DUA PULUH TUJUH

142K 15.1K 725
                                    

Hari Sabtu pagi Shawn mengemudikan mobilnya dengan bersemangat, ia sedang di perjalanan untuk pergi ke rumah Keisha. Ia berharap bisa berangkat dengan cewek itu, berharap bahwa Yoga tidak mencegahnya lagi.

Setelah sampai Shawn melirik bayangannya sendiri di kaca spion, lalu tersenyum narsis. Setiap hari ia terlihat tampan, jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Kemudian Shawn melirik kue yang sudah ia siapkan dari rumah. Koreksi, sebenarnya ia pesan. Kue itu berbentuk seperti kaset game, ia bingung ingin membuatnya berbentuk apa karena tidak mengetahui minat khusus Keisha. Sehingga memilih untuk membentuknya sesuai apa yang ia sukai, Shawn percaya diri bahwa Keisha menyukai segala hal tentangnya.

Dengan jantung berdebar lebih keras Shawn mengetuk pintu rumah Keisha sebanyak tiga kali, untungnya pintu segera dibuka. Tetapi bukan Keisha yang membukanya, melainkan Yoga.

"Ngapain lo ke sini?" Shawn meringis. "Mau jemput Keisha kak, biar bisa berangkat bareng ke sekolah."

"Emang dia mau?"

Jleb.

Pertanyaan sarkastis Yoga itu menusuk hati Shawn yang paling dalam, sepertinya Yoga belum memaafkan Shawn sepenuhnya.

Itu memang wajar, siapa kakak yang akan tinggal diam ketika ada seseorang yang menyakiti adiknya?

"Siapa tau Keisha mau bang." Yoga memutar bola matanya malas, "Keishanya masih ada kan bang?"

"Ada." Yoga kemudian melirik kotak kue yang dibawa Shawn. "Itu apaan?"

"Oh ini kue buat Keisha bang," jawab Shawn dengan wajah berseri.

"Lo nyogok dia biar baik lagi sama lo gitu?" Shawn menggeleng cepat. "Bukan, hitung-hitung ini bentuk permintaan maaf saya buat Keisha."

Yoga melirik kue itu ketika Shawn membuka tutup kotak tersebut. "Keisha nggak suka coklat."

"Hah?" Rasa percaya diri Shawn hilang bagai ditiup angin.

"Keisha nggak suka coklat," ulang Yoga setelah berbalik badan sebentar. Ia dapat merasakan seseorang sedang memperhatikan mereka. Dan benar saja, Keisha terlihat mengintip di balik pintu.

"Yah," gumam Shawn kecewa.

Dulu ia pernah memberikan Keisha coklat bukan? Apa cewek itu memakannya? Atau justru membuang barang pemberiannya?

"Kalo gitu kuenya buat abang aja." Shawn menyerahkan kotak di tangannya itu, tetapi ditolak Yoga.

"Gue nggak suka makanan manis, lo simpen aja."

"Tapi Keishanya ada kan bang?"

"Ngotot banget lo."

"Harus," balas Shawn refleks.

"Hah?"

"Nggak bang, bisa dipanggilin nggak?" Yoga mengangguk acuh tak acuh lalu membuka pintu ruang keluarga secara tiba-tiba, sehingga Keisha sempat terjatuh dengan wajah memerah malu.

"Dicariin sama mantan, temuin sana." Keisha mencibir kesal. "Pintunya nggak usah ditarik kayak tadi kan bisa."

"Udah sana ke depan, nanti kalo dia berisik jangan salahin abang." Keisha mendengus lalu kembali berdiri.

Dengan langkah enggan ia berjalan ke teras. Bukan enggan karena tidak ingin bertemu dengan Shawn, tetapi enggan karena takut rasa sukanya malah semakin bertambah. Ia tidak ingin itu.

Ia ingin ... apa ya? Teman-temannya menyebutnya move on. Ya, dia ingin seperti itu.

Tetapi sepertinya sulit untuk berpaling dari makhluk mempesona seperti Shawn.

"Pagi Kei." Sapaan langsung terdengar ketika Keisha baru saja melangkah keluar.

Keisha sendiri tidak menjawab, hanya mengangkat sebelah alisnya seolah berkata mau-apa-ke-sini?

"Kita berangkat ke sekolah bareng ya," lanjut Shawn yang mengerti apa maksud dari ekspresi wajah Keisha.

"Nggak."

"Loh kok nggak? Aku udah ke sini loh."

"Nggak minta." Alih-alih kesal, Shawn malah tersenyum. "Tapi aku yang pengen."

"Ak ... gue nggak."

"Berangkat bareng ya Kei? Please." Shawn mulai memasang wajah memelasnya, berharap Keisha akan luluh dengan mudah.

"Nggak."

"Kalo gitu kamu ke sekolah berangkat naik apa?" Keisha mengembuskan napasnya, masuk sebentar ke dalam rumah dan mengambil tasnya.

Yoga yang melihat itu segera menghampiri Keisha. "Sorry hari ini abang nggak bisa anterin kamu, motor abang masih di bengkel."

"Nggak papa bang, Keisha bisa naik angkot kok."

"Ongkosnya?"

"Ada." Keisha menepuk saku di roknya, lalu keluar dengan Yoga mengekor di belakang.

"Gimana? Mau bareng? Ya? Ya?"

"Maksa amat lo." Shawn menoleh ke arah Yoga. "Usaha bang."

"Berangkat bareng ya Kei?"

"Nggak?"

"Terus kamu ke sekolah naik apa?"

"Angkot." Keisha berjalan cepat setelah salam kepada Yoga.

Shawn yang melihat itu menyerahkan kotak berisi kue coklat ke Yoga, sehingga sempat membuat cowok itu gelagapan.

"Titip mobil saya di sini ya bang," teriak Shawn sambil menyerahkan kunci mobilnya, ia kemudian pergi untuk menyusul Keisha yang mulai jauh.

Yoga menggelengkan kepalanya. "Dasar."

"Hai Kei." Keisha menoleh heran ketika melihat Shawn berjalan di sampingnya.

"Sekarang aku naik angkot aja bareng kamu, biar so sweet gitu." Keisha tiba-tiba menginginkan sebuah kantung muntah.

Daripada menghabiskan tenaga untuk berdebat, Keisha memilih diam hingga mereka berada di dalam angkot menuju sekolah. Walaupun Shawn mengoceh mengenai segala hal ia tetap memaksakan diri untuk tidak tersenyum atau menanggapinya.

Setelah sampai dan saat hendak turun Shawn menahan tangannya, cowok itu kemudian meluncurkan sebuah pertanyaan yang agak di luar dugaan Keisha.

"Mmm ... Kei, ongkosnya berapa ya?"

Keisha menahan diri sekuat mungkin untuk tidak tertawa.

"Aku nggak pernah naik angkot di sini soalnya." Shawn menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "berapa Kei?"

"Dua ribu." Shawn mengecek saku seragamnya. "Adanya dua puluh ribu."

"Nanti juga dikasih kembalian," jelas Keisha.

"Oh oke." Shawn memberikan selembar kertas itu ke supir angkot. "Kembaliannya ambil aja ya pak, hitung-hitung rasa terima kasih saya karena angkot ini bisa bikin saya deket-deket sama mantan tercinta. Doain bisa balikan lagi ya pak."

Supir angkot hanya tersenyum geli. Dasar anak muda, pikirnya.

∆∆∆

QOTD :
1. Sifat Shawn yang paling kalian suka?
2.Ada yang mau ganti cover?

Gamers✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang