Sudah hampir dua bulan semenjak kejadian itu dan dia tidak menghampiriku sama sekali. Tadinya, aku ingin memutuskan hubungan kami, tetapi lidahku kelu saat ingin mengatakannya dan malah berlalu pergi. Aku benar-benar kecewa dengan Louis.
Apa kau ingin tahu, apa yang menyebabkan pertengkaran kami? Jadi begini; Waktu aku ingin datang ke konsernya, tiba-tiba saja aku terlambat dan Louis memarahiku sampai-sampai semua orang disana melihat kami. Pada saat itu, dia sangat marah entah karena apa. Dia benar-benar ambisius, dan juga egois aku bisa melihat itu dari matanya. Mata yang pada saat itu terasa sangat ingin menikamku. Oh, kulanjutkan lagi ya, aku menangis dan terus menangis sedangkan Louis terus membentakku. Lalu, karena aku merasa malu, sedih, dan marah aku langsung menamparnya dan pergi berlalu saja.
Sehari setelah kejadian itu, kami bertemu disebuah restoran. Tidak ada dari kami yang memulai pembicaraan, hanya nafas kami yang naik turun terdengar. Makanan yang ada dimeja pun kami biarkan. Sampai akhirnya, aku merasa lelah harus diam-diaman seperti ini lalu melangkahkan kaki keluar restoran. Louis sama sekali tidak mengejarku, dasar bodoh! Apa dia tidak mencintaiku lagi?
Sekarang, aku tidak pernah bertemu dengannya. Sesekali dia meminta maaf lewat pesan singkat dan juga telepon, aku tidak membalasnya. Yang aku inginkan, dia benar-benar meminta maaf kepadaku bukan dari pesan singkat atau apapun.
"Melamun karena Louis lagi, hm?" tanya Lily yang tiba-tiba masuk kedalam kamarku tanpa ketuk pintu. Ah ya, Lily itu adalah saudara kembarku, dia yang mengenalkan aku pada Louis saat pesta ulang tahun kami setahun yang lalu. Lily menyodorkan coklat panas kepadaku, aku menerimanya dan menyesapnya sedikit. "Kalau dia tidak ingin memulai, kau lah, yang memulai." katanya sambil memandangiku dengan khawatir.
Semenjak kejadian itu, aku menjadi lebih pendiam dari sebelumnya. Aku tidak nafsu makan, sampai-sampai tubuhku sangat kurus sekarang. Dan tentu saja, itu yang membuat Lily khawatir terhadapku. "Maksudmu?" tanyaku tidak mengerti apa maksud dari perkataan saudara kembarku.
Lily menghela nafas lalu menjawab pertanyaanku, "Maksudku adalah kalau dia tidak ingin meminta maaf atau semacamnya. Kau harus menemui dia, bukan malah menjauhi dia." Tapi, apa ada keberanian untuk aku mengajaknya bertemu kembali?
"Jangan mengikuti gengsimu itu. I wanna see you be brave, cmon." tambah Lily seakan tahu yang ada dipikiranku. Hei, dia saudara kembarku kami bisa berhubungan lewat telepati, dia juga bisa membaca pikiranku kalau aku mengizinkannya untuk membacanya.
Aku melempar bantal kearahnya, untung saja dia sudah meletakkan cangkir yang berisi coklat panas dinakas samping tempat tidurku, jadi tidak tumpah kekasur kesayanganku ini. "Kenapa kembaranku lebih pintar dari pada diriku sendiri, huh?" kataku sambil tertawa. Lily terkekeh juga dan melemparku dengan bantal juga, alhasil kami perang bantal.
"Kau harus menemui Louis. Kau harus bicara padanya, bukankah kau ingin putus?" tanyanya. Uh, lain kali aku tidak akan mengizinkan Lily membaca pikiranku lagi.
"Uhm. Soal itu, entahlah. Aku masih mencintainya." jawabku.
Detik selanjutnya, kaki Lily bergerak kearah pintu. "Kalau kau masih mencintainya, ya kau harus bicara padanya." setelah itu dia menutup pintu dan berlalu.
Mengapa, jadi aku yang seakan-akan mengejarnya? Aku tidak akan menemuinya, aku ingin dia yang lebih dulu menemuiku. Katakan aku egois, tapi dia juga egois. Jadi, kami sama saja.
Aku kembali menyesap coklat panas milikku dan menekuni novel yang belum selesai kubaca. Tak lama, ponselku bergetar. Nama Louis terukir disana, aku tersenyum lebar. Siapapun yang melihatku saat ini, pasti mereka akan merasa jijik atau bahkan mengataiku gila? Ah, yang penting aku senang karena Louis mengirimiku pesan singkat.
![](https://img.wattpad.com/cover/10921638-288-k918608.jpg)
YOU ARE READING
Daydreamer ⇨ Random One Shot{s}
Fanfiction{Request closed for a while. One condition: Follow me:)} ❝Daydreaming is okay, even better if you can make some lasting memory out of it.❞ [©hemmingsstagram]