay, even better if you can make some lasting memory out of it.❞ [©hemmingsstagram]
