Sadness in the Rain [teacherxstudent] // Zayn Malik

323 34 6
                                    

Hari ini sangat menyebalkan. Kau tahu apa? Nilai ujian Matematikaku jatuh! Bayangkan aku mendapat 7,5 dalam ujian itu, aku benar-benar benci dimana aku harus mengalami keadaan begini. Kaleng bekas yang aku tendangi menimbulkan suara yang keras, aku berdoa dalam hati yang terkena kaleng itu adalah guru Matematika-ku. Sungguh, ini benar-benar diluar dugaanku.

“Ms. Indey!”

Suara itu kembali mengingatkanku pada guru Matematika-ku. Bisa-bisanya dia memberikanku nilai dibawah 9, aku benci sekali dengan guruku yang satu itu. Tunggu, kenapa suara itu menyebut namaku? Kenapa suara itu mirip dengan suara—Mr. Malik? Shit. Apa yang dia lakukan disini? Aku memutar tubuhku, seketika senyuman dipaksakan keluar dari wajahku untuk guru yang beberapa menit yang lalu ku tulis di diary hidupku, orang yang paling ku benci.

“Ms. Indey? Apa yang kau lakukan disini?” Tanya Mr. Malik, dari kejauhan aku bisa melihat dia maju beberapa langkah untuk mendekatiku. Aku tidak bisa memberhentikannya, dia benar-benar mengacaukan hariku. Aku bisa melihat dia memegangi keningnya yang terkena lemparan dari kaleng yang ku tending tadi, feel it Mr. Malik! Aku mengerjapkan mata, sekarang dia hanya beberapa jarak dariku. “Ms. Indey, apa kau dengar aku?” Tanya Mr. Malik, lagi.

Mengapa tiba-tiba aku jadi bisu?

“Y-ya ada apa, sir?”

Mr. Malik tergelak. Aku baru menyadari bahwa senyumannya bisa membuatku merasa ada yang mencubit-cubitku dari dalam. Jadi, ini jenis perasaan yang bagaimana? Tadi aku benci sekarang malah aku bisa merasakan tubuhku langsung lemas seketika. Aku berusaha untuk fokus, mengabaikan perasaan aneh yang menyergapku sekarang. “Apa kau sedang berjalan-jalan? Mau ku temani?”

“Tidak perlu, sir. Saya akan segera pulang kok.”

“Apa boleh ku antar? Panggil Zayn saja, lagi pula ini diluar jam sekolah.” Suruhnya, Mr. Malik tersenyum. Tidak ada alasan untuk menolak tawaran Mr. Zayn siapa tahu dengan aku menerima tawarannya untuk mengantarkan aku pulang, ia bisa menaikkan nilaiku dan berubah jadi sempurna. Aku mengangguk ke arahnya diiringi senyuman yang lagi-lagi membuatku mabuk kepayang.

Diperjalanan tidak ada dari kami yang berbicara. Sepertinya Mr. Malik kebingungan akan topik pembicaraan kami dan memilih untuk diam. Bukannya aku terlalu percaya diri, aku bisa melihat dari gelagat Mr. Malik yang sedikit risih karena kami diam-diaman selama Tiga Puluh Menit lamanya. Sesampainya di depan rumahku, aku langsung memikirkan apa yang biasanya orang lain bicarakan pada saat mereka diantar oleh seseorang ke rumahnya. “Mau mampir Zayn?” Tawarku. Semoga saja ia tidak akan menerimanya sementara keadaan kami masih sama-sama canggung. Bahkan, aku sudah tidak lagi mengingat kalau dia adalah guru Matematika-ku yang paling kubenci dari Tiga Menit yang lalu.

Mr. Malik menggaruk tengkuknya lalu menyengir, “Boleh.” Diikuti anggukannya. Aku menyesal telah memberikannya kesempatan untuk memasuki apart-ku mana lagi ia seorang guru, bukannya aku pelit atau apa? Aku hanya sedikit khawatir, entah perasaan seperti apa sekarang. Aku bingung setengah mati!

Selama sepersekian detik aku berada didapur untuk membuat kopi, akupun melangkah dari sana menuju ruang tamu bertemu Mr. Malik yang sedang memperhatikan seisi ruanganku dengan tatapan yang aneh. Setelah ia menyadari akan kehadiranku, Mr. Malik tersenyum dan berkata terima kasih atas kopi-nya yang sudah berada ditangannya. Ia menyesap kopinya dan mengibas-ibaskan tangan tanda ia kepanasan. “Hati-hati, Zayn. Masih panas kopinya.” Kataku. Aku juga tidak sungkan sama sekali saat memanggil Mr. Malik dengan nama sebab umur kami tidak jauh beda.

Mr. Malik mengangguk kemudian menyesap kopinya lagi. Setelah itu, ia memandangiku lalu menepuk-nepuk sofa yang masih kosong, tepat disebelahnya menyiratkan agar aku mendudukinya. Aku bukan gadis bodoh, jadi aku mengerti maksudnya dan langsung mendaratkan bokong tepat disebelah Mr. Malik. Sungguh berat mengakuinya, tapi aku harus dari samping ia kelihatan sangat tampan. Kumis tipis disekitar dagunya membuat jantungku berdesir. Indey, kau bicara apa dia gurumu! Jeritku dalam hati.

Daydreamer ⇨ Random One Shot{s}Where stories live. Discover now