Believe or not? [Horror] // Louis Tomlinson

310 29 11
                                        

Fuck! Aku benar-benar ketakutan sekarang, nyaris buang air kecil di celana dalamku yang berwarna pink kebesaran. Ini gila, mereka meninggalkan aku di tempat yang bahkan aku tidak ketahui sekarang. Aku menekuk lututku dalam dudukku, membenamkan wajahku ke lutut dan menangis tersedu-sedu.

Aku kehilangan kelompokku saat tur yang diadakan sekolah tadi. Aku benar menyesal karena aku menarik diri dari seluruh teman-temanku dan memilih mengelilingi museum ini sendirian. Ya Tuhan, aku memang seorang anak dari cenayang. Tentu, aku bisa melihat dan merasakan kehadiran mereka. Dan yeah, aku juga cenayang. Kata ibuku, itu bakat yang diturunkannya padaku.

Tapi dalam kasus ini, aku sungguh takut. Biasanya aku membantu mereka dibantu oleh temanku, Leah atau ibuku yang juga cenayang. Sekarang? Aku sendirian, tidak ada manusia satupun. Aku bisa melihat mereka dan mereka juga melihatku dengan tatapan yang tidak bisa kuartikan. Jadi, aku memilih membenamkan wajahku pada lutut, berharap mereka semua pergi dari hadapanku sekarang juga. Tapi, tentu saja tidak bisa. Mereka ada ratusan, bahkan ribuan, yang membuatku nyaris mati adalah mereka ada dimana-mana. Terkadang, mereka yang ingin berinteraksi padaku adalah untuk meminta bantuan kepadaku. Mereka bisa bicara layaknya manusia denganku, tapi ada juga yang tidak. Itu sesuai dengan kemauan mereka sendiri.

Untuk saat ini, aku enggan menolong para roh kesepian ini. Maksudku, tidak untuk sekarang. Yang ku inginkan hanyalah pulang ke rumah dan memeluk ibuku yang setia menunggu di meja makan yang hanya di beri lilin sebagai media penerangan. Sebenarnya kami mampu untuk membayar listrik tapi demi penghematan, ibu menggunakan lilin saat malam hari. Kami hanya memakai listrik seperlunya saja, karena Ayah juga jarang pulang. Ayahku bekerja, beliau pulang hanya sebulan sekali itupun jika ia bawa uang tapi tidak sebanyak yang kau kira. Keluargaku adalah keluarga biasa dan lebih menjurus ke golongan menengah ke bawah. Tapi, adanya cinta dan kasih didalam keluarga membuat kami tetap merasa bahagia karena itu.

Aku menjerit ibu dan ayahku dalam hati, tapi itu malah membuat dadaku semakin sesak karena ketakutan. Hari sudah malam, dan aku berada di ujung museum yang aku tidak ketahui dimana jalan keluarnya dan para teman-temanku dan juga guruku pasti telah meninggalkan aku disini tanpa ada keinginan untuk mencariku dan membiarkan aku mati kedinginan bersama para roh yang kesepian disini.

Aku belum terbiasa dengan roh-roh itu, aku belum sepenuhnya mendekatkan diri pada mereka. Jika, mereka butuh bantuan toh, mereka akan mendatangiku karena mereka tahu aku mengetahui keberadaan mereka dengan hanya melihat sorot mataku saja. Aku diam membisu, aku takut jika aku mengeluarkan suara sedikitpun mereka akan datang dan dengan tiba-tiba mencekik leherku sampai mati. Tapi, aku rasa tidak mungkin karena mereka tidak bisa melakukan kontak langsung dengan manusia. Sejujurnya, aku belum tahu pasti tentang itu karena aku masih harus banyak belajar tentang hal-hal berbau horor seperti ini. Yang hanya bisa ku yakini adalah, mereka benar-benar ada dan mereka dimana-mana.

Aku memikirkan roh jahat yang menggangguku seminggu yang lalu. Aku tidak bisa mengatasi yang satu itu, roh itu penuh dendam dan kebencian. Roh itu juga bisa menyakiti kita, membunuh kita ditempat, atau bahkan sebelum itu kita bisa dibanting dan disiksa sebelum mati. Aku benar-benar takut jika ada roh jahat yang mendatangiku saat ini mana lagi, aku sedang sendirian.

"Hei," Uh. Aku merasakan hawa dingin disertai suara itu, aku tidak berani mendongak dan tetap menaruh wajahku dikedua lipatan kakiku. Aku tentu tahu siapa yang berbicara denganku sekarang. Bagian dari mereka. "Aku sama sekali bukan roh yang jahat. Kau tenang saja, aku hanya perlu teman mengobrol," Katanya, lagi. Tidak, aku tahu ujung-ujungnya ia ingin meminta bantuan dariku untuk membantunya menyelesaikan masalahnya. "Aku tidak menggigit, aku tidak menyentuhmu, jadi, bisakah kau bicara padaku? Aku mohon, aku butuh teman," Ujarnya. Kali ini, aku tidak tega mendengarnya memohon begitu jadi, aku mendongakkan kepalaku perlahan dan menatap salah satu roh yang kesepian disebelahku.. Setidaknya, aku tidak sendiri meskipun di pandang orang aku sendiri. Oh, semua akan baik-baik saja mengingat tidak ada orang disini. Aku masih tetap diam, lebih tepatnya tidak tahu ingin bicara apa. "Aku Louis Tomlinson. Roh yang sudah ada dari satu abad yang lalu." Terangnya.

Daydreamer ⇨ Random One Shot{s}Where stories live. Discover now